Khalid bin Walid Sang Pedang Allah

Jihad

Foto Dok Ilustrasi

Pahlawan adalah suatu simbol yang mengambarkan perdamaian. Simbol yang memberi tahu kita bahwa ada sesuatu hal yang baik dan sangat kuat.  Ya, bahkan banyak sekarang kita jumpai berbagai tokoh fiksi yang digambarkan untuk menjadi pahlawan. Bukan hanya anak-anak, bahkan orang dewasa pun menyukai ini.

Banyak sekali tokoh pahlawan fiksi lokal mauapun internasional yang ada untuk menggambarkan bahwa sebuah entitas memiliki power. Tapi tahukah kawan, bahwa didalam Islam pun ada benar-benar hidup seorang pahlawan atau superhero yang sangat hebat. Dengan perawakan dan keterampilan yang ia miliki.

Jika dibarat mereka memiliki Avanger yang tidak nyata tapi sangat di kagumi, Islam pun juga memiliki tokoh yang benar-benar super. Biidznillah, beliau tidak terkalahkan dalam pertempuranya. Ahli pedang, ahli strategi, dan tidak pernah membelakangi musuh nya.  Dan semua itu ia lakukan untuk meninggikan kalimat Allah.

Ia adalah Khalid bin Walid Al-Mughirah. dilahirkan kira-kira 17 tahun sebelum masa pembangunan Islam. Dia anggota suku Banu Makhzum. Ayahnya bernama Walid bin Al-Mughirah yang memiliki jabatan sebagai kepala suku Bani Makhzum, suatu klan (bagian) dari suku Quraisy yang menetap di Mekkah. Sedangkan ibu Khalid bernama Lubabah binti al-Harits. Khalid mempunyai nasab yang bagus. Bahkan, suku dari ia dilahirkan sangatlah terpandang di kalangan Quraisy.

Masa kecil Khalid pun berbeda dengan anak-anak yang lainnya. Ia sudah terlihat mahir dan menonjol. Terutama dalam hal peperangan. Tumbuh dengan semangat muda yang membara, tentunya Kholid selalu berada di garis depan untuk membela Kaumnya terhadap islam pada saat itu. Bahkan ia pun bertekad akan menjadi pahlawan bagi kaumnya.

Hal ini terlihat ketika kaumnya akan membalas kekalahan yang terjadi di perang Badar. Dalam perang Uhud Quraisy mengumpulkan bala tentara terbaiknya. Termasuk pasukan berkuda yang kepemimpinanya diserahkan kepada Kholid. Tak tanggung-tanggung, Kholid berhasil memukul mundur pasukan Muslim yang terpana terhadap kemenangan sementara mereka. Hancur sudah pasukan Muslim.

Manshur Abdul Hakim dalam Khalid Bin Al-Walid Panglima Yang Tak Terkalahkan menyebut Khalid bin Walid sedikit terlambat dalam masuk Islam. Beliau menerima Islam beberapa bulan sebelum Fathu Makkah. Masuknya Kholid kedalam Islam merupakan kabar gembira bagi Rasulullah ﷺ. Dan Khalid pun tidak setengah-setengah dalam hal ini.

Ia langsung mengikuti perang besar pada tahun itu juga. Yaitu perang Mu’tah. Perang yang maha dasyat ini mempertemukan dua pasukan yang sangat jauh dalam hal jumlah pasukan. Romawi di lengkapi dengan 200.000 pasukan, sedangan Muslim kala itu hanya 3000 pasukan. Bukan  kuantitas yang diandalkan oleh pasukan Muslimin, namun kualitas keimanan mereka yang menjadi senjata terbesar bagi mereka.

Dalam perang ini Rasulullah memerintahkan 3 komandan sekaligus untuk bisa langusng menggantikan satu sama lain jika terjadi sesuatu. Yaitu Ja’far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, dan Abdullah bin Rawahah. Qodarullah, semuanya menemui syahidnya dalam pertempuran ini. Dan digantikan dengan Khalid bin Walid. Sekali lagi, dengan keterampilan berperang yang ia miliki, ia mengubah strategi dan mengatur kembali barisan kaum Muslimin.  Akhirnya dengan izin Allah, kaum Muslimin dapat memukul mundur pasukan Romawi dalam kejadian ini. Ini merupakan sebuah kemenangan yang nyata. Semenjak saat itu Khalid bin Walid dijuluki Saifullah Al-Maslul(Pedang Allah yang Terhunus).

Selanjtnya tak pernah Kholid mangkir dari peperangan. Ia mengikuti perang melawan kaum yang murtad, dia juga menuju Iraq, sampai akhirnya Umar melepas jabatanya sebagai komandan perang kaum muslimin. Bukan karena ia tidak hebat lagi, namun Amirul Mukminin hanya takut dan ingin menunjukan kepada kaum Muslimin jika kemenangan yang selama ini didapat adalah karena Allah bukan dari Kholid bin Walid.

Meskipun partisipasi dan kepemimpinannya dalam berbagai pertempuran dan menyebabkannya menderita banyak luka hingga dikatakan bahwa tiada satu jengkal pun dari tubuhnya kecuali terkena luka, baik tusukan tombak atau pun goresan pedang, akan tetapi ia meninggal dunia di atas tempat tidurnya dan tidak mendapatkan kesyahidan sebagaimana yang diimpikannya.

Ia pun bersedih karena meninggal di atas tempat tidurnya, hingga mengeluarkan statemen yang populer, “Aku menyaksikan berbagai pertempuran begini, begini, dan begini. Dan aku tidak melihat satu jengkal pun dalam tubuhku, kecuali terdapat goresan pedang atau lemparan anak panah atau tusukan tombak. Dan inilah aku sekarang yang akan meninggal dunia di atas tempat tidurku layaknya unta mati, sehingga mata orang-orang yang takut tidak pernah tidur.”

Dan akhirnya Khalid menutup usianya pada umur 58 tahun. Setelah Allah membukakan  daerah-daerah Syam dan Persia. Sungguh Allah telah memperlihatkan pedangnya bagi dunia. Semoga Khalid bin Walid selalu di limpahkan rahmat Allah atas apapun yang telah ia korbankan dan semoga kita bisa berkumpul bersama beliau dan Rasulullah di surga FiradusNya. Aamiin. (Syifana)

Exit mobile version