“Lockdown” Haji Arab Saudi

Musim haji tahun 1441 hijriyah ini,  Arab Saudi betul betul melakukan ”Lockdown ” haji untuk jamaah haji asing yang datang langsung dari negaranya. Ini terkait dengan pandemi Covid-19 yang melanda negara di seantero bumi, termasuk Arab Saudi.

Arab Saudi sendiri masih berusaha mengatasi wabah Covid- 19 yang melanda negaranya.  Kemenkes Arab Saudi melaporkan Ahad  26 Juli 2020 telah melakukan tes Covid-19 sebanyak 57 ribu kali dengan tes akhir melampaui 3 juta. Total kasus 266 ribu, 43 ribuan kasus aktif saat ini dan  2120  di antaranya dirawat di unit perawatan kritis.

Meski melakukan “Lockdown” haji, tetapi tetap menyelenggarakan rangkaian ibadah haji. Kalau biasanya jutaan, tahun ini pemerintah Arab Saudi hanya mengizinkan seribuan jamaah yang mengikuti prosesi ibadah haji dengan protokol kesehatan yang sangat ketat.

Protokol kesehatan diterapkan saat di penginapan maupun ketika mengikuti prosesi ibadah haji. Protokol kesehatan dilaksanakan saat thawaf, sai, wukuf d Arafah, Mabid di Mudzalifah dan  Mina maupun tatkala melempar jumrah. Semuanya diawasi petugas khusus untuk bisa melakukan jaga jarak dan tidak berkerumun.

Harapannya,  ibadah haji tahun ini tidak menyebabkan  terjadimya penularan Covid-19. Meski ada “Lockdown” haji dari luar negeri, tetapi bukan berarti taka da jamaah yang berasal dari luar Saudi Arabia. Dari jumlah seribuan jamaah tersebut,  jamaah yang berasal dari Negara lain berjumlah 700 orang. Mereka merupakan mukimin, orang asing yang tinggal di Saudi Arabia. Entah sebagai pekerja ataupun sebagai pencari ilmu.

Sedangkan pembatalan haji karena Wabah terjadi pada 1814, Kerajaan Arab Saudi dilanda wabah thaun, yang juga melanda Mekah dan Madinah sehingga Ka’bah harus ditutup sementara. Lalu tahun 1831, ada wabah dari India, yang dicurigai adalah kolera, dan bertepatan dengan pelaksanaan ibadah haji. Periset mencatat setidaknya 75% jemaah haji meninggal dunia dan pelaksanaannya dihentikan di tengah jalan.

Kolera kembali ditemukan di Arab Saudi pada 1846-1892, dan haji pun batal dilaksanakan pada 1850, 1865, dan 1883. Ibadah haji sempat dilaksanakan pada 1864, namun menelan 1.000 korban jiwa per harinya karena terjangkit kolera.

Tetapi ada yang mencatat tahun-tahun sebelumnya telah terjadi wabah dan memengaruhi jalannya ibada haji. Memasuki abad ke-14, Makkah sebagaimana kota-kota di Asia Barat juga menghadapi bayang-bayang ancaman wabah Maut Hitam (The Black Death). Hingga kini, para sejarawan masih memperdebatkan muasal wabah yang terjadi dalam rentang tahun 1346-1353 itu. Narasi umumnya, wabah tersebut dibawa bakteri Yersinia pestis yang menginfeksi kutu. Kutu itu lantas hidup pada kulit tikus habitat padang rumput Asia Tengah. Pada abad ke-14, Jalur Sutra ramai menghubungkan perniagaan antara Asia dan Eropa. Kuat dugaan, tikus-tikus pembawa kutu tersebut ikut terbawa dalam barang-barang dagangan dari Asia ke Eropa.

Orang yang terinfeksi Yersinia pestis biasanya mengalami demam, sakit kepala, hingga tubuh lemas. Dalam lima hari, sang korban dapat kehilangan nyawa bila tidak diobati secara benar. The Black Death menghancurkan sebagian besar Eropa dan Laut Tengah. Lebih dari 50 juta orang meninggal. Angka tersebut setara 60 persen dari seluruh populasi Eropa saat itu. (Lutfi)

Exit mobile version