Islam di turunkan ke dunia ini dengan sangat sempurna. Semenjak zaman Nabi Adam a.s hingga Rasulullah ﷺ. Tentunya, disetiap zaman para nabi dan rasul mempunyai sahabat atau orang terdekat dia yang selalu menemani perjuanganya dalam menyebarkan agama Allah. Dan pastinya Allah sudah memilihkan orang-orang yang istimewa untuk mendampinginya. Orang-orang yang mulia di sisi Allah. Begitu juga para sahabat yang ada pada zaman nabi dan rasul kita. Rasulullah dikelilingi orang-orang yang istimewa dan memiliki kemuliaan.
Salah satu sahabat nabi yang patut kita ketahui dan kita pelajari adalah Abu Ubaidah bin Jarrah. Beliau adalah sahabat yang sangat mulia dan bahkan termasuk golongan sahabat pertama yang masuk islam. Nama lengkap beliau adalah Amir bin Abdullah bin Jarrah Al-Fihry Al-Quraiys. Beliau dikenal dengan orang yang sangat lembut, ramah, dan wajahnya selalu berseri. Selain itu, beliau juga dikenal dengan orang yang pemalu dan sangat tawadhu. Namun, jika memang dibutuhkan, maka beliau akan bergegas untuk melaksanakannya.
Rasulullah ﷺ memberikan kepercayaan yang sangat tinggi kepada Abu Ubaidah. Suatu saat Rasulullah memegang tangan kanan Abu Ubaidah seraya berkata
إِنَّ لَكُمْ أُمَّةً أَمِيْنًا، وَإِنَّ أَمِيْنَ هذِهِ اْلأُمَّةِ أَبُوْ عُبَيْدَةَ بْنُ اْلجَرَّاحِ
“Sesungguhnya setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.“
dan dari sinilah beliau mulai disebut sebagai pemimpin para pemimpin. Tidak hanya Rasulullah saja yang begitu sangat mempercayai beliau. Namun Amirul Mukminin, Umar ibnu Khattab juga sangat menaruh kepercayaan yang tinggi terhadap beliau. Umar ibnu Khattab pernah berkata di saat akhir nafasnya bahwa” Seandainya jika Abu Ubaidah bin Jarrah masih hidup, maka aku akan menunjuknya sebagai penggantiku”.
Kehidupan beliau sebagai seorang muslim, beliau jalankan dengan penuh keimanan. Beliau pun juga merasakan masa-masa penindasan pada saat di Makkah. Beliau juga turut merasakan penderitaan yang dialami oleh kaum muslimin pada saat itu. Tetapi keimanan yang sangat besar terhadap Allah dan Rasulnya, membuat beliau selalu tegap dalam setiap cobaan, dan tetap membela Rasulullah ﷺ. Abu Ubaidah juga tak pernah luput dalam mengikuti perang bersama Rasulullah (Ghozwah). Beliau sempat ikut berhijrah ke Habasyah yang kedua. Namun ketika perang di kumandangkan, beliau datang. Pada saat itu Perang Badar (Muhammad bin Hasan Syurrob, Abu Ubaidah bin Jarrah).
Kesetiaan beliau juga dapat dilihat di perang-perang selanjutnya. Seperti Perang Uhud. Kondisi dimana kaum muslimin ter-obrak abrik oleh pasukan kaum musyrikin. Sikap yang ia ambil dalam perang Uhud benar-benar menggambarkan kepada kita bahwa ia adalah kepercayaan umat ini. Dia berperang didekat Rasulullah dan terus menebaskan pedangnya kepada musuh-musuh islam. Pada suatu ketika, utusan kaum Nasrani datang menghadap Rasulullah seraya berkata, “Wahai Abu Qasim, kirimlah kepada kami seorang sahabat anda yang pintar menjadi hakim tentang harta yang menyebabkan kami berselisih sesama kami. Kami senang menerima putusan yang ditetapkan kaum Muslimin.”
“Datanglah sore nanti, saya akan mengirimkan kepada kalian ‘orang kuat yang terpercaya’,” kata Rasulullah SAW. Disaat yang sama Umar bin Khattab sangat menginginkan tugas ini. Namun ternyata Rasulullah pun menyuruh Abu Ubaidah bin Jarrah untuk berangkat.
Hingga wafatnya Rasulullah, Abu Ubaidah selalu mentaati pemimpinya. Di saat pemerintahan Khalifah Umar, Abu Ubaidah memimpin tentara-tentara kaum muslimin dalam penaklukan Syam. Dan al hasil atas pertolongan Allah, beliau berhasil menuntaskan tugasnya dan memperoleh kemenangan. Beliau termasuk salah satu jendral kaum muslimin yang hebat. Dengan modal keimanan yang kuat, beliau mampu membawa pasukanya menggapai kemenangan Allah dan Rasulunya.
Abu Ubaidah bin Jarrah wafat karena penyakit menular yang kala itu mewabah di Amwas, Syam. Kabar ini tersebar sampai ke telinga Amirul Mukminin. Begitu sedihnya beliau mendengar sahabatnya yang sangat ia cintai dan ia percayai telah meninggalkan dunia ini. Abu Ubaidah sempat berwasiat kepada pasukanya.
Beliau berkata “Aku berwasiat kepada kalian. Jika wasiat ini kalian terima dan laksanakan, kalian tidak akan sesat dari jalan yang baik, dan senantiasa dalam keadaan bahagia. Tetaplah kalian menegakkan shalat, berpuasa Ramadhan, membayar zakat, dan menunaikan haji dan umrah. Hendaklah kalian saling menasihati sesama kalian, nasihati pemerintah kalian, dan jangan biarkan mereka tersesat. Dan janganlah kalian tergoda oleh dunia. Walaupun seseorang berusia panjang hingga seribu tahun, dia pasti akan menjumpai kematian seperti yang kalian saksikan ini. Kemudian dia menoleh kepada Mu’adz bin Jabal, “Wahai Muadz, sekarang kau yang menjadi imam (panglima)!”.(Syifana)