IMMawan untuk Immawati Antara Kolaborasi dan Jalan Dakwah

IMMawan untuk Immawati Antara Kolaborasi dan Jalan Dakwah

Oleh: Preli Yulianto

Sejak 14 Maret 1964 tepatnya di Yogjakarta sekumpulan ideolog seperti Djazman Al-Kindi, Sudibyo Markus, Rosyad Soleh, dan lainnya memproklamirkan berdirinya organisasi Islam yaitu Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Sebagai gerakan dakwah kalangan Mahasiswa dan masyarakat luas demi dan untuk membumikan gerakan religiusitas, intelektualitas, dan humanitas.

Dari konsep yang terbangun selama 56 tahun ini, IMM menjadi organisasi yang terus menajamkan visi dan misi gerakan. Kolaborasi kader IMM antara Immawan dan Immawati menjadi sangat penting. Sebagai subjek organisasi, Immawan dan Immawati harus berkolaborasi guna menghelatkan gerakan untuk umat, bangsa, dan negara, serta universal.

IMM sebagai laboratorium intelektual dan moral telah menghasilkan kader-kader yang akan mengisi space Muhammadiyah dan negara Indonesia. Tentu memiliki harapan besar kepada IMM secara konsisten dan kontinyu dalam mempertahankan eksistensi.

Immawan dan Immawati sebagai subjek organisasi memiliki peranan yang luar biasa dalam menghasilkan efek yang kuat dalam keberhasilan ikatan. Mengingat bahwa Immawan dan Immawati adalah jatungnya organisasi sebagai pelaku dalam menjalankan visi dan misi Ikatan.

Meneropong Kisah KH. Ahmad Dahlan dan Siti Walidah

Kisah KH. Ahmad Dahlan dan Siti Walidah harus menjadi inspirasi bagi kader IMM yaitu Immawan dan Immawati dalam berkolaborasi memperjuangkan dakwah amar mahruf nahi mungkar. Kisah tersebut tertangkub dalam kisah memperjuangkan Muhammadiyah kala itu.

Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 November 1912 dengan segala tantangan KH. Ahmad Dahlan memperjuangkan dengan segala upaya pula. Beliau yakini dan hayati betul perintah Allah SWT. Yang terkandung dalam  risalah Q.S. Ali-Imran ayat 104, hingga berdirilah persyarikatan Muhammadiyah.

Dan sampai hari ini pun kita percaya dengan janji Allah bahwa akan menjadi golongan orang-orang yang beruntung karena memperjuangakan nilai kebenaran dakwah amar mahruf nahi mungkar.Muhammadiyah menjadi wadah dalam meneguhkan niat mengajak dalam kebaikan dan menjalankan tuntunan Islam yang murni (tajdid) sesuai tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah.

Mengutip dalam buku yang berjudul KH. Ahmad Dahlan si Panyantun karangan Imron Mustofa (2018) menjelaskan bahwa KH. Ahmad Dahlan dan Siti Walidah menikah pada bulan Dzulhijjah tahun 1889 dalam suasana yang tenang. Keterlibatan Siti Walidah dalam perjuangan dakwah KH. Ahmad Dahlan bermula saat ia turut merintis kelompok pengajian perempuan yaitu Sapa Tresna yang merawat anak-anak yang kurang berpendidikan karena kesulitan hidup orang tuanya. Sapa Tresna juga menyumbang iuran dan alat-alat sekolah. Siti Walidah setia mendampingi sampai ahir hayatnya. Ketika sang suami sedang ada masalah, Siti Walidah kerap mencoba untuk menenangkanya. Siti Walidah atau Nyi Ahmad Dahlan pun memutuskan menghibahkan diri pada jalan dakwah Islam melalui Muhammadiyah dan Asyiyah.

Kolaborasi antara KH. Ahmad Dahlan dan Siti Walidah dalam berdakwah patut menjadi inspirasi. Persepsi yang sama antara KH. Ahmad Dahlan dan Siti Walidah dalam merealisasikan gerakan Muhammadiyah hingga dikenal dengan sebutan teologi Al-Maun yang terindikasi berdasarkan Q.S. Al-Maun (107:1-7) yang diterjemahkan dalam 3 pilar kerja yaitu: healing (pelayanan kesehatan), schooling (pendidikan), dan feeding (pelayanan sosial).

Teologi Al-Maun itulah Muhammadiyah mampu bertahan hingga 111 tahun hingga nanti Insya Allah, dan kita tau bahwa aset Muhammadiyah tersebar di penjuru dunia. Aset-aset tersebut manifestasi dari teologi Al-Maun yaitu ribuan sekolahan, rumah sakit, panti asuhan dan layanan kesejahteraan sosial lainnya.

Kolaborasi antara KH. Ahmad Dahlan dan Siti Walidah atas dasar latar belakang ideologi yang sama hingga memicu gerakan yang mampu menghelatkan efek yang dapat menimbulkan aktualisasi diri dalam sistem organisasi Muhammadiyah.

Immawan untuk Immawati dalam Bingkai Dakwah

Pernyataan bahwa Immawan untuk Immawati seyogyanya bukan hanya sekedar celotehan atau lelucon yang berindikasi dalam artian “asal bunyi”. Tetapi hal tersebut sebagai refleksi bahwa kader IMM yang lebih jelasnya antara Immawan dan Immawati mempunyai peran yang penting dalam tubuh IMM karena sebagai subjek organisasi. Immawan dan Immawati berpotensi juga sebagai 2 kekuatan yang penting pula dalam tubuh Muhammadiyah.

Mengutip pernyataan tentang Immawan dan Immawati Jurdi (2017) menjelaskan bahwa Immawan merujuk pada laki-laki. Laki-laki yang memiliki olah fikir dan dzikir. Laki-laki yang dikader dibawah tiga panji, yaitu panji agama, panji pikiran dan panji kemanusiaan. Ia dituntun dua arena, yakni arena keluarga, dan di luar keluarga. Yang kedua inilah dalam kategori arena politik, bisnis, kebudayaan, dan sebagainya.

Sedangkan sama halnya dengan Immawan, ia adalah “subyek” yang memiliki peran yang sama dengan Immawati. Tugas dan alasan “kehadirannya” juga sama dengan Immawan, sehingga kedua subyek ini diberi “peringatan” untuk “bersinergi”. Dalam aksi, Immawan dan Immawati disebut secara bersamaan, sebagaimana disebutkan juga dalam Mars “…Immawan dan Immawati//Siswa teladan, putra harapan//Penyambung hidup generasi…”.

Kiprah IMM tidak terlepas dari peranan antara Immawan dan Immawati yang diibaratakan sebagai sesuatu yang saling melengkapi dalam memicu action yang rill sesuai tujuan IMM yang menjadikan gerakan harus di gaungkan menjadi wadah untuk selalu ber-fastabiqul khairat.

Sebagai Immawan dan Immawati seperti yang dijelaskan Khaerudin (2015) menjelaskan bahwa Immawan dan Immawati berada pada jalur dakwah yang sama. Hal ini akan menjadi keuntungan yang besar dikarenakan pangkal pokok dari sebuah hubungan adalah persamaan visi dan misi, dan hal ini sungguh telah saling di genggam baik itu oleh Immawan maupun Immawati. Dan persamaan visi misi inilah, yang membuat hubungan harmonis dalam perjalanan hidup nantinya akan terjamin. Immawan dan Immawati bisa saling menguatkan satu sama lain karena kesamaan visi dan misi.

Dalam berdakwah amar mahruf nahi mungkar perlu kolaborasi antara Immawan dan Immawati dalam organisasi. Lebih dari itu Immawan dan Immawati perlu menajamkan gerakan dengan memilih jalan untuk menghibahkan diri dengan istiqomah menjalani hidup bersama dalam tali ikatan pernikahan.

Hidup dalam bingkai dakwah dengan terus menggemakan risalah Muhammadiyah sebagai wujud refleksi terhadap nilai-nilai yang tertanam selama berkiprah dalam IMM. Hal ini perlu dikampayekan karena nilai-nilai IMM lebih jauh harus diimplementasikan dalam kehidupan agar nilai moral dan intelektual tersebut tidak melebur dan hilang ditengah mayoritas gerakan lain. 

Senada dengan yang diungkapkan Hamzah (2018), menjelaskan: “Immawan dan Immawati bukan sekedar puncak pencapaian perkaderan, namun juga upaya menegakkan jalan dakwah”.

Puncak pencapaikan perkaderan setelah dalam bingkai ikatan pernikahan pentingnya suatu gagasan strategis dicanangkan guna mengimplementasikan dalam tiga lahan aktualisasi yakni: persyarikatan, umat, dan bangsa. Secara lebih jelas, perjalanan lebih jauh Immawan dan Immawati IMM harus istiqomah mendirikan atau menghidupkan persyarikatan mulai dari Ranting, dan Cabang Muhammadiyah hingga lebih dari itu.

Preli Yulianto, PC IMM Universitas Muhammadiyah Palembang

Exit mobile version