Masifikasi Pergerakan Islam di Era New Normal

Oleh: Fadhil Azhar Permana

Seperti yang kita ketahui ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah sebagai agama pamungkas atau terakhir. Tahun demi tahun, peristiwa demi persitiwa, problematika demi problematika telah Islam hadapi dan hadirkan dengan berbagai solusi. Ada tiga tantangan yang harus maknai terlebih dahulu, yakni; ujian, musibah dan azdab.

Secara peristiwa, ketiga tantangan tersebut memanglah berdekatan. Namun ada pemaknaan definisi yang lebih intensif. Pertama, ujian adalah suatu bentuk tamparan dari Allah berupa kesusahan atau kebahagiaan. Banyak diantara kita ketika mendapatkan suatu kebahagiaan berupa kekayaan, sering kali lupa bersyukur. Seharusnya yang harus dilakukan adalah menyisihkan sebagian kekayaan tersebut bagi orang yang kurang mampu.

Kedua, musibah tak selamanya dapat dikatakan sebagai bentuk murka Allah kepada hambanya. Akan tetapi musibah bisa dalam bentuk kesusahan, kesulitan atau kesedihan. Asal muasal musibah, karena ulah perbuatan kita sendiri sebagai bentuk balasan dari Allah. Tujuan Allah memberikan balasan kepada hambanya ialah tanda peringatan untuk senantiasa mengingat kepada-Nya.

Ketiga, azdab konotasinya hampir mirip dengan musibah. Namun adzab diberikan kepada orang-orang yang kufur yang selalu menentang baik didunia maupun diakhirat. Salah satu azdab Allah adalah penyakit yang sampai sekarang tidak ada obatnya, yaitu penyakit Aids. Bagi siapapun orang yang terdampak penyakit tersebut, menandakan bahwa ia terkena azdab dari Allah karena ulah perbuatannya yang sewenang-wenang.

Lantas termasuk kategori manakah Covid-19 ini? Apakah ujian? Atau musibah? Atau jangan-jangan azdab? Tentunya banyak perspektif yang muncul perihal Covid-19 ini. Namun  saya akan mengambil satu persfektif saja, yakni persfektif kaum agamis. Bahwa kaum agamis mempercayai covid-19 ini sebagai suatu bentuk ujian, yang didalamnya terdapat berbagai hikmah yang bisa diimplementasikan dikehidupan sehari-hari.

Mengapa dikatakan ujian? Pasalnya covid-19 ini membuat manusia (khususnya umat muslim) dapat mereformasi sebuah gerakan dakwah. Bukan hanya gerakan dakwah, nalar berfikir pun menjadi berubah. Dengan adanya kebijakan atau campaign tentang social distancing, tidak melaksanakan sholat berjamaah atau sholat jum’at di masjid, tidak melakukan kegiatan kajian secara tatap muka.

Campaign itu dibuat atas dasar kemanusiaan untuk memutus rantai covid-19 dan itu salah satu sumbangsih Islam terhadap bangsa, negara dan dunia. Namun di era new normal seperti sekarang ini pergerakan untuk menebar kebaikan malah semakin massif. Hal itu terjadi ada rasa dendam yang tertanam dalam diri seorang muslim, karena ketika awal-awal covid-19 ini mereka tidak bisa melakukan sholat berjamaah, sholat Jum’at dan sholat Idul Fitri di Masjid.

Kalau pada Al-Quran surat An-Nahl ayat 125, kita mengenal metode dakwah dengan bil hikmah, bil lisan, bil mauizzah. Maka pada era covid-19 menuju new normal ini menggunakan metode dakwah bil internet. Metode dakwah bil internet itu sangat mudah, praktis dan efisien. Bukankah agama itu tidak memberatkan? Bukankah tujuan beragama itu untuk memudahkan?

Hanya saja nuansa yang dihadirkan sedikit berbeda dari yang biasanya. Mendunianya ayat-ayat Tuhan, ditandai dengan memanfaatkan fasilitas teknologi yang sedang beredar. Pertama, melakukan kajian lewat flatform live Instagram, zoom, google meet atau youtube, walaupun secara kepemilikan aplikasi itu dibuat oleh orang-orang yahudi yang tujuan awal pembuatannya untuk menghancur umat Islam.

Akan tetapi alangkah lebih baiknya, flatform tersebut digunakan oleh orang-orang Islam sebagai media untuk menebar kebaikan. Setiap tindakan yang kita ambil, akan menimbulkan berbagai kendala. Seperti kajian dakwah yang diberlangsungkan secara tatap muka, kendalanya adalah jarak yang lumayan jauh untuk ditempuh dan kajian online kendalanya barangkali harus menyediakan kuota.

Kedua, masifnya pergerakan dakwah pada era new normal ini ialah masih banyak dari berbgai kalangan yang menggalang dana, walau secara praktik lewat media online. Ada yang menggunakan transfer lewat rekening, ada juga yang menyalurkan donasi nya lewat website crowd funding, atau kalau Persyarikatan Muhammadiyah lewat suatu lembaga yang dibentuk khusus bantuan sosial yaitu Lembaga Amal Zakat Infak Shodaqoh Muhammadiyah (LAZISMU).

Fadhil Azhar Permana, PD IPM Kabupaten Garut

Exit mobile version