YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Sudah beberapa kali ini berita hoax terkait Covid-19 terus bermunculan dan meresahkan masyarakat luas. Berita hoax Covid-19 justru lebih cepat menjangkiti masyarakat dibandingkan virus Covid-19 itu sendiri.
Maka dari itu, sudah menjadi kewajiban bagi para otoritas negara dalam mengendalikan informasi menyimpang dan menyajikan informasi yang positif bagi masyarakatnya dengan pedoman memasifkan informasi positif sehingga dapat mengeleminasi informasi negatif.
Ismail Fahmi selaku Founder Drone Emprit menyampaikan bahwa sejak awal pemerintah tidak memberikan informasi yang jelas terkait Covid-19 ini yang mengakibatkan miss informasi. Bahkan pemerintah justru memberikan informasi yang menggampakan sehingga memunculkan adanya suatu ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap mereka.
“Soal kepercayaan itu belum terkelola dengan baik, banyak isu – isu yang pro kontra, banyak informasi simpang siur dan itu membuat publik akhirnya kurang percaya pada informasi yang ada di pemerintah,” ujar Ismail dalam Covid-19 Talk MCCC, Jum’at (07/08).
Berbagai hoax bermunculan hingga menumbuhkan konspirasi dan stigma negatif masyarakat terhadap tenaga medis dan pasien positif Covid-19. Masyarakat justru mudah sekali termakan oleh informasi yang bersifat bombastis tanpa adanya ilmu yang mendasar.
Kepercayaan masyarakat akan informasi hoax itu dijelaskan oleh Fahmi bahwa berkaitan dengan sisi psikologis masyarakat dalam menanggapi Covid-19. Masyarakat sangat membutuhkan informasi yang cerdas dengan bahasa yang mudah dicerna, dan semua informasi hoax itulah yang menjawab daripada kebutuhan masyarakat saat ini.
dr. Slamet Budiarto, SH., MH,Kes selaku Wakil Ketua PB IDI berpendapat bahwa pemerintah dalam menangani Covid-19 telah menanggalkan kacamata preventif dan promotif. dr. Slamet menjelaskan bahwa informasi hoax yang berasal dari masyarakat memang jauh lebih banyak dibandingkan informasi yang dihasilkan oleh pemerintah.
Namun dampaknya akan jauh lebih terasa kuat hoax dari pemerintah dibandingkan dari masyarakat. Karena pemerintah memiliki kewenangan yang besar untuk didengar oleh masyarakat.
“Jadi ini tergantung pada leadership pemerintah untuk mengelola informasi yang akurat, jangan sampai pemerintah membuat hoax, sampai pakar pun bisa membuat hoax, jangan sampe herbalis membuat hoax,” tegasnya.
Adapun menjadi tugas penting bagi pemerintah untuk dapat mengelola informasi dan membangun kepercayaan di tengah masyarakat.
Berbagai upaya dapat dilakukan seperti yang disampaikan oleh dr. Pandu Riono, MPH., Ph.D selaku pakar Epidemologi UI bahwa pemerintah memiliki otoritas untuk dapat menggerakkan Kominfo atau Kemenkes sebagai pengendali dan penyaji informasi terkait Covid-19. Selain itu masyarakat juga harus bisa lebih mengkritisi informasi yang didapat.
“Kalau informasi itu menjanjikan suatu keajaiban belum tentu benar jadi kita harus skeptis jangan di foward kayak kemarin obat herbal antibodi itu kan jadi banyak yang percaya,” ujarnya.
dr. Pandu juga menambahkan bahwa pemerintah dalam penanganannya dapat menggandeng para influencer Indonesia. dr Pandu menjelaskan bahwa dengan mengandalkan kemampuan influencer juga dapat menjadi metode komunikasi yang baik untuk mengedukasi masyarakat terkait Covid-19. Namun yang menjadi sangat penting ialah pengemasan informasinya harus sesuai dengan standart yang diakui oleh para scientist dan pakar kesehatan.
Lebih lanjut, bersama – sama baik pemerintah maupun masyarakat harus bisa lebih selektif dalam menyaring informasi. Informasi yang benar harus lebih banyak diedarkan dibandingan informasi yang tidak benar. “Informasi yang positif dan benar harus dimasifkan agar informasi yang negatif tereleminasi,” ujar dr Pandu. (budi santoso)