Milad Nasyiatul ‘Aisyiyah ke-92 H / ke-89 M
Oleh : Neni Nur Hayati
Organisasi otonom putri Muhammadiyah dan Aisyiyah, yakni Nasyiatul Aisyiyah (NA) telah genap berusia 92 tahun pada 28 Dzulhijjah 1349-1441 Hijriah dan 89 tahun pada 16 Mei 1931-16 Mei 2020. Peringatan milad dengan tema “Perempuan Bergerak Menguatkan Bangsa” sangat relevan menggambarkan atas kondisi permasalahan dan musibah bangsa yang tengah terjadi. Momentum milad Nasyiatul Aisyiyah kali ini sangat terasa berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, sebab kita semua harus bersama-sama melawan virus yang sangat mematikan itu.
Semarak milad yang biasanya ramai dengan menggelar berbagai macam perlombaan, seminar serta mempromisikan aneka wirausaha hasil kreatifitas kader-kader nasyiah dari pusat hingga ranting, kini sepi seakan pucat pasi tanpa energi. Pandemi virus corona telah membawa manusia pada situasi yang sangat berat, tak terkecuali kaum perempuan. Menghadapi wabah yang entah kapan berakhirnya, membuat tak berdaya akibat persoalan yang dialami sendiri ataupun melihat kesulitan yang dialami perempuan lain.
Permasalahan yang berkaitan dengan perempuan dan anak dalam masa pandemi ini telah banyak menyita perhatian publik. Pandemi ini telah menjadi ancaman yang cukup nyata terhadap pekerjaan dan mata pencaharian perempuan, terutama di sektor informal dan non-esensial. Tak hanya itu, eskalasi angka kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan dan anak yang terjadi dalam berbagai bentuk juga meningkat signifikan.
Semakin kita sadari bahwa ternyata ruang-ruang publik bahkan rumah ternyata belum bisa sepenuhnya menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk kaum perempuan. Selain itu, dalam masa pandemi ini, perempuan juga harus menjalankan beban ganda yang cukup berat. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang terpusat di rumah membuat beban domestik bagi perempuan berlipat, mulai dari mengurus rumah hingga memastikan anak-anak mengakses pendidikan dari rumah. Perempuan harus melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan.
Namun, tentu saja kita patut bersyukur bahwa diluar sana ada banyak perempuan lain yang tidak seberuntung kita. Di tengah keterbatasan yang ada, kita masih bisa melakukan pendampingan pembelajaran untuk anak bahkan mendengarkan atau sesekali mengikuti kegiatan-kegiatan via daring dengan akses internet yang memadai.
Tapi bayangkan bagaimana nasib para medis perempuan yang harus bekerja di garda terdepan untuk menyelamatkan nyawa ribuan orang yang terinfeksi covid-19 di rumah sakit. Bahkan dalam kondisi yang sama mereka juga harus berjuang menyelamatkan dirinya masing-masing. Bagaimanapula dengan pengasuhan anak-anak mereka? Kondisi seperti ini tentu saja sangat membuat kaum perempuan ada dalam posisi yang serba dilema.
Peran Nasyiatul Aisyiyah
Kehadiran Nasyiatul Aisyiyah setidaknya mampu memberikan kontribusi nyata terhadap persoalan bangsa ini. Melihat adanya warga perempuan yang terdampak akibat covid-19, Nasyiatul Asiyiyah dari tingkat pusat sampai ranting bergerak untuk mengumpulkan donasi berupa uang, handsanitizer, masker, dan lain-lain yang dikumpulkan melalui Lazismu dan bekerjasama dengan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC).
Langkah yang dilakukan oleh kader nasyiah juga banyak mendapatkan apresiasi yang tinggi. Saat bantuan pemerintah yang tidak pasti, maka tanpa banyak kata NA menginisiasi gerakan cepat dalam memberikan bantuan. Seperti di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, saat wabah pandemi menghadang, saat bersamaan pula harus menghadapi bencana banjir. NA dibantu dengan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) lainnya melakukan gerakan “udunan lima rebu” atau “goceng pertama” untuk korban covid-19 sekaligus banjir.
Kader nasyiah yang turut menggerakan “goceng pertama……goceng pertama” ini pun mengundang simpati dari berbagai kalangan. Siapa yang menyumbang goceng pertama, maka dibuatkan tribbon peduli covid-19 dan banjir di Kabupaten Bandung. Goceng atau Rp 5.000 pun bisa menjadi jumlah yang besar jika dikalikan jumlah orang yang yang turut serta dalam urunan tersebut.
Ada juga Nasyiatul Aisyiyah Kabupaten Tasikmalaya yang tetap produktif untuk melakukan kampanye stunting dengan produk AbonMu yang siap antar. Begitupun juga di kabupaten/kota dan provinsi yang lain. Kader nasyiah tidak ada yang diam. Semua bergerak sesuai dengan peran dan ahli di bidangnya masing-masing. Para ahli psikolog di NA membuka jasa layanan gratis konsultasi, mengingat ketakutan , kepanikan, kecemasan, kebimbangan, kecurigaan dan ketidakpastian menjadi sebuah paranoia global.
Sebagian kader nasyiah lain juga ada yang aktif membuka kelas-kelas diskusi daring untuk turut memberikan edukasi kepada perempuan lainnya. Komunitas perkumpulan para perempuan muda milenial seperti NA ini telah membuktikan kiprahnya dalam bergotong royong, bahu membahu dan bekerjasama melawan covid-19. Karena NA sangat menyadari, kalau bukan sesama perempuan yang peduli, siapa lagi?
Perempuan tidak bisa bergerak dan bekerja sendirian. Kita harus saling menguatkan antar satu dengan yang lainnya. Soliditas kaum perempuan akan membawa kemaslahatan untuk perempuan itu sendiri. Semua amal kebaikan yang dilakukan oleh NA bukan ingin menuai pujian dari pihak lain. Tapi memang murni mengedepankan sisi kemanusiaan serta kepekaan yang dimiliki. Sejatinya, NA sedang mengamalkan apa yang menjadi misinya dalam tiga hal.
Pertama, Melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar dalam membina putri Islam yang berarti bagi agama, bangsa, dan negara menuju terwujudnya masyarakat yang sebenar-benarnya. Kedua, Melaksanakan pencerahan dan pemberdayaan perempuan menuju masyarakat yang menjunjung tinggi harkat, martabat dan nilai-nilai kemanusiaan yang sesuai dengan ajaran Islam. Ketiga, Menyelenggarakan amal usaha dan meningkatkan peran Nasyiatul ‘Aisyiyah sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna perjuangan Muhammadiyah.
Selamat Milad Nasyiatul Aisyiyah, istiqomah dan teruslah berkarya untuk bangsa
Neni Nur Hayati, Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Aktivis Nasyiatul Aisyiyah