IMM dalam Perenungan Intelektual Progresif

imm

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

Oleh: Preli Yulinto

Jikalau membahas tentang IMM tidaklah habisnya, perjalanan IMM tidak pupus oleh gejolak waktu. IMM sampai hari ini pun membumikan gerakan, selalu ber-fastabiqul khairot mengabdi untuk persyarikatan, negara, dan universal. Dalam setiap tulisan ini penulis percaya, pembaca pun lebih tau kental mengenai IMM, ideologi yang menjadi kebudayaan IMM, dan paradigma-paradigma lain yang berpandangan mengenai IMM, serta gerakannya.

Namun, penulis belajar dari tanaman padi yang secara filosofis bahwa padi apabila semakin berisi semakin merunduk, yaitu rendah hati, jangan seperti padi yang tidak berisi ya, pembaca yang budiman pasti bisa memahaminya.

Penulis mencoba membahas mengenai substansi IMM yang selalu digulatkan dengan identitas warna merah yang sama dengan gerakan lain, dan juga mencoba menulis mengenai IMM sebagai organisasi kader sebagai armada kekuatan utamanya, serta mengenai sistem IMM yang dijuluki sebagai laboratorium intelektual, dan moral. Kadarusman (2005) pernah berkata yakni: seperti bunga flamboyan, manusia pun tidak akan dapat menghasilkan penemuan yang bermakna tanpa didahului oleh sebuah perenungan.

IMM Tak Sekedar Merah

Warna merah yang tersemat dalam atribut IMM sejatinya memiliki histroris dan filosofis mendalam, bukan hanya sekedar warna yang tertangkup di dalamnya melainkan sebagai symbol perjuangan yang mengakar dalam catatan peradapan IMM. Selain itu, warna IMM memiliki makna sebagai simbol penolakan dan penegasan terhadap gerakan separatisme alias kelompok yang melenceng dari cita-cita kemerdekaan Indonesia kala itu.

Senada yang diungkapkan oleh salah satu  ideolog IMM yaitu Rosyad Sholeh dalam Sani (2017) menjelaskan bahwa warna merah IMM merupakan bentuk anti thesis terhadap dominasi warna yang diklaim oleh gerakan tertentu seperti PKI dan CGMI. Merah sebagai warna yang universal yang tidak melekat pada salah satu identitas dan gerakan tertentu.  

Dalam Pandangan lain, simbol warna merah yang melekat dalam IMM yaitu warna merah maroon alias merah tua yang berarti berani tetapi bermartabat sebagai gambaran dan harapan bahwa IMM sebagai organisasi yang dewasa mampu menjadi sentral pergerakan dalam setiap problematika kebangsaan secara universal.

IMM sebagai organisasi kader

IMM bukan organisasi anggota melainkan organisasi kader yang sangat mengutamakan kualitas dibanding kuantitas dengan harapkan mampu mengosong dinamika organisasi. Kader adalah jantungnya organisasi karena sebagai komponen-komponen penting dalam menjalankan otoritas organisasi secara berkesinambungan.

Kader dan instruktur memiliki hubungan yang berkaitan dan berfase karena kader memiliki potensi sebagai instruktur karena refleksi dari istiqomah pada diri kader itu sendiri. Tentu kali ini penulis akan berfokus membahas mengenai kader sesuai dengan substansi tulisan kali ini.

 Posisi kader sangat sentral karena beban tanggung jawabnya tertangkup dalam tempat yang menjadi gerak dan peran dari kader itu sendiri. Kader diibaratkan sebagai pasukan inti yang siap bertugas menjalankan visi secara konsisten. Maka, apabila kita mengatakan diri kita kader akan tetapi hanya berkontribusi biasa-biasa saja tentu hal tersebut tidak konsisten menyandang gelar kader.

Kader dan instruktur dipercaya sebagai pribadi yang bertakwa, tahan banting, istiqomah, pantang menyerah, dan profesional, serta siap bersaing dimana pun berada bukan besar di dalam seperti katak dalam tempurung, tetapi mampu menciptakan arus yang membawa perubahan dan memberikan kontribusi yang spektakuler.

Posisi Instruktur dan kader

Dalam lingkungan Muhammadiyah, menurut Dasron (1994) kader adalah anggota inti penggerak persyarikatan. Secara spesifik dan memiliki fungsi khusus kader muhammadiyah adalah mereka yang dipersiapkan menduduki suatu jabatan didalam unit-unit organisasi atau suatu kepengurusan di lingkungan persyarikatan.

Sedangkan menurut Febrianto (2013), menjelaskan bahwa  kader IMM adalah mereka yang menjadi “inti” dan sangat mengerti azas serta tujuan organisasi IMM, siap menerima tugas dan siap di tempatkan di manapun. Dalam organisasi kata kader kemudian meluas menjadi kaderisasi, yang merupakan proses dimana individu anggota organisasi ditempa agar menjadi kader yang militan. Kaderisasi dalam IMM bisa berbeda antar level pimpinan. Perbedaan ini dipicu oleh pengetahuan serta keberpihakan kader yang berbeda di tiap level pimpinan.

Kaderisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)

Pengkaderan IMM (ortom) lahir dari sistem pengkaderan Muhammadiyah yang tidak terlepas dari adopsi pengkaderan Rasulullah SAW. Sistem pengkaderan Rasullah akan melahirkan pengkaderan Muhammadiyah kemudian pengkaderan ortom-ortom Muhammadiyah itu sendiri.

Kaderisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)

 Menurut Febrianto (2013) menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan model pendidikan kader dalam IMM antara lain:

  1. Model pendidikan tidak boleh menyimpang dari sistem kaderisasi yang telah di gariskan oleh Muhammadiyah.
  2. Model pendidikan harus terintegrasi dengan ortom yang lain.
  3. Tiap level pimpinan harus melaksanakan apa yang telah dibaku kan oleh pusat

IMM Sebagai Laboratorium Intelektual dan Moral

Kader IMM sebagai laboratorium intelektual dimaksudkan bahwa dengan adanya sistem yang di bangun dalam IMM mampu menjadi wadah  menumbuhkan kader-kader yang kritis, taktis, trampil, visioner, dan berprogresif hingga nanti tumbuh dan berkembang beraktualisasi dalam lahan yakni: persyarikatan, umat, dan bangsa.

Tidak heran kalau IMM sebagai laboratorium intelektual karena dalam terdapat tri kompetensi dasar IMM atau tri citra IMM yakni, intelektualitas, religiusitas, dan humanitas. Kadungan intelektualitas itulah yang memungkinkan terbentuknya karakter pemikir, penggerak, dan pelangsung dalam mewujudkan kader dan lingkungan yang religius, dan humanis untuk dan demi terwujudnya tujuan IMM.

Dalam dinamika organisasi IMM dalam kesehariannya memungkinkan terselenggaranya forum-forum majelis ilmu seperti diksusi, bedah buku, analisis video, serta isu-isu kekinian karena kader IMM sebagai cendikiawan berpribadi. IMM memiliki tanggung jawab terhadap tajdid intelektual agar tidak timbul konsekuensi “matinya kepakaran” seperti yang diungkapkan Tom Nichols.

Akademisi Rocky Gerung (2019), menjelaskan bahwa gerakan mahasiswa itu gerakan intelektual, gerakan fikiran, dan itu sudah dibuktikan IMM. DNA Mahasiswa itu kritik, tak ada satu kekuatan pun yang bisa menghentikan fikiran kritis Mahasiswa. Apabila di tengah kritis politik, karena tugas Mahasiswa mengkritik ekskapisme.

Selanjutnya, kader IMM sebagai laboratorim moral karena didalam tri citra IMM tertangkup kompetensi religiusitas yang terealisasikan sejalan dengan intelektualitas, dan humanitas yang bukan hanya secara konseptual melainkan diupayakan terimplementasikan dalam lahan kerja dakwah IMM.

Sejauh ini IMM mampu menghasilkan kader-kader yang religius yang siap untuk membekali diri dan siap pula  berkecimpung dalam masyarakat sebagai kader umat dengan senantiasa membumikan ajaran nilai-nilai Al-Islam Ke-Muhammadiyahan.

Kemudian, output dari sistem IMM sebagai laboratorium intelektual dan moral mampu menjadikan kader tersebut mentransformasikan untuk kepentingan umat, dan menjadi umat terbaik yang senantisa selalu memperkokoh iman menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan yang mungkar. Sebagaimana tertuang dalam Q.S. Ali-Imran ayat 110, yang artinya sebagai berikut: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan berian kepada Tuhan”.

IMM lahir bukan hanya sebagai organisasi pemikir maupun hanya sebagai organisasi gerakan tanpa pikiran. IMM lahir untuk menjadi organisasi yang selalu mengkedepankan pemikiran dan merealisasikan dalam gerakan, serta menjadi organisasi yang terus berpacu mewujudkan insan akhlak mulia dengan secara radix menumbuhkan pemimpin-pemimpin masa depan demi memperjuangkan Islam sebenar-benarnya.

Preli Yulinto, PC IMM Universitas Muhammadiyah Palembang

Exit mobile version