Ahmad, seorang kepala keluarga yang bertanggung jawab. Meski ia berpendidikan rendah, namun dengan semangatnya untuk menghidupi kelima buah hatinya sangat tinggi. Ia tidak ingin anaknya tidak berpendidikan tinggi seperti dirinya. Ia ingin agar anak-anaknya sukses dalam kehidupannya dengan menempuh pendidikan tinggi, meski dengan resiko biaya yang tinggi pula. Pekerjaan demi pekerjaan ia lakoni hingga ia bergabung dalam sebuah perusahaan outsourcing dan ditempatkan pada sebuah perusahaan BUMN ternama di negeri ini.
Sebagai tenaga OS, Ahmad dikontrak selama 2 tahun dan dapat diperpanjang jika dapat menunjukkan kinerja yang baik. Ia bekerja sebagai tenaga administrasi di perusahaan itu. Berbekal semangatnya untuk menghidupi kelima anak-anaknya tersebut maka ia semakin giat bekerja. Di awal ia bekerja, ia mempunyai kemampuan untuk menjalankan tugasnya dengan baik. Berangkat pagi hari dan pulang hingga larut malam, sering ia lakoni.
Kesibukannya dalam bekerja membuatnya lupa untuk bersosialisasi dengan rekan-rekannya sesama OS maupun tenaga organik di perusahaan itu. Bahkan ia sering dikucilkan oleh rekan kerjanya hingga ia merasa sendirian dalam menghadapi tugas-tugasnya. Perasaan inilah yang merusak suasana hatinya untuk bekerja sehingga kinerjanya terus menurun hingga akhir masa kontraknya. Setelah dilakukan evaluasi maka ia perusahaan memutuskan untuk tidak meneruskan kontrak Ahmad. Nasib sial menimpa dirinya, dengan apa ia akan mewujudkan cita-cita kelima buah hatinya?
Ilustrasi di atas menggambarkan kepada kita bahwa seorang pekerja yang mempunyai kinerja baik dalam tugas jabatannya dapat mengalami penurunan kualitas kinerja jika ia tidak memelihara hubungan kerjasama atau setidaknya koordinasi dengan rekan kerja lainnya.
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa sebaik apapun kita menjalankan tugas kita sebagai pekerja tidak selalu membuat produktivitas kita meningkat. Dalam realitanya, kinerja seseorang dapat difahami dengan dua pembagian kinerja, yaitu kinerja tekstual dan kontekstual. Kinerja tekstual ini adalah kinerja yang berkaitan dengan uraian dan prosedur tugas individu dalam sebuah posisi atau jabatan.
Sedangkan kinerja kontekstual adalah kinerja yang didukung dengan hubungan kerja antara pekerja dengan rekan kerjanya, atasan maupun bawahannya. Jika kita ingin meningkatkan kinerja kita maka kedua jenis kinerja tersebut harus diseimbangkan dengan berfokus kepada kualitas kinerja tasktual maupun kontekstual. Contoh ilustrasi sebelumnya menggambarkan Ahmad mempunyai kinerja tekstual yang berkualitas namun kinerja kontekstualnya rendah.
Akhirnya, penurunan kinerja kontekstualnya tersebut juga mempengaruhi penurunan kualitas kinerja tekstualnya. Oleh karena itu, kedua jenis kinerja tersebut harus seimbang dalam peningkatan kualitas kinerjanya. Bukankah kita harus saling tolong menolong dalam kebaikan?
Wallahu a’lam bi shawab
Rubrik Motivasi hidup Islami dalam kehidupan karier profesional. Diasuh oleh Dr M G Bagus Kastolani, Psi, seorang psikolog dan kader Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 12 Tahun 2019