Apa yang menyebabkan suatu perkara tidak kunjung usai? Tiada lain ialah hilangnya sikap sidiq. KBBI mengartikan sidiq sebagai benar, jujur. Asalnya, sidiq berasal dari bahasa Arab, al-shidqu. Lawannya, al-kadzibu. Tentang al-shidqu, ada beragam makna dari para ulama. Tetapi intinya adalah integritas.
Sikap sidiq wajib kita miliki, jika ingin hidup damai dan tenteram. Sabda Rasulullah sangat jelas:
إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ … فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ
“Sungguh sidiq itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan menunjukkan kepada surga … Sementara dusta itu membawa kepada keburukan, dan keburukan mengantarkan kepada neraka.”(HR Bukhari).
Sidiq (integritas) merupakan satu dari empat sifat Rasulullah, selain amanah (kredibilitas), tabligh (akuntabilitas), dan fathanah (kecerdasan). Integritas berarti padu antara ucap dan sikap, janji dan bukti, visi dan aksi. Kredibilitas adalah terpercaya. Akuntabilitas maksudnya mampu memberikan informasi secara akurat. Cerdas bermakna sanggup menangkap peluang secara cepat, cermat, tepat.
Maka, di bagian akhlak pribadi dalam buku Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) disebutkan, “Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk meneladani perilaku Nabi dalam mempraktikkan akhlak mulia, sehingga menjadi uswah hasanah yang diteladani oleh sesama berupa sifat sidiq, amanah, tabligh, dan fathanah.”
Rasulullah sangat sopan, jujur, tidak pernah berdusta. Michael H Hart, dalam The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History meletakkan beliau sebagai manusia paling berpengaruh di dunia. Digelari “Al-Amin” sedari muda karena saking jujur dan dapat dipercayanya. Bukan hanya manusia yang mengakui keunggulan akhlak Rasulullah. Allah, sang pencipta manusia, juga memuji beliau. “Dan sungguh engkau benar-benar berbudi luhur.” (QS Al-Qalam/68: 4).
Orang yang sidiq, hidupnya tenang. Tidak was-was. Masyarakat sekitar nyaman. Berbeda dengan pembohong. Sekali berbohong, memaksa pelakunya membuat kebohongan-kebohongan baru demi menutupi kebohongan yang pertama. Bohong memang sumber keburukan.
Ingat, apa yang membikin Raja Najasyi (Ashamah bin Abjar), menerima rombongan Muslimin yang mencari suaka ke Habasyah. Ja’far, pemimpin rombongan Muslimin, saat ditanya soal Islam yang menyebabkan dirinya dan rombongannya dimusuhi kafir Makkah, Ja’far bersikap sidiq.
“Paduka yang mulia,” tutur Ja’far. “Dulu kami menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan pekerjaan keji, memutuskan silaturahmi, menyakiti tetangga, dan menyakiti orang yang meminta perlindungan. Yang kuat memakan yang lemah. Hingga Allah mengutus kejujuran, ketulusan, dan kesucian jiwanya. Dia mengajak kami mengesakan Allah, dan agar meninggalkan patung dan berhala yang selama ini kami sembah secara turun temurun. Dia menyuruh kami bicara benar, menunaikan amanah, menyambung silaturahmi, berbuat baik kepada tetangga, tidak melanggar larangan, dan tidak membunuh orang lain. Kami dilarang berbuat zina, berbohong, memakan harta anak yatim, dan menuduh wanita baik-baik berbuat zina. Kami mempercayai dan mengikutinya.”
Raja Najasyi terkesima, lalu berkata, “Bacakan padaku salah satu wahyu yang dibawa nabimu itu.” Ja’far membacakan beberapa ayat surah Maryam. Raja Najasyi menangis. Begitu juga para pendeta yang hadir di ruangan itu.
Inilah pengaruh sidiq, sifat para Nabi. Di antara ciri orang sidiq ialah [1] Tegar terhadap cita-cita yang diyakini—(QS Al-Ahzab/33: 23). [2] Tidak ragu berjihad dengan harta dan jiwa—(QS Al-Hujurat/49: 15). [3] Beriman kepada Allah, Rasulullah, berinfak, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menepati janji, dan sabar—(QS Al-Baqarah/2: 177). [4] Punya komitmen teguh terhadap Islam—(QS Ali Imran/3: 101).
Mari budayakan dari sekarang. Dan cara untuk menggapai sikap sidiq itu jelas. Yaitu senantiasa memperbarui iman, ilmu, dan akhlak. Kemudian, satu prinsip yang harus senantiasa ditanamkan dalam-dalam: Jangan pernah berbohong, meskipun baru berupa niat di hati. Lalu, mari terus backing tekad mulia ini dengan zikir dan doa.
M Husnaini, Penulis Buku. Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PCM Solokuro, Lamongan
Sumber: Majalah SM Edisi 2 Tahun 2017