Hukum Menjual Gambar atau Patung Makhluk Bernyawa
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Saya Isna, saya membaca salah satu tulisan di link: http://www.fatwatarjih.com/2015/03/hukum-membuat-patung-dan-melukis.html/m=m1, mengenai hukum patung dan melukis. Apakah menjual gambar atau patung makhluk bernyawa tidak untuk sesembahan juga dibolehkan? Sedangkan ada hadis yang mengatakan bahwa pembuat gambar itu siksaannya amat pedih dan disuruh menghidupkan apa yang telah dibuatnya. Hal ini karena pembuatan patung itu menyerupai ciptaan Allah. Mohon sekiranya admin berkenan menjawab pertanyaan saya.
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Isnaeni Nurhayati (disidangkan pada Jum‘at, 29 Rajab 1440 H / 5 April 2019 M)
Jawaban:
Wa ‘alaikumus salam wr. wb.
Terima kasih atas pertanyaan yang telah saudari percayakan kepada Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah untuk menjawabnya.
Mengenai ancaman bagi pembuat gambar atau patung telah dijelaskan secara tegas dalam Tanya Jawab Agama Jilid V, pada bab Kesenian halaman 218—229, bahwa siksaan yang disebutkan dalam hadis secara khusus ditujukan bagi pembuat gambar atau patung yang dibuat untuk disembah, sebagaimana kebiasaan masyarakat jahiliah yang menjadikan berhala sebagai wasilah untuk memanjatkan permohonan-permohonan. Namun, apabila dikaitkan dengan konteks kekinian, pembuatan gambar dan patung lebih diidentikkan dengan cabang seni rupa, sehingga baik gambar maupun patung untuk konteks saat ini, lebih cenderung dianggap sebagai sebuah karya seni rupa yang memiliki nilai estetis, bahkan nilai ekonomi yang tinggi, terutama jika karya tersebut diciptakan oleh seorang maestro.
Selain itu, manusia juga membutuhkan benda-benda karya seni rupa untuk berbagai kebutuhan. Contohnya patung anatomi manusia memiliki manfaat untuk mempermudah proses pembelajaran di lembaga pedidikan, atau patung para pahlawan yang dijadikan sebagai monumen, dan lain-lain. Bahkan, karya seni rupa, baik berupa patung maupun gambar, seperti wayang, boneka tangan, komik, lukisan, kaligrafi, dan lain-lain juga bisa digunakan sebagai media dakwah.
Melihat manfaat benda seni rupa yang begitu besar dalam kehidupan manusia, maka benda seni rupa menjadi salah satu kebutuhan hidup manusia. Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa tidak semua orang mampu berkarya membuat benda-benda seni rupa untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga untuk mendapatkannya manusia membutuhkan peran orang lain yang ahli dalam membuat karya-karya seni rupa tersebut. Salah satu cara untuk mendapatkannya yaitu dengan cara jual beli.
Dalam Islam, hukum dari jual beli adalah mubah, sebagaimana firman Allah swt.,
… وَ أَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَ حَرَّمَ الرِّبَا … [البقرة، 2: 275].
“… Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba …” [QS. al-Baqarah (2): 275].
Pada ayat di atas, lafal al-baiʻ berlaku umum bagi seluruh transaksi jual beli. Sehingga, jual beli gambar atau patung makhluk bernyawa, dengan ketentuan seperti pada penjelasan di atas, pada dasarnya termasuk dalam jual beli yang mubah dan halal, sebagaimana kaidah fikih,
الأَصْلُ فِيْ الـمُـعَامَلَاتِ الإِبَاحَةُ.
“Hukum asal muamalah adalah mubah.”
Untuk lebih jelasnya, hukum jual beli gambar dan patung makhluk bernyawa dapat dibedakan menjadi tiga kategori, tergantung pada ‘illatnya (sebabnya):
- Jika gambar atau patung tersebut dibuat untuk dijadikan sesembahan atau yang semacamnya, maka hukumnya haram berdasarkan nash.
- Jika gambar atau patung tersebut dibuat untuk sarana pendidikan dan pengajaran, hukumnya mubah dan halal.
- Jika gambar atau patung tersebut dibuat untuk perhiasan, maka hukumnya terbagi menjadi dua; pertama, jika tidak mendatangkan fitnah, maka hukumnya mubah; kedua, jika mendatangkan fitnah, seperti gambar atau patung yang mengandung unsur syirik, memperlihatkan kemewahan, mempertontonkan aurat manusia, mendorong pada nafsu birahi, atau mengandung unsur pornografi, maka hukumnya haram.
Dengan demikian, berdasarkan nilai-nilai kemanfaatannya, maka hukum transaksi jual beli gambar atau patung adalah boleh dan dinilai sah. Selain itu, aspek lain yang perlu diperhatikan adalah dalam proses penjualan gambar dan patung tersebut, tidak ditawarkan dengan cara menyatakan bahwa benda-benda tersebut memiliki kekuatan magis, layaknya jimat dan benda-benda lainnya yang erat kaitanya dengan aliran paganisme, dinamisme, atau keyakinan-keyakinan lain yang menyimpang dari ajaran tauhid Islam.
Wallahu aʻlam bish-shawab.
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 2 Tahun 2020