YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah didirikan pada 12 Muharram 1388 H. Hingga kini 12 Muharram 1442 H PUTM memperingati Milad yang ke-54.
Milad kali ini diperingati PUTM untuk yang pertama kalinya. Setelah diketahui secara kalender hijriyah maupun masehi yang disusun oleh Tim Penulis Sejarah PUTM. Jika secara masehi, PUTM didirikan pada 10 April 1968.
Latar belakang didirikannya PUTM adalah melihat secara realitas akan langkanya ulama pada saat itu. Untuk menjawab tantangan tersebut, PUTM didirikan sekaligus diharapkan sebagai estafeta keberadaan ulama ke depannya.
Milad yang digelar secara virtual ini dihadiri Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti, Mudir PUTM Drs Dahwan Muchrodji, MSi, Ketua BPH PUTM DRs Fahmi Muqoddas, MHum, dan Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof Dr Syamsul Anwar, MA.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti, MEd mengungkapkan bahwa PUTM merupakan salah satu institusi yang sangat penting di Muhammadiyah. Kerap ada kritik kepada Muhammadiyah mengenai kelangkaan ulama yang sebenarnya bernada konstruktif. Namun di samping itu ada juga yang bernada sinis.
“Ada yang bilang kalau di Muhammadiyah mencari ilmuan luar biasa, mudah sekali, dan jumlahnya ribuan. Mencari profesor di Muhammadiyah itu juga bukan sesuatu yang susah,” tutur Mu’ti.
Akan tetapi melalui kritik, Muhamamdiyah terlecut dengan menjawabnya melalui ikhtiar. Dalam hal ini melalui PUTM bermaksud membentuk ulama yang berkemajuan.
KH Ahmad Dahlan pernah mengajarkan kepada murid dan para penerus Muhammadiyah agar menjadi kiai yang berkemajuan. Ulama Muhamamdiyah tidak hanya fakih dalam ilmu agama, tetapi juga menguasai disiplin keilmuan modern.
Mu’ti menyebut fikih di Muhammadiyah sangat luar biasa maju, termasuk buku-buku yang diterbitkan Majelis Tarjih mendapat apresiasi positif. Salah satunya seperti Fikih Kebencanaan yang ditulis Majelis Tarjih dan para ulama di Muhammadiyah.
“Fikih Kebencanaan adalah fikih pertama yang secara sangat komprehensif menunjukkan betapa Muhammadiyah ini adalah organisasi berkemajuan, yang di dalamnya berhimpun para ulama yang berkemajuan itu,” tandasnya.
Pada masa Covid-19, fatwa-fatwa Tarjih dan para ulama Muhammadiyah tentang berbagai tuntunan ibadah mulai banyak dikutip dan diakui serta mendapat apresiasi dari berbagai kalangan. Karena Muhammadiyah mampu melakukan pengkajian terhadap masalah-masalah keislaman dan dalam kehidupan nyata.
Dalam melakukan pengkajian tidak hanya menggunakan dalil-dalil naqliyah tetapi juga dengan pembuktian aqliyah dan ilmiah yang menjadikan fatwa hadir sebagai tuntunan yang utuh.
“Disinilah Muhammadiyah mampu menyandingkan antara Islam dengan ilmu pengetahuan. Bahkan lebih dari itu, mengintegrasikan Islam dengan ilmu pengetahuan,” tandas Mu’ti.
Inilah tantangan yang harus dijawab oleh ulama Tarjih Muhammadiyah yang menjadi harapan persyarikatan dengan dakwah yang mencerahkan. Serta menjadi pewaris dan melanjutkan misi risalah dalam menyampaikan ajaran agama Islam.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof Dr Syamsul Anwar, MA mengungkapkan bahwa PUTM merupakan wadah bagi pembinaan kader keulamaan di lingkungan Muhammadiyah. Tantangan ke depannya yang harus dibuat rencana strategis diantaranya yang mendesak adalah pembangunan kampus terpadu dan kurikulum. Selain itu juga PUTM didorong untuk merancang kemandirian institusi.
“Tidak kurang pentingnya yaitu PUTM ke depan berencana menggembangkan kekuatan ekonomi. Sehingga tidak bergantung kepada pihak luar, tapi mampu melakukan kecukupan sendiri. Kita melihat berbagai lembaga pendidikan lain, pesantren-pesantren mereka mampu mandiri,” ungkap Syamsul. (Riz)