JAKARTA – Al-Wasat bekerjasama dengan Genial.Id mengadakan acara Diskusi Virtual Jelang Pengukuhan Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed. dengan tema “Jalan Panjang Mewujudkan Pendidikan yang Pluralistis” pada Selasa (1/9), tepat sehari sebelum Prof. Abdul Mu’ti dikukuhkan secara resmi sebagai Guru Besar Pendidikan Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2/9).
Hadir sebagai narasumber, Zakiyuddin Baidhawy (Rektor IAIN Surakarta), A. Sonny Keraf (Dosen Unika Atma Jaya), Jacky Manuputty (Sekjen PGI), dan Diyah Puspitarini (Ketua Umum PP Nasyiatul Aisyiyah). Diskusi virtual yang dihadiri ratusan peserta dari seluruh Indonesia ini dimoderatori oleh Neni Nur Hayati (Direktur DEEP).
Dalam pengantarnya, Faozan Amar selaku Direktur Al-Wasat Institute mengatakan acara ini merupakan penghormatan kepada Mas Mu’ti. “Walaupun memiliki kesibukan sebagai Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Mas Mu’ti mampu meraih gelar Guru Besar dengan cum yang tinggi. Bukan GBHN alias Guru Besar Hanya Nama, atau Guru Besar kaleng-kaleng kalau kata anak zaman sekarang. Hal itu terbukti dengan salah satu karyanya, yaitu buku Kristen Muhammadiyah.” ungkapnya.
Menurut Zakiyuddin Baidhawy, disertasi Prof. Abdul Mu’ti adalah karya fenomenal yang menerangkan dengan baik betapa pentingnya toleransi dalam dunia pendidikan di Indonesia. “Toleransi adalah fondasi keadaban publik dan merupakan cara kita membangun perdamaian. Dari buku Mas Mu’ti, kita bisa melihat dengan nyata kehidupan masyarakat yang plural dalam dunia pendidikan,” pujinya.
Adapun Sonny Keraf mengapresiasi visi pendidikan pluralistis inklusif yang dikembangkan Muhammadiyah di seluruh Indonesia. “Sebagaimana yang diteliti oleh Pak Mu’ti di Ende, Serui, dan Putussibau, pendidikan Muhammadiyah bisa dijadikan sarana dakwah. Namun, bukan hanya dakwah Islam, melainkan dakwah nilai-nilai universal. Muhammadiyah memuliakan, memajukan, dan memberdayakan seluruh umat manusia tanpa membedakan SARA,” ujarnya.
Sementara itu, Jacky Manuputty menilai karya Mas Mu’ti memperluas horizon kemajemukan di republik ini. “Riset yang dilakukan Mas Mu’ti menunjukkan bahwa pendidikan sangat penting dalam memperkuat nilai-nilai toleransi. Kami, non-Muslim, diajak mengenal Muhammadiyah lebih dekat. Jejak historis pendidikan Muhammadiyah memiliki kontribusi besar dalam perjalanan bangsa ini,” ungkapnya.
Dyah Puspitarini, dalam paparannya, menyatakan bahwa senior dan mentornya tersebut sangat layak memperoleh gelar Guru Besar. “Mas Mu’ti sangat senang berbagi ilmu kepada kaum muda-mudi. Ia selalu gelisah dan memikirkan pentingnya regenerasi kaum muda yang berkhidmat dalam dialog antarumat beragama, lintas iman, serta memiliki jejaring nasional maupun internasional,” ungkapnya.
Mas Mu’ti yang hadir di penghujung acara mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukungnya selama ini dan memberikan ucapan atas pengukuhannya sebagai Guru Besar. Menurutnya, harmoni meniscayakan perbedaan, namun perbedaan tersebut harus diorkestrasi dengan baik. “Ini bukan titik kulminasi, tetapi titik awal agar saya lebih produktif. Tolong doakan agar saya selalu sehat dan tidak pikun, karena katanya profesor cepat pikun,” ujarnya, yang disambut gelak tawa para peserta.
(FSA)