Iman Membentuk Kemuliaan Akhlak

Iman kepada Allah

Iman kepada Allah

Iman Membentuk Kemuliaan Akhlak

Dadang Kahmad

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang yang khusyu’ dalam shalatnya dan orang yang menjauhkan diri dari yang tidak berguna dan orang yang menunaikan zakat, dan orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri mereka dan budak belian yang mereka miliki; maka sesungguhnya dalam hal seperti itu tidak tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang yang memelihara amanat, memelihara janjinya dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah yang akan mewarisi surga firdaus. Mereka kekal di dalamnya”. (Qs Al-Mu’minun: 1-11)

Ayat tersebut menggambarkan adanya keterkaitan antara iman (akidah) dengan perilaku manusia. Orang beriman akan khusyu’ dalam shalatnya, menjauhkan diri dari kehidupan yang siasia, seperti yang disabdakan Rasulullah saw, “Dari kebaikan orang Islam adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi dirinya”.

Oleh karena itu, tidak pantas bila seorang yang mengaku beriman tetapi menyia-nyiakan waktu, menyia-nyiakan masa muda, menyia-nyiakan kesehatan, menyia-nyiakan kekayaan dan menyia-nyiakan kesempatan atau peluang. Tidak sedikit manusia menyia-nyiakan masa muda. Karena salah mengartikan kemudaan. Mereka berprinsip yang kurang benar, “Masa muda tidak akan kembali,” karena itu digunakan untuk berfoya-foya dan melayang-layang dalam lamunan (panjang lamunan alias suka mengkhayal).

Orang yang telah percaya penuh kepada Allah, maka mereka akan senantiasa melaksanakan perintah Allah, menjaga shalat, membayar zakat, menjauhkan diri dari kemaksiatan dan kemunkaran. Orang beriman sadar betul bahwa kehidupan ini sementara dan segala amal dan perbuatan akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah kelak.

Karena itu, orang beriman selalu menjaga dirinya dari melakukan dosa dan maksiat karena akan menyebabkan penyesalan yang menderita. Orang yang imannya sempurna selalu memegang janjinya, menjaga amanah yang dibebankan kepadanya. Takut bahwa amanah tersebut tidak bisa ia tunaikan, maka ia akan selalu berhati-hati dan menjaga amanah tersebut.

Hifdul Amanah (menjaga amanah), adalah salah satu pekerjaan mulia. Banyak orang yang diberi amanah jabatan dan amanah kepercayaan, mengkhianatinya. Timbulnya krisis negara dan krisis ekonomi yang menimpa suatu bangsa banyak disebabkan oleh karena kurangnya para pemimpin bangsa tersebut menjaga amanah. Sehingga, terjadi banyak penyalahgunaan wewenang, korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi suatu kebiasaan, yang akhirnya menimbulkan krisis kepercayaan rakyat terhadap pemimpinnya, yang terakumulasi menjadi protes sosial dan kerusuhan.

Oleh karena itu, keimanan yang kuat harus dimiliki oleh siapa saja yang akan menjadi pemimpin masyarakat agar ia berakhlak mulia, menjaga amanah dan memenuhi janji. Hanya imanlah yang bisa mengatur manusia mukmin untuk menghadapkan wajahnya kepada Allah, taat kepada perintah-Nya dan mengikuti sunnah Rasul. Iman membuat orang mukmin melakukan hubungan dengan sesama manusia dengan berpedoman kepada aturan Allah. Segala geraknya orang mukmin, baik dalam rangka bekerja atau berniaga, berpolitik atau memimpin dan juga bermuamalah dengan manusia ia selalu merujuk kepada keimanan pada kitab Allah dan Sunnah Rasulullah saw. (IM)

Sumber: Majalah SM Edisi 14 Tahun 2018

Exit mobile version