Assalamu’alaikum wr wb. Bu Emmy yth, saya (33 tahun), ingin curhat masalah rumah tangga saya. Sejak suami bekerja di tempat bekerja sekarang, jadi sok sibuk. Misalnya, HP tidak lepas dari tangannya, banyak menghadiri acara sampai larut malam yang acaranya melenceng dari pekerjaannya. Bila ditanya baikbaik, ia marah dan mengatakan saya tidak mendukung karirnya. Karir mana yang bisa dicapai dengan karaokean? Dan bergenit-genit dengan perempuan?
Suatu ketika saya mendapati pesan singkat dari perempuan di ponselnya. Mereka sering bertelepon. Saya anggap ia sudah berselingkuh. Saya sudah menelepon perempuan itu, tapi mereka tidak mengaku. Saya tetap merasa mereka ada hubungan spesial. Nyatanya, suami jadi pemarah dan jijik bila saya sentuh. Beberapa kali saya minta cerai, tapi suami menolak. Saya pun luluh karena kami punya anak perempuan yang masih TK.
Puncaknya, ada suatu kejadian yang membuat kami bertengkar di depan anak kami. Suami seperti mau memukul sampai anak kami menangis ketakutan. Bu, salahkah bila saya minta cerai demi baiknya perkembangan anak? Bila melihat orang tuanya suka bertengkar, bukankah memori itu akan menempel. Tapi suami tidak mau menceraikan saya. Sementara kelakuannya juga tidak berubah. Janjinya untuk berubah hanya kosong. Saya bingung, tolong saya, Bu! Jazakumullah atas jawabannya.
Wassalamu’alaikum wr wb. Ning, di S
Wa’alaikumsalam wr wb. Bu Ning yang baik, ada berbagai cara dalam memahami suatu masalah. Hal penting untuk diketahui, saat membuat keputusan, sikap kita dalam memahami sesuatu harus diuji kebenaran, kelayakan, dan kelazimannya.
Dalam hubungan suami-istri, opini muncul dari kecemburuan yang melahirkan pemikiran negatif hingga diyakini sebagai kebenaran. Bahayanya, kalau ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, kita mengambil keputusan yang tidak tepat. Maka, demi kelangsungan perkawinan, alangkah baiknya kalau langkah pertama bu Ning adalah meyakini bahwa Ibu bertindak atas fakta objektif. Ibu bilang, suami berubah menjadi pemarah. Apa benar perubahan sifat ini karena ia berselingkuh?
Ada istri yang baru mengatakan suaminya selingkuh kalau sudah terjadi hubungan badan. Tapi, ada juga istri yang memvonis suami berselingkuh karena terus menerus chatting. Tetapi, hal ini tidak cukup untuk menjadi dasar perceraian, bukan? Ibu harus menindaklanjuti dengan pencarian fakta. Yang jelas, ketika ibu punya masalah, jangan memperluasnya. Justru, harus mencari solusinya. Langkah ini bisa dimulai dari fakta positif bahwa suami tidak mau menceraikan.
Hendaknya, kita jangan mudah mengeluarkan kata minta cerai, kecuali Ibu mengalami KDRT. Saya sangat enggan menyarankan perceraian. Karena, banyak sekali alternatif penyelesaian masalah rumah tangga. Dan perceraian bukan salah satu solusi. Kalaupun ada masalah yang diselesaikan, akan muncul masalah baru saat perempuan menjadi janda.
Lihatlah dari sudut pandang berbeda, bicaralah secara dewasa bila marah sudah mereda. Apa keinginan suami dan istri? Apa harapan ibu pada suami? Lalu tetapkan bersama mau dibawa kemana perkawinan ini? Kalau sepakat tidak ingin bercerai, keduanya harus mempunyai itikad baik untuk berubah. Bagian pentingnya adalah bagaimana itikad baik ini dilaksanakan. Inilah ujiannya, yaitu komitmen untuk berubah.
Agresivitas tidak boleh ditumbuhkan di keluarga, apalagi dilakukan di depan anak. Nah, garis bawahi hal ini kepada suami. Saran saya beri suami rasa nyaman saat ia bersama Ibu. Agar jengkel dan marahnya mereda. Jangan diajak bertengkar terus. Jelas, ini melawan hati dan perasaan, karena sedang jengkel, bukan? Tapi, tahan diri untuk hasil yang lebih besar, ya. Hindari kebiasaan bertindak atas dasar curiga dan opini. Keinginan mencari fakta akan menumbuhkan kebiasaan tidak meledak dengan spontan. Pikir dulu, lihat lalu pikir bagaimana akan menyampaikannya pada suami.
Semoga Allah memberi kekuatan pada Ibu untuk segera mengajak suami untuk menjalankan ini secara bertahap. Aamiin
Kami membuka rubrik tanya jawab masalah keluarga. Pembaca bisa mengutarakan persoalan dengan mengajukan pertanyaan. Pengasuh rubrik ini, Emmy Wahyuni, SPsi. seorang pakar psikologi, dengan senang hati akan menjawabnya
Sumber: Majalah SM No 21 Tahun 2017