Khutbah Jum’at Jangan Terlena Kenikmatan Dunia
SAFWANNUR
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بالله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إلهَ إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
قَالَ تَعَالىَ: يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Dalam Al-Qur’an Allah menyebutkan sifat manusia yang cenderung memiliki rasa cinta terhadap kenikmatan dunia.
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Q.S.Ali Imran: 14).
Memiliki kecintaan terhadap hal tersebut tentu tidak dilarang karena itu merupakan fitrah manusia. Sebagai orang mukmin kita hanya dituntut untuk bersikap waspada dan mengelola dengan sebaik-baiknya, serta efisien dalam mempergunakan nikmat yang diberikan. Segala kenikmatan yang Allah anugerahkan mesti disyukuri dan dipergunakan sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Rasulullah menyebutkan bahwa manusia sering kali tidak mensyukuri nikmat yang diberikan Allah kepadanya.
Dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw bersabda: “Ada dua nikmat di mana manusia banyak tertipu karenanya, yaitu nikmat kesehatan dan kesempatan.”(H.R.al-Bukhari).
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Ketika sehat, manusia lupa betapa pentingnya nikmat kesehatan itu. Saat terbaring lemah, barulah sadar betapa berharganya nikmat sehat itu. Begitu juga ketika memiliki waktu luang manusia tidak merasakan nikmatnya waktu tersebut. Hari-harinya kadang hanya dihabiskan untuk berfoya-foya. Saat semua itu telah hilang dari dirinya, barulah manusia menyadarai betapa berharganya kenikmatan yang diberikan. Ketika sudah seperti itu, yang ada hanyalah penyesalan dan harapan agar kesempatan itu bisa terulang kembali. Tentu saja hal itu mustahil bisa terjadi, yang sudah berlalu tidak mungkin kembali. Kesehatan dan kesempatan yang Allah berikan seharusnya dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam upaya melakukan ketaatan.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Waktu begitu cepat berlalu. Oleh sebab itu, seyogyanya hari-hari yang kita lalui selalu terisi dengan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat. Belum tentu kesempatan yang sama bisa kita dapatkan di lain waktu. Lagi pula kita tidak tahu kapan ajal datang menjemput. Maka dari itu, disiplin dalam bekerja dengan tidak menunda-nunda pekerjaan yang mungkin dilakukan saat ini, merupakan metode yang tepat dalam penggunaan waktu.
Ungkapan Rasulullah “dimana manusia banyak tertipu karenanya” dalam hadits diatas mengisyaratkan bahwa hanya sedikit manusia yang mampu mempergunakan kedua nikmat itu secara optimal. Maka yang sedikit inilah termasuk orang yang beruntung. Orang yang tidak bisa memanfaatkan dengan baik kedua nikmat itu tergolong orang yang rugi. Dia tertipu dan terlena dengan glamornya kenikmatan dunia yang semu, tanpa menyadari bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara. Hal ini senada dengan firman Allah:
“…Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.”(Q.S. Saba’:13)
Dalam kitab Fathul Bari, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah berkata: ”kenikmatan adalah keadaan yang baik. Ada yang mengatakan, kenikmatan adalah manfaat yang dilakukan dengan bentuk melakukan kebaikan untuk orang lain.”
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Ketika fisik masih bugar dan kesempatan masih ada, apapun yang kita inginkan bisa terlaksana dengan baik. Tapi, perlu diingat bahwa kesehatan dan kesempatan tidak selamanya bisa kita nikmati. Ada kalanya kita ditimpa sakit yang menyebabkan tersendatnya aktivitas sehari-hari. Ketika sakit menimpa, maka tubuh akan terasa lemah, mata sulit terpejam, mulut tidak selera makan dan kaki sulit untuk digerakkan kemana saja. Efeknya ibadah tidak bisa terlaksana secara maksimal. Adakalanya juga kita disibukkan dengan rutinitas yang melelahkan, menghadapi berbagai problematika kehidupan yang menguras tenaga dan pikiran.
Selama nikmat kesehatan dan kesempatan masih kita rasakan, maka selama itu pulalah hendaknya kita habiskan untuk mengabdi kepada Allah. Itulah waktu yang tepat untuk mempersiapkan amal sebanyak-banyaknya sebagai bekal perjalanan menuju alam keabadian. Dunia merupakan ladang untuk bercocok tanam yang hasil panennya akan diperoleh kelak di akhirat. Jangan sampai kesempatan yang kita miliki terlewatkan dengan sia-sia, agar tidak menyesal di kemudian hari, karena penyesalan pasti selalu datang di akhir.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Manusia yang terlena dengan kenikmatan dunia, akan selalu mengejar dunia dengan berbagai cara. Orientasi hidupnya hanyalah untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Hawa nafsu diperturutkan tanpa menyadari bahwa segala kenikmatan itu hanyalah titipan sementara waktu, yang mesti dipelihara sebaik mungkin. Semakin dia mengejar dunia, semakin menjauhkannya dari cahaya ilahi. Ibarat minum air laut, semakin banyak diminum, akan semakin membaut dahaga. Kesibukannya mengurus harta melalaikannya dari mengingat Allah dan mensyukuri segala nikmat yang diberikan kepadanya.
Sebaliknya hamba Allah yang saleh, akan memanfaatkan segala kenikmatan dunia sebagai alat untuk memudahkannya menuju alam akhirat. Kemewahan dunia yang dimiliki tidak menyebabkannya terlena dan terpedaya dengan bujuk rayu setan. Seluruh waktunya didedikasikan untuk beramal sebanyak-banyaknya. Semakin bertambah kenikmatan yang diberikan, semakin besar pula rasa syukurnya kepada Allah. Tiada hari yang dilalui tanpa bermunajat dan bersyukur kepada Allah atas segala limpahan karunia yang diberikan kepadanya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Di akhirat kelak seluruh kenikmatan itu akan dimintai pertanggung jawaban. Ketika dikumpulkan di padang mahsyar, setiap manusia akan diinterogasi terhadap apa saja yang telah dikerjakannya di dunia, selama kesempatan hidup Allah berikan kepadanya. Amal perbuatan semuanya akan diperlihatkan, tidak ada yang bisa mengelak dan berbobong dihadapan Allah. Baru setelah itu diputuskan ketempat manakah ia akan tinggal; di surga yang penuh kenikmatan atau neraka yang penuh siksaan. Semua tergantung pada amal perbuatannya masing-masing.
بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَجَعَلَنَا اللهُ مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِـرُ الله لِيْ وَلَكُمْ.
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ أَرْشَدَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، أَمَّا بَعْدُ؛
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ, رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَاْرحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُونَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفُ رَّحِيْمٌ، رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار
Safwannur, Alumnus Ponpes Ihyaaussunnah Lhokseumawe, Aceh dan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) Yogyakarta. Pengajar di Ma’had Darul Arqam Muhammadiyah Daerah Garut