IMM Itu Cendekiawan Berpribadi

imm

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

IMM Itu Cendekiawan Berpribadi

Oleh: Preli Yulianto

Polemik Kelahiran IMM yang dipersoalkan membawa benang merah hingga penjelasan secara tuntas oleh Farid Fathoni AF dalam karya yang bertajub pengupasan sejarah berdirinya IMM yang bersamaan dengan ingin dibubarkan HMI oleh pemerintah yang sudah terpengaruh manuver PKI yang mengacaukan kehidupan negara yang berfalsafah pancasila ini.

Kesadaran Ikatan sebagai organisasi kader Fathoni (1990) menjelaskan bahwa kesadaran Ikatan terhadap nilai kemanusiaan seseorang yang sangat tergantung dan senantiasa berbanding lurus dengan tingkat kemerdekaan yang dihayatinya, termasuk dari kebebasan dari rasa takut (freedom from fear). Dan dalam Islam telah mengajarkan bahwa kemerdekaan yang hakiki adalah tauhid, Tidak ada Tuhan yang pantas dipatuhi, ditunduki, disembah, kecuali Allah SWT, dan inilah kemerdekaan yang ultimate (The Ultimate declaration of independence).

Kader sebagai pasukan inti yang ditempa dalam proses yang dinamis hingga nanti diorbitkan dalam lahan aktualisasi yakni, persyarikatan, umat, dan bangsa. Diaspora kader menjadi jalan untuk membuka jalan baru dalam mewarnai dan menjalankan risalah kebenaran dalam memperjuangkan umat.

Kata-kata yang ternaung dan teruntai dalam benak kita, ialah petuah K.H. Ahmad Dahlan yang menegaskan yakni: “Jadilah kamu seorang insinyur, dokter, mentri tetapi kembalilah untuk Muhammadiyah”. Petuah Beliau, sangat merasuk pada kalbu sehingga sekalipun dan bagaimanapun kondisinya jadilah kader Muhammadiyah yang siap menajamkan visi amar mahruf nahi mungkar guna untuk kemashalatan umat.

Kader IMM itu Cendekiawan

Kader sebagai pasukan inti memiliki posisi dan peranan yang penting dalam tubuh IMM. Kader IMM itu cendekiawan muda muslim yang senantiasa mencerahkan peradapan manusia terutama kalangan mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya.

Cendekiawan menurut Sani (2017) menjelaskan bahwa seorang cendekiawan memiliki sikap yang memihak pada nilai tertentu, fundamental dalam melakukan transformasi sosial guna menciptakan masyarakat yang dicita-citakan. Sikap memihak yang dilakukan oleh cendekiawan tidak merasakan kenikmatan dengan ilmunya sehingga memilih untuk berada di menara gading, tetapi menginterprestasikan dunia untuk memberi nuansa perubahan ke arah yang lebih baik.

Sedangkan. menurut Mushilli dan Shafi (2009) menjelaskan bahwa seorang cendekiawan berbeda dengan masyarakat umum. Sebagai cerdik pandai, ia memiliki sikap mental dan kesadaran sosial yang tinggi untuk melakukan perubahan-perubahan konstruktif di tengah-tengah masyarakat. Tetapi, tidak mustahil pula jika mentalitas luhur sebagai cendekiawan berubah menjadi abadi (hamba sahaya) kekuasaan yang justru kerap kali memenjarakan rakyat. Terlepas dari perbedaan prespektif dalam memahami cendikawan, menurut Seymour Martin Lipset, cendekiawan adalah mereka yang menciptakan, menyebarluaskan dan menjalankan kebudayaan. Sehingga kelompok ini menjadi kreator, distributor, dan eksekutor proyek-proyek pengembangan kebudayaan.

Seorang cendekiawan itu menjunjung tinggi dan mengaplikasikan 3 unsur penting yakni: aqidah, intelektual, dan kemanusiaan bertransformasi menjadi manusia yang tergolong umat terbaik serta mewujudkan khoiru ummat. Secara kolektif kader dalam organisasi IMM harus berkontribusi dalam menjalankan sistem organisasi dengan penuh tangungjawab.

Hal tersebut, sebagaimana tertuang dalam Q.S. Ali-Imran ayat 110, yang artinya sebagai berikut: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Tuhan”.

Petuah yang disampaikan Buya Hamka yakni: “Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja”. Dari petuah beliau bisa kita tarik makna bahwa sosok cendekiawan dalam gerak dan daya jelajah dalam membangun dan menebarkan manfaat kepada masyarakat apabila tidak diniatkan karena Allah SWT. tentu tidak menuai berkah dan juga bernilai ibadah.

IMM sebagai laboratorium moral dan intelektual menjadi harapan besar mampu tetap konsisten melahirkan cendekiawan muda muslim yang siap mengemban tugas mulia demi negeri indah adil dan makmur, dan menjadi pewaris tampuk pimpinan nanti sesuai lantunan yang selalu menggema dalam lagu  “Mars IMM”. Dalam lagu tersebut, kader IMM berniat meng-ikrarkan untuk menjadi cendekiawan berpribadi yang sejati.

Kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan Mecerminkan Cendekiawan

Sosok cendekiawan tersemat dalam jiwa K.H. Ahmad Dahlan yang senantiasa berkiprah dalam jalan dakwah menuai rintangan, dan tantangan yang tidak mudah. Namun, semangatnya tak pernah pudar, gigih, dan ikhlas menebarkan kebaikan mencerahkan umat. Pemikiran-pemikiran dan realisasi beliau kala berkiprah menyumbangkan konseptual yang fundamental bagi perkembangan Muhammadiyah pada masa sekarang.

Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan menurut (Mu’ti, 2009) menjelaskan bahwa karakteristik pemikiran dan gerak Kiai Ahmad Dahlan merupakan pengaplikasian keyakinan agama Islam berkemajuan merupakan kerangka dasar dari Islam yang mencerahkan, mencerdaskan dan solutif. Islam yang berkemajuan merupakan kesatuan pengalaman dari Islam-Ihsan-Ilmu. Keagamaan yang tersebut berdiri dengan lima pondasi, pertama tahuid yang murni. Kedua, memahami Al-Quran dan As-Sunnah secara mendalam. Ketiga, melembagakan amal sholih yang berfungsional dan solutif. Keempat, orientasi kekinian di masa depan. Kelima, toleran, moderat dan suka berkerjasama.

Berangkat dari pemikiran-pemikiran berkemajuan tersebut K.H. Ahmad Dahlan membangun konseptual yang menghelatkan berkemajuan pada kala itu hingga terwujud Muhammadiyah pada waktu sekarang. K.H. Ahmad Dahlan telah membuktikan menjadi cendekiawan dengan kepemimpinan yang mampu mentransformasikan pemikiran menjadi action yang relevan dalam kemajuan peradapan Islam.

Bagaimana tidak, kini Muhammadiyah konsisten berkontribusi pada Negara dan universal dengan gerakan yang meliputi aspek healing (pelayanan kesehatan), schooling (pendidikan), dan feeding (pelayanan sosial). Aset Muhammadiyah yang tersebar dipenjuru dunia menebar manfaat dan kebaikan.

Menurut Rasid (2018) menjelaskan bahwa K.H. Ahmad Dahlan memiliki jiwa kepemimpinan transformatif yang bersifat karismatik, motivator, dan memiliki kecerdasan intektual serta berpikir visioner. Selain itu pula, K. H. Ahmad Dahlan memiliki kemampuan untuk melihat dan memahami secara emosional seluruh fenomena yang terjadi. Bahkan K. H. Ahmad Dahlan turut berempati tinggi terhadap posisi dan keadaan orang lain, terutama dalam hal perbedaan pandangan atau pendapat. Pandangannya tersebut bersifat inklusif relativis yaitu memandang positif terhadap perbedaan yang ada dan menganggap bahwa itu bukanlah perbedaan yang hakiki/mutlak namun disebabkan karena adanya perbedaan faktor-faktor luar. K.H. Ahmad Dahlan merupakan seorang pemimpin tranformatif yang senantiasa bergerak maju dan berinovasi sekaligus seorang tokoh pembaharu Islam di Indonesia.

Kepemimpinan Beliau yang memiliki prinsip dalam mengemban amanah dengan tanggungjawab manjadikan Muhammadiyah berkembang dengan kemajuan yang luar biasa. Falsafah hidup yang beliau jadikan prinsip dalam memimpin yakni, nrimo berasal dari bahasa jawa yang bermakna “menerima” secara konteks bahwasanya K.H. Ahmad Dahlan berani mundur satu langkah untuk maju dengan beberapa langakah alis wani ngalah (berani mengalah).

Peristiwa K.H. Ahmad Dahlan ketika dihadapkan dengan situasi saat ingin meluruskan arah kiblat dengan mengajak musyawarah para Kiai, dan ulama. Begitu banyak polemik, ada yang setuju dan banyak pula yang menolak kebenaran hingga ahirnya dalam forum tersebut tidak ada munfakat meluruskan kiblat. Lantas, apa yang dilakukan Beliau? Sikap nrimo wani ngalah itu Beliau lakukan dengan tetap memegang pendirian untuk memulai dari diri sendiri menjadikan arah kiblat Langgar Kidul lurus mengarah ke Masjidil Haram (Mekah), dengan ilmu falak yang beliau kuasai.

Selain itu, prinsip memimpin K.H. Ahmad Dahlan dengan sikap momong (mengurus/membimbing) yang seperti dilakukan saat membantu orang-orang miskin sekitaran alun-alun Jogjakarta, dan juga membantu pengobatan mereka dengan mendirikan rumah sakit atau memberikan obat gratis.

Dakwah K.H. Ahmad Dahlan dilakukan bukan hanya pada kalangan bawah saja tetapi juga pada kalangan elit pula dengan menggunakan media dakwah “pengajian akbar” tanpa membedakan kelompok tertentu, semua kalangan bisa mengikutinya dari status sosial atas sampai bawah.

Kemudian prinsip kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan dengan sikap tatas, tatag dan tutug dalam menjalankan dakwahnya. Sikap tatas alias tuntas/selesai senantiasa dilakukan K.H. Ahmad Dahlan dalam pemikiran beliau saat dihadapkan dengan problem utamanya terkait agama beliau selesaikan dengan segera mencari solusi terbaik dari permasalahan tersebut.

Selanjutnya, sikap tatag yang bermakna percaya diri, kokoh kemauan, dan tidak ragu dalam menjalankan berdakwah mengemban amanah dengan sungguh-sungguh. Sikap tutug berkaitan dengan sikap tatag yang bermakna pada keberhasilan kerja sebagai anugrah dari tindakan tatag.

Dan yang terpenting diantara prinsip beliau tersebut, ada prinsip yang paling mendasar beliau tanamkan dalam segala tindakan yakni, ikhlas dalam mengemban amanah, dalam memikul beban dan senantiasa ikhlas dalam menghadapi garam hingga pahitnya lika-liku berjuang di jalan dakwah memperjuangkan Islam seutuhnya.

Muhammadiyah ada dan maju hingga sampai sekarang ini karena didasari ke-ikhlasan para kader-kadernya yang senantiasa memegang amanah dengan baik. Penting bagi kader IMM untuk memahami dan belajar dari pendahulu kita untuk senantiasa selalu ikhlas dalam mengemban amanah dan tanggungjawabnya karena itu kunci Muhammadiyah ada sampai sekarang ini.

Preli Yulianto, PC IMM Universitas Muhammadiyah Palembang

Exit mobile version