Aktualisasi New Reality

muhammadiyah

Lumbung Pangan MCCC Dok SM

Covid-19 mengubah semua peta dan skema kehidupan masyarakat dunia. Hanya hitungan bulan, tatanan dunia berganti dengan kecepatan tinggi. Sebagian masyarakat mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri secara baik dengan adanya pandemi, sedang sebagian lain tergilas oleh derasnya arus perubahan yang lajunya layaknya kilat. Cepat sekali.

Siapakah mereka yang mampu beradaptasi dengan baik di masa pendemi kali ini? Sebagian besar dari mereka adalah orang, instansi, maupun organisasi, yang selama ini sudah memilih digital dan internet sebagai rel kegiatannya. Memang tidak semua orang, instansi, maupun organisasi yang kegiatannya berbasis pada big data bisa landing mulus melintasi tikungan tajam pandemi. Misalnya saja perusahaan penyedia tiket online hotel, pariwisata, dan transportasi. Tapi setidaknya mereka lebih siap, sebab sudah memiliki piranti berupa platform digital. Bandingkan dengan mereka yang belum memiliki platform digital? Pandemi lebih mudah melumatnya.

Lalu bagaimana semestinya laju dakwah Muhammadiyah saat pandemi, sekaligus bagaimana persiapan Persyarikatan menghadapi tantangan kenormalan baru (“New Normal”) pasca wabah korona ini? Sedikit atau banyak, ketepatan Muhammadiyah dalam merespons era “New Normal” tentu akan berakibat panjang terhadap eksistensi dan masa depan organisasi. Dan dengan adanya pandemi corona ini, sebagian besar setuju bahwa memulai menyelami dunia daring ialah alternatif yang mesti dicoba. Termasuk oleh organisasi sosial keagamaan peninggalan KH Ahmad Dahlan ini. Sebab langkah tersebut nantinya bisa makin menguatkan identitas Muhammadiyah sebagai organisai Islam modern, Islam berkemajuan.

Secara umum, era “New Normal” dipahami sebagai langkah untuk meraih pola kenormalan lama, hanya saja ditambahkan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Jadi masyarakat diperbolehkan beraktivitas sebagaimana sebelum adanya wabah, namun diwajibkan untuk saling menjaga diri dengan memegang teguh rambu-rambu yang dikeluarkan oleh dunia medis. Seperti membiasakan cuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah beraktivitas. Menjaga jarak antara satu dengan yang lain (Social Distancing). Menghindari kerumunan dan tidak berkerumun. Serta mengurangi aktivitas di luar rumah. Selama segalanya bisa dilakukan dari rumah, maka tetap ada dalam rumah adalah hal prioritas.

Jika demikianlah New Normal, tentu amat mudah untuk dipahami. Walau pada praktiknya, pola hidup sehat sebagaimana protokol dunia kesehatan, sulit untuk dijalankan. Hal ini, Agus Taufiqurrohman Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengatakan, tergantung kepada kemauan masyarakat untuk menjalankan kedisiplinan, baik individu maupun kelompok. “Kalau sudah ada panduan, sudah ada protokol, maka tugas kita adalah bagaimana ikut mengawal agar semua itu dilaksanakan dengan disiplin,” tandasnya.

Walau sebenarnya istilah New Normal sendiri dipandang Muhammadiyah kurang tepat. Abdul Mu’ti Sekretaris Umum PP Muhammadiyah lebih setuju dengan sebutan New Reality (realitas baru). Menurutnya, konsep new normal akan menjadi masalah baru (bukan alternatif solusi) jika tidak memiliki ukuran yang jelas terkait derajat normalitas di tengah pandemi saat ini. “New normal itu ada dimensi moral dan dimensi ideologinya. Sehingga ukuran normal itu apa? itu harus jelas. Dan itu problematik. Bahkan kalau dikaitkan dengan teori neurosains, kan ada otak normal dan otak sehat, nah ini ada sesuatu yang debatable,” kata Mu’ti.

Namun demikian, Mu’ti meminta agar seluruh pihak tak perlu terjebak terkait konsep new normal atau new reality tersebut. Sekarang, sarannya, penting semua pihak bisa tampil dan bekerjasama mencari solusi untuk membantu masyarakat Indonesia yang banyak terdampak Corona. Bagaimana mereka yang kehilangan pekerjaan bisa kembali dapat kerja. Anakanak dari rumah bisa memperoleh pendidikan dan belajar dengan sebaik-baiknya.

Namun apapun namanya, protokol kesehatan tetap menjadi acuan, namun akibat penerapan protokol tersebut, muncul pola bersosial baru, muncul pola beraktivitas baru. Ini yang harus sesegera mungkin untuk disikapi Muhammadiyah sebagai bentuk penyesuaian diri. Misalnya, Alpha Amirrachman, Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, menyebutkan, metode belajar dari rumah dengan digital, bertemu secara berkala, tidak berkerumun, itu semua akan menjadi realitas baru. Termasuk, lanjutnya, metode pembelajaran lama nantinya akan terkoreksi sendiri dengan adanya penyesuaian-penyesuaian baru ini. Dan kemungkinan besar akan melahirkan metode pembelajaran yang semakin efektif dan efisien. Hanya saja untuk melaluinya akan cukup berat.

Mengalihkan sementara semua aktivitas produktif ke layar daring memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Bekerja dan belajar secara online bukanlah hal mudah bagi pemula. Kendala paling utama, Alpha menyebutkan, adalah kesiapan mental. Karena belum terbiasa, maka bisa jadi akan muncul kebosanan. Berikutnya adalah masalah akses dan infrastruktur. Sebab tidak semua orang bisa menggunakan digital, kalau pun bisa, belum tentu memiliki fasilitas internet.

Namun demikian, Alpha tetap positif, bahwa dibalik segala peristiwa pasti ada hikmah yang amat berharga. Salah-satunya, pandemi telah memaksa dan mendorong semua orang, termasuk guru, untuk tampil kreatif dan inovatif. Hal serupa juga disampaikan Agus Sulistiyo Dunda Sekretaris Majelis PKU PP Muhammadiyah. Menurutnya, pandemi merupakan ujian langsung yang bisa memperkaya dan menambah bijaknya para pimpinan dan pengelola AUM (Amal Usaha Muhammadiyah) di mana pun berada.

Sementara Sauqi Soeratno Anggota Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah menambahkan, bahwa untuk melewati era “New Normal” dengan baik dibutuhkan kemauan dan kemampuan untuk selalu mau belajar terhadap hal baru. Baik secara intelektual, emosional dan terlebih secara spiritual. Dan kemampuan ini erat kaitannya dengan penanaman jiwa sabar, ikhlas, serta tidak mudah putus asa.

Salah satunya, Chairil Anwar, Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, menyarankan, agar seluruh majelis, lembaga, beserta ortom (Organisasi Otonom Muhammadiyah) membuka diri dan mau belajar dengan orang lain maupun organisasi lain. Misalnya, terkait metode pembelajaran perguruan tinggi, tidak ada salahnya PTM/A (Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah) melakukan kerja sama dan belajar kepada UT (Universitas Terbuka). Di mana sejauh ini UT sudah menerapkan pembelajaaran jarak jauh.

Tanpa adanya wabah Covid-19, sebenarnya memulai membiasakan diri dengan daring dan menjadikannya sebagai salah satu rel dakwah Muhammadiyah penting untuk dilakukan. Bahkan menjadi sebuah keharusan. Sebab inilah tuntutan sekaligus tantangan zaman era 4.0. Muhammadiyah dalam hal ini bisa dikatakan agak telat. Tapi sekarang, dengan adanya wabah corona, sedikit maupun banyak, mulai dari pimpinan, anggota, kader, warga, dan simpatisan mulai tersadarkan untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Lihat saja, kini banyak guru dan dosen yang mulai berani memproduksi konten digital. Paling menonjol lewat youtube. Termasuk beberapa platform belajar juga sudah mulai bermunculan. Seperti aplikasi edumu yang diluncurkan Majelis Dikdasmen dan MOU (Muhammadiyah Online University) milik Majelis Diktilitbang.

Maka penting dimaknai, bahwa “New Reality” bukanlah sekadar hidup dengan protokol kesehatan yang ketat, namun lebih dari itu “New Reality” adalah wadah untuk memunculkan kreativitas dan inovasi serta tampil sebagai pribadi produktif.  (Tulisan: gsh. Bahan: diko, rahel, ayu)

Sumber: Majalah SM Edisi Khusus / 08-13 Tahun 2020

Exit mobile version