Be Your Self!
Oleh: Bahrus Surur-Iyunk
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungan jawabnya.” (Al-Isra’; 36)
Suatu hari Lukman al-Hakim berwasiat kepada anaknya, “Duhai anakku, janganlah kau jadikan hatimu terpaut dan tergantung pada simpati, pujian, dan makian manusia. Hal itu tak akan bisa diraih sekalipun manusia berupaya keras untuk menggapainya sesuai dengan kemampuan maksimalnya.”
Sang anak kemudian meminta ayahnya memberikan contoh nyata yang bisa dilihatnya sendiri dari pesan tersebut. Lalu, keduanya keluar bersama hewan tunggangannya. Lukman pun menaikinya dan membiarkan anaknya berjalan di belakangnya. Kemudian keduanya melewati suatu kaum dan mereka pun berkomentar. “Ini orang tua keras sekali hatinya. Sama sekali tak punya belas kasihan. Ia menaiki kendaraan, padahal ia lebih kuat dari anaknya. Sementara anaknya dibiarkan berjalan di belakangnya.” Lukman pun berucap kepada anaknya, “Kamu dengar ucapan dan penolakan mereka terhadapku yang menaiki hewan dan membiarkanmu berjalan sendiri?” Lukman kemudian meminta anaknya menaiki keledai itu.
Begitu melintasi masyarakat yang lain, mereka berkata, “Ini orang tua dan anak jelek sekali kelakuannya. Mengapa orang tua itu tak mendidik anaknya. Masa’ ia sendiri enak menaiki kendaraan, sementara ayahnya dibiarkan berjalan di belakangnya. Bukankah orang tua lebih berhak untuk dimuliakan dengan memberinya kesempatan naik kendaraan. Anak itu sungguh durhaka kepada orang tuanya!”
Mendengar ucapan itu, Lukman pun mengingatkan anaknya untuk tetap mendengarkan pendapat masyarakat atas perbuatan mereka. Ingin mendapatkan perkataan yang lain, Lukman dan anaknya lalu bersama-sama menaiki keledai itu. Mereka pun melewati suatu kaum. Tak lama berselang, kembali muncul perkataan menyindir Lukman dan anaknya.
“Kedua penunggang hewan ini sama sekali tak punya belas kasihan dan tiada kebaikan dari Allah sedikit pun pada keduanya. Seekor hewan dinaiki dua orang, sungguh sangat membebani dan dapat menyakiti hewan tunggangan itu. Padahal, jika yang satu naik, lalu yang satunya lagi berjalan, itu lebih baik dan lebih punya rasa kasihan,” ujar kaumnya.
Lukman pun kembali bertanya kepada anaknya, “Kamu dengar ucapan mereka, Anakku?” “Ya, Ayah,” jawab anaknya.
“Kalau begitu, mari kita biarkan hewan itu berjalan sendiri dan tidak kita tunggangi.” Keduanya menuntun hewan tersebut dengan diapit di antara keduanya. Dan ketika melalui suatu kaum, mereka pun berkata, “Aneh sekali kedua orang itu. Mereka biarkan hewan itu berjalan sendiri tanpa penumpang dan keduanya pun berjalan kaki.”
Mereka semua mengecam tindakan Lukman dan anaknya itu, sebagaimana keduanya menerima kecaman dari masyarakat yang dijumpai sebelumnya. Lukman berkata kepada putranya. “Kamu lihat, bagaimana hasrat untuk meraih simpati manusia itu sebagai suatu keinginan yang mengecewakan dan mustahil? Maka, janganlah kamu menoleh dan bergantung kepada mereka, tapi sibukkanlah dirimu dalam meraih ridha Allah. Karena, di dalamnya ada aktivitas yang efektif; ada kebahagiaan dan penerimaan, kepasrahan, kedamaian dan ketenangan jiwa, baik di dunia maupun di saat Hari Perhitungan nanti. Dan engkau pun akan menjadi diri sendiri.”
Apa yang terjadi pada Lukman al-Hakim dan puteranya adalah dalam rangka kebaikan dan mencapai kebenaran. Tidak dalam rangka keburukan atau menyakiti orang lain. Ketika niat kita untuk mencapai kesuksesan yang halal dan diridhai oleh Allah telah tertancapkan dalam hati, maka berusahalah (ikhtiar) dengan baik dan benar. Pada nantinya orang lain akan menyampaikan kritik, bahkan kadangkala cibiran dan ejekan. Pandanglah komentar orang lain itu sebagai bagian dari perhatian dan rasa sayang mereka kepada kita.
Saya ingat saat hendak mendirikan Taman Kanak-Kanak bersama teman-teman. Kita baru berusaha untuk mendirikan lembaga yang belum berjalan secara optimal dan sempurna, banyak orang yang sudah berkomentar, memberikan kritik dan mengamati kesalahan kita. Mulai dari spanduk yang dipasang, mainan yang disiapkan, bangunan yang ada, guru dan civitas yang akan mengelola hingga biaya yang akan dibebankan. Karena niat kita baik dan berusaha setahap demi setahap, maka kita pun tetap go! (jalan) dengan mengucap Bismillah. Kita hanya merasa betapa banyak orang meluapkan rasa sayangnya kepada kita.
Karenanya, jika Anda sudah mantap bahwa apa yang anda kerjakan baik dan benar, tidak membawa madharat bagi diri sendiri dan orang lain, maka kerjakanlah. Pepatah bilang, “Biar anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu”. Dalam berusaha pun orang akan berbeda-beda, meski tujuan yang dicapai sama. Ibarat kita hendak bepergian ke Jakarta, kita bisa lewat darat, laut dan udara. Lewat udara pun bisa menggunakan maskapai penerbangan yang berbeda-beda. Jadilah diri sendiri dan tetap percaya diri. Wallahu a’lam.