YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Bermula dari perlunya tempat karantina bagi tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta menginisiasi Pesantren Covid-19. Bertempat di Gedung Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah (PPA) sebelah utara Jalan KH Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Sikap ta’awun saling tolong menolong benar-benar menjadi pedoman warga persyarikatan Muhammadiyah. Pesantren Covid-19 menjadi terobosan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta bekerja sama dengan PP ‘Aisyiyah, Muhammadiyah Covid-19 Comand Center (MCCC) dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Setelah “didakwa” positif Covid-19, Direktur Investasi Dana Pensiun Dede Haris Sumarno melakukan karantina di Pesantren Covid-19 PPA yang awalnya hanya untuk keluarga PKU Muhammadiyah Yogyakarta. “Kami merasakan sesuatu hal yang berbeda, ini tidak sekadar isolasi,” ungkap Dede kepada Suara Muhammadiyah, Selasa (29/9).
Pesantren Covid-19 didesain memang tidak hanya menyehatkan jasmaninya tetapi juga memperkuat ruhani. Bukan hanya imun, melainkan iman juga harus naik, makanya dinamakan Pesantren Covid-19. Saat karantina di sana terdapat 28 peserta yang semuanya Positif Covid-19 Tanpa Genjala (OTG). Sementara itu, yang perlu perawatan harus ditangani di rumah sakit.
Rangkaian agenda kegiatan Pesantren Covid-19 diawali dengan shalat tahajud pukul 03.00 WIB, kemudian shalat shubuh bersama, dan mengaji masing-masing. Setelah itu melakukan cek kesehatan, seperti cek tensi, respirasi oksigen, cek suhu tubuh yang dilakukan mandiri dan dilaporkan ke dokter melalui form google document. Pola penanganan didampingi langsung oleh tim dokter RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Ini dilakukan dua kali pada pagi dan petang.
Setelah itu ada kegiatan senam pagi. Karena keterbatasan tempat, biasanya dilakukan dua shift, di mana ibu-ibu terlebih dahulu, kemudian bapak-bapak. Terdapat juga arena permainan olahraga ping pong, bulu tangkis, dan sepeda statis.
Aktivitasnya lainnya ada tadabur Al-Qur’an hingga program kultum. Sebelumnya dinamakan PKU with you, sekarang menjadi Muhammadiyah with you. Menghadirkan para alumni yang menceritakan pengalamannya. Selain itu diisi juga oleh ustadz, psikolog, hingga tenaga medis yang memberikan tausyiah atau informasi seputar Covid-19.
Dede menjalani karantina selama 10 hari dan telah menjalani swab test lanjutan yang dengan rasa syukur menunjukkan hasil negatif Covid-19. “Alhamdulilah isolasi kami berjalan dengan sangat efektif, sangat ‘nyaman’, sehingga kami merasa happy,” ungkap Bendahara MDMC PP Muhammadiyah ini.
Karena semua merasa senasib positif Covid-19, dokter mengingatkan meskipun semuanya positif Covid-19 tetap harus menerapkan protokol kesehatan. Selain itu, salah satu yang ditekankan adalah ketika makan harus sendiri-sendiri. Ada yang makan di kamar, ruang tv dan ruang makan.
Menurut Dede, ada satu peserta Pesantren Covid-19 yang sebelumnya telah telah melakukan karantina di tempat lain yang akhirnya pindah ke Pesantren PPA. Dalam kegiatan kultum, diceritakan bahwa di tempat sebelumnya hanya sendirian di kamar, untuk berjemur saja tidak mudah, dengan nuansa karantina yang terkurung.
Akan tetapi, di Pesantren Covid-19 semua merasakan seperti sebuah keluarga. Ketika kultum atau tausyiyah antar peserta pun saling menguatkan. “Saling bercerita, saling berbagi, dan saling melengkapi,” tandasnya.
Berdasarkan pengalaman sembuh dari Covid-19, Dede berpesan untuk memperkuat imunitas karena Covid-19 ini belum ada obatnya. Menjaga kondisi jasmani ini dilakukan dengan istirahat yang cukup, olahraga yang teratur, dan asupan makanan yang baik. PKU telah menghitung asupan gizi yang masuk. Ada juga bantuan dari kerabat maupun kolega yang mengirim buah-buahan yang membuat tubuh menjadi lebih fit.
“Kondisi tubuh harus benar-benar kita jaga dari berbagai hal. Itu juga yang membuat kami merasa proses penyembuhan berjalan lebih cepat,” ujarnya.
Selain itu kita juga harus menjaga kondisi kejiwaan (psikis) dari berbagai pikiran yang tidak baik. Konsep Pesantren Covid-19 membuat peserta senang dengan asupan ruhani. Bahagia yang tidak hanya secara lahir, tetapi juga secara batin (ukhrawi).
Wabah Covid-19 belum berakhir, menjaga protokol kesehatan dengan baik seperti memakai masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan dengan sabun (3M). Jika dulu senyummu adalah ibadah, maka saat ini mengenakan masker adalah ibadah. Karena tidak hanya menjaga diri sendiri, tapi juga menjaga orang lain dari penularan yang mungkin bisa terjadi. Ini adalah kondisi darurat, sehingga semua yang dilakukan mengikuti alur kedaruratan. Bukan hanya peran pemerintah, ormas, melainkan peran seluruh masyarakat untuk memutus mata rantai Covid-19. (Riz)