Aplikatif Humanisme dalam Pendidikan Perkaderan IMM

imm

Dok Ilustrasi

Aplikatif Humanisme Dalam Pendidikan Perkaderan IMM

Oleh: Fathan Faris Saputro

Adanya gerakan keilmuan dalam tubuh Muhammadiyah, telah “menular” kepada ortom-nya, salah satunya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). IMM sebagai gerakan mahasiswa Islam, mempunyai trilogi Ikatan, yaitu religiusitas, intelektualitas dan humanitas. Dalam trilogi Ikatan tersebut, terdapat unsur intelektualitas, yang memberikan indikasi bahwa IMM mempunyai ranah gerak dalam pengembangan pemikiran (keilmuan), meskipun tetap bersatu dengan dua unsur yang lain (religiusitas dan humanitas).

Dalam perjalanannya gerakan keilmuan IMM pun mengalami pembagian aliran yang kurang lebih sama (secara garis besar) dengan yang terjadi pada tubuh Muhammadiyah. Jika mendengar istilah humanisme maka yang terbesit dalam benak mayoritas orang adalah tentang bagaimana manusia memperlakukan manusia lainnya. Humanisme merupakan salah satu teori dalam disiplin ilmu pendidikan. Humanisme adalah suatu konsep belajar yang berfokus pada sisi perkembangan kepribadian manuasia untuk menemukan kemampuannya dan bagaimana cara pengembangannya. Istilah humanisme ini ada sejak abad 20 yang pada awalnya digunakan dalam dunia psikologi saja.

Dalam IMM, humanisme sangat erat hubungannya dengan bagaimana semua komponen kader menjalankan tugasnya masing-masing tetapi masih memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan. Dalam lingkup yang lebih sempit yaitu perkaderan, proses humanisme sangat erat hubungannya dengan bagaimana perlakuan instruktur terhadap kader.

Dalam era yang lebih moderm ini, sikap humanisme semakin jarang diterapkan. Banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Seperti, perkembangan teknologi, pandangan, pengaruh budaya luar, serta lingkungan yang semakin tidak terkontrol. Perlu sekali adanya pembiasaan sikap humanistik yang diterapkan dalam kegiatan IMM. Mengapa? Karena dalam proses pembelajaran, hal utama yang memang harus diperhatikan adalah mengenai bagaimana kader menemukan kenyamanan dan ketertarikan kepada materi yang disampaikan, entah materi akademik atau materi berupa pengamalan karakter.

Di perkaderan tentu saja ada dua macam tipe kader yang memiliki persepsi belajar berbeda. Yang pertama adalah kader yang mampu mengikuti pembelajaran sesuai apa yang telah diperintahkan oleh pemateri dan instruktur. Yang kedua adalah kader yang memiliki persepsi pembelajaran yang berbeda dengan pemateri dan instruktur, kader tersebut memilih untuk tidak terikat dengan pendapat kader lain yang mengatur pribadinya sendiri. Teori humanisme tersebut patut diterapkan untuk kader yang memiliki tipe kedua.

Dalam penerapan teori humanisme di perkaderan tentu saja memiliki beberapa kelebihan. Yang pertama adalah teori ini cocok diterapkan dalam materi pembelajaran pembentukan karakter kader. Kedua, memberi dampak positif terhadap perkembangan kepribadian kader. Ketiga, teori ini mengedepankan aspek memanusiakan manusia atau lebih tepatnya adalah memberi kesempatan kader untuk bergerak bebas. Disamping itu, teori humanisme memiliki kekurangan yaitu, proses pembelajaran kader lebih difokuskan kepada pengembangan potensi saja, sehingga pengembangan intelektual kader tidak terasah.

Humanisme dalam perkaderan itu perlu agar para kader mampu membangun empati dan simpati atas penderitaan orang lain. Pendidikan yang efektif adalah yang berpusat pada kader itu. Dasar pendidikannya adalah apa yang menjadi dunia, minat dan kebutuhan-kebutuhan para kader. Instruktur membantu kader untuk menemukan, mengembangkan dan mencoba mempraktekan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki (the learner centered teaching). Ciri utama pendidikan dalam perkaderan yang berpusat pada kader bahwa kader menghormati, menghargai dan menerima kader yang lain sebagai mana adanya komunikasi dan relasi yang efektif sangat diperlukan sebab suasana komunikasi yang efektif akan dapat mengeksplorasi dirinya, mengembangkan dirinya dan kemudian memfungsikan dirinya dalam masyarakat secara optimal.

Gerakan humanitas IMM upaya futuristik aksi nyata ikatan:

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) telah menancapkan akarnya yang kuat, berkomitmen penuh untuk menjadi source of solution ditengah persoalan umat dan bangsa bahkan di tengah kehidupan global. Akar historis yang itulah yang terus tumbuh dan berkembang seiring dengan perjalanan sejarah itu sendiri.

​Memasuki usia ke- 57 tahun, usia yang cukup matang untuk terus mengarahkan IMM dalam memainkan peranan penting dalam merawat, membangun, dan memperjuangkan masa depan bangsa Indonesia sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Sebagaimana yang tertuang dalam nilai-nilai pancasila dan amanat UUD 1945, yakni Indonesia ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, selaras dengan cita – cita persyarikatan Muhammadiyah abad ke-2 yaitu Indonesia Berkemajuan dan mencerahkan semesta.

​IMM sebagai bagian dari entitas mahasiswa yang ada tentunya harus hadir terdepan sebagai source of solution dalam mengembalikan gerakan mahasiswa pada posisi yang seharusnya. sebagai kelompok middle class yang punya tanggung jawab moral dan tanggung jawab sosial untuk memperjuangkan apa yang menjadi kepentingan masyarakat.

IMM secara konsepsi jelas keberpihakannya terhadap masyarakat sebagaimana termaktub dalam enam penegasan IMM, poin keenam bahwa amal IMM adalah Lillahi Taala dan senantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat, hal tersebut juga dipertegas dalam poin Nilai Dasar Ikatan (NDI).

​Rumusan ideology gerakan IMM yang tertuang dalam NDI tersebut tentunya secara konsepsi sudah dapat dikatakan paripurna, jika seorang kader mampu memanifestasikan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab kemahasiswaannya, tetapi tidak bisa dinafikkan, bahwa kader IMM hari ini juga mengalami krisis dalam berbagai aspek.

​Mengapa hal ini terjadi, apakah kader IMM tidak lagi mengamalkan NDI yang menjadi ruh gerakan IMM? Jika hal ini dipertanyakan, mayoritas kader memahami tentang orientasi gerakan IMM khususnya trilogy gerakan IMM pada poin pertama NDI. Lalu apa yang keliru, mengapa IMM belum mampu tampil memberikan konstribusi maksimal terhadap kebangsaan dan kemanusiaan.

​Trilogy futuristik untuk gerakan IMM:

​Pertama, gerakan keagamaan yang nilainya adalah kualifikasi spiritual sebagai organisasi otonom muhammadiyah tentu memiliki landasan gerak yang sama dengan muhammadiyah yakni islam sehingga kepribadian IMM adalah kepribadian yang dicontohkan lewat moralitas profetis berdasar pada landasan normative teologis.

​Kedua, gerakan kemahasiswaan dimana varaibelnya adalah kualitas intelektual, IMM harus mampu menjaga nafas intelektualitas dalam tubuh setiap kadernya, Haedar Nashir bahwa IMM adalah gudangnya intelektualisme dan pengembangan wacana, dan itulah yang menjadi teks dalam tujuan IMM yaitu mengusahakan akedemisi Islam yang berakhlak mulia.

​Ketiga, gerakan kemasyarakatan adalah pengejewantahan aktivitas kemanuasian atau humanitas, artinya adalah kader yang mampu untuk bersosialisasi ditengah kehidupan masyarakat dan senantiasa terlibat dalam agenda-agenda social kemanusiaan dengan cara yang penuh kebijaksanaan.

​Ketiga kompetensi tersebut, mayoritas kader IMM masih menjalankan trilogy gerakan secara parsial, membuat dikotomi tentang kader spiritual, kader intelektual maupun kader humanis. Paradigma inilah yang harus dipikirkan kembali (rethinking) untuk dipahamkan kepada seluruh kader IMM bahwa trilogy gerakan harus dimaknai secara komprehensif, yaitu satu kasatuan yang mengkristal dalam diri setiap kader Ikatan, dengan pemahaman inilah maka kader IMM dapat menjalankan secara maksimal penegasan keempat tentang amal ilmiah dan ilmu amaliah.

​Artinya dalam pengejewantahan konsepsi IMM tidak cukup mencipta kader yang mumpuni secara intelektual dan punya nilai spiritual yang mengakar akan tetapi konsekwensi dari kecerdasan dan keimanan tersebut adalah hadirnya kader IMM dalam menjawab berbagai pesoalan sosial kemanusiaan, dinamika kebangassan dan realitas keummatan.

​Ending daripada trilogy gerakan IMM adalah menjadikan segala bentuk ketidakadialan, kesewenang-wenangan dan kemungkaran sebagai lawan yang tidak memberikan ruang kompromi didalamnya inilah wujud daripada gerakan humanitas itu sendiri. Hal inilah yang secara historis menjadikan hadirnya IMM ditengah kehidupan kemahasiswaan berbangsa dan bernegara sebagai sebuah keniscayaan.

​Dari tinjauan tersebut maka IMM semestinya sudah bisa menetukan aksi nyata Ikatan yang harus dijalankan. Dalam bahasa salah satu pendiri IMM, Amien Rais dikenal dengan istilah gerakan tauhid sosial. Begitupun dalam surah Ali Imran : 110 yang dapat dijadikan sebagai ladasan teologis “kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah”.

​Respon atas realitas kemanusiaan bagi IMM harus mengacu pada ayat tersebut. Keberpihakan gerakan IMM adalah keberpihakan terhadap kaum mustada’fin, itulah wujud nyata aksi ikatan yang harus di manfestasikan oleh seluruh pimpinan dan kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.

​“Islam menemukan senjatanya pada kaum tertindas sedangkan kaum tertindas menemukan inspirasinya dalam berbagai ayat al-Quran ditunjang oleh ucapan dan tindakan Muhammad, sebagai sosok utusan Tuhan, Muhammad mengambil peran sebagai pemimpin kaum tertindas dan memilih mengambil gaya hidup seperti mereka”

Dapat disimpulkan bahwa sebenarnya teori humanisme yang diterapkan juga harus diimbangi dengan pengembangan intelektual kader. Sehingga akan tercipta keseimbangan antara potensi kader dengan kemampuan intelektualnya. Selain itu, apabila keduanya tampak seimbang maka emosi diri kader akan terkontrol dengan baik. Emosi yang terkontrol dengan baik itulah yang akan memacu kader IMM untuk melakukan kegiatan yang baik pula.

Fathan Faris Saputro, Instruktur PC IMM Lamongan

Exit mobile version