Hadits Ridha Allah pada Kaum Dhu’afa

Hadits Ridha Allah pada Kaum Dhu’afa

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَبْغُوْنِي الضُّعَفَاءَ،  فَإِنَّمَا  تُرْزَقُوْنَ  وَتُنْصَرُوْنَ بِضُعَفَائِكُمْ (رواه أبو داود)

Dari Abu Darda’ ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Carilah keridhaanku dengan berbuat baik kepada orang-orang lemah, karena kalian diberi rezeki dan ditolong disebabkan orang-orang lemah di antara kalian.” (HR. Abu Dawud)

Hadits ini diriwayatkan oleh beberapa perawi antara lain: Abu Daud no. 2594; at-Tirmidzi no. 1720; an-Nasa’i no. 3179; Ahmad no. 198; Ibnu Hibban no. 4767; al-Hakim no. 106 dan 145 dari Jalur Abdurrahman Bin Yazid bin Jabir. At-Tirmidzi menilai Hadits ini hasan shahih. Kritikus Hadits klasik Imam adz-Dzahabi dan kritikus Hadits modern al-Albani  menilainya  shahih

Kaya  dan  miskin merupakan cobaan Allah pada setiap hamba.  Dua  keadaan ini  adalah sunnatullah yang terjadi sesuai kehendak-Nya. Sebagian hamba diuji oleh Allah dengan limpahan harta, sebagian lagi dengan kekurangan harta. Harta yang melimpah, jabatan tinggi, dan status sosial belum tentu menjamin kemuliaan seseorang di hadapan Allah. Bisa jadi si miskin yang sering dihina dan diremehkan justru  lebih  mulia.

Dalam Hadits di atas, Rasul memerintahkan umatnya untuk memperhatikan kaum dhu’afa sebagai syarat untuk memperoleh kemudahan rezeki dan pertolongan Allah. Tidak pantas bagi seorang muslim yang hidup berkecukupan memandang sebelah mata terhadap mereka yang kurang beruntung secara ekonomi, kedudukan dan status sosialnya.

Status manusia semua setara di hadapan Allah. Setara pula sebagai hamba yang tak punya kuasa dan tak bisa melakukan apapun tanpa pertolongannya. Di antara indikator ketidaksempurnaan iman seseorang adalah manakala ia membiarkan saudaranya mengalami kesulitan, sedang ia memiliki kemampuan untuk membantu. Rasul bersabda:

عَنْ أَنَسِ ابْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : مَا آمَنَ بِى مَنْ بَاتَ شَبْعَانٌ وَ جَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ وَ هُوَ يَعْلَمُ (رواه الطبراني)

“Tidaklah beriman kepadaku seseorang yang bermalam dalam keadaan kenyang padahal tetangga yang di sampingnya dalam keadaan lapar, padahal ia mengetahuinya.” (HR. at-Thabrani)

Ridha dan kasih sayang Allah akan didapatkan hamba dengan berbuat baik kepada kaum lemah, mereka sepatutnya dibantu sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Perlu disadari bersama, bahwa orang-orang lemah itu menjadi penyebab pertolongan Allah atas umat Islam. Tentu saja dengan doa tulus yang terucap dari lisan  mereka di kala bermunajat kepada Allah, terhadap orang-orang yang berbuat baik kepada mereka.  Doa orang-orang lemah adalah suatu keberuntungan bagi kita. Rasul bersabda:

إِنَّمَا يَنْصُرُ اللهُ هَذِهِ الْأُمَّةُ بِضَعِيْفِهَا: بِدَعْوَتِهِمْ، وَصَلَاتِهِمْ، وَإِخْلَاصِهِمْ (رواه الترمذي)

“Sesungguhnya Allah akan menolong umat ini sebab orang-orang yang lemah dari mereka, yaitu dengan doa, shalat dan keikhlasan mereka.” (HR. at-Tirmidzi)

Ibnu Bathal, sebagaimana dikutip Ibnu Hajar  al-Asqalani, menerangkan maksud  Hadits  ini  bahwasanya orang-orang lemah lebih ikhlas dalam berdoa dan lebih  khusyu’ dalam beribadah, karena hati mereka tidak terlalu bergantung dengan keglamoran dunia  (Fath al-Bari, jilid VI: 89).

Kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin terlihat jelas di era modern ini. Si kaya dengan kekayaan yang dimiliki mudah  menghabiskan uangnya untuk berbelanja di pusat-pusat  perbelanjaan. Tak ada masalah  dengan  harganya, karena memang berkemampuan membelinya. Namun, ketika dia berbelanja di pasar tradisional yang notabene penjualnya adalah pedagang kecil dengan penghasilan pas-pasan, tanpa rasa kasihan dia menawar lebih murah dari harga yang ditawarkan. Si pedagang  pun  terpaksa memberikan anggukan yang berarti menyetujui tawaran itu, daripada  dagangannya  tidak laku. Tanpa disadari, terkadang kita begitu kejam terhadap  mereka yang terseok-seok  mencari nafkah untuk keluarga, pun digilas oleh kapitalisme  global melalui banyak  jaringan  pasar retail (mart).

Allah tidak memandang tampilan lahir hamba, tapi lebih pada dimensi batin. Betapa banyak orang yang dipandang  hina oleh  manusia  karena  tampilan lahirnya  lusuh, jauh dari kesan mewah, bahkan kadang tempat tinggal pun tak punya, namun ternyata  posisinya justru lebih mulia di hadapan Allah. Rasul bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنّ رَسُولَ  الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :  قال رُبَّ أَشْعَثَ مَدْفُوعٍ بِالأَبْوَابِ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى الله لأَبَرَّهُ (رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Mungkin saja orang yang berpenampilan kusut, senantiasa diusir dari pintu rumah orang, akan tetapi bila bersumpah memohon sesuatu kepada Allah, niscaya Allah mengabulkannya.” (HR. Muslim)

Orang-orang lemah dan  tertindas (dhu’afa dan mustadh’afin)  tidak dapat dipisahkan   dari  kehidupan  kita. Baik  terlemahkan  secara  kultural  maupun struktural. Ada  yang lemah secara fisik, yaitu para penyandang disabilitas. Ada yang lemah secara ekonomi, yaitu kaum fakir miskin. Ada juga yang lemah secara kasih sayang, yaitu anak yatim dan piatu. Keberadaan mereka di sekeliling kita adalah anugerah Allah yang tidak boleh dikesampingkan.  Mereka  adalah  ladang amal bagi kita yang harus menguatkan dan memberdayakan mereka agar  mempunyai kekuatan untuk mandiri. Di saat kita menolong mereka, pasti  Allah akan melimpahkan pertolongan-Nya kepada kita, sebagaimana sabda  Rasul berikut yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.:

وَ اللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيه (رواه مسلم)

“Allah  senantiasa  menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya” (HR. Muslim no. 2669).  Wallahu ‘Alam.

Safwannur, Alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) Yogyakarta. Pengajar Ponpes Darul Arqam Muhammadiyah Garut, Jawa Barat.

Exit mobile version