Masalah Kemanusiaan Universal

Prof Dr H Haedar Nashir, MSi

Masalah kemanusiaan universal dalam dua kali Muktamar sejak Muktamar Yogyakarta tahun 2010 sampai Muktamar Makassar tahun 2015. Perhatian Muhammadiyah tersebut menunjukkan bahwa gerakan Islam ini bukan hanya menggarap lahan dakwah keumatan dan kebangsaan di tingkat nasional, tetapi secara umum menghadapi masalah kemanusiaan universal yang bersifat aktual.

Jika pada minggu terakhir ini Muhammadiyah dan komponen umat Islam lain secara massif menggerakkan dukungan moral, politik, dan kemanusiaan terhadap saudara-sadara kita di Rohingnya, hal tersebut bukan hanya masalah eksklusif keagamaan tetapi secara inklusif menyangkut urusan kemanusiaan sebagai wujud rahmatan lil-’alamin. Karenanya masalah politik dan kemanusiaan ketika sudah menyangkut penindasan terhadap umat manusia, maka Muhammadiyah menunjukkan sikap dan kepeduliannya sebagai panggilan keagamaan.

Selain masalah “Eksistensi Manusia di Bumi” dalam Muktamar ke-47 tahun 2015 dibahas isu-isu strategis kemanusiaan universal sebagaimana dibahas dalam Tajuk SM nomor ini. Terdapat masalah lain yang masih aktual untuk menjadi perhatian Muhammadiyah, yaitu masalah “Perlindungan Kelompok Minoritas”, “Pemanfaatan Teknologi Komunikasi”, dan “Masalah Pengungsi”.

Perlindungan Kelompok Minoritas

Berbagai peristiwa diskriminasi terhadap minoritas terjadi di berbagai belahan dunia. Kelompok minoritas etnis, agama, ras, dan budaya seringkali mendapat tekanan, intimidasi, diskriminasi, dan kekerasan oleh kelompok mayoritas. Minoritas tidak hanya dalam bidang agama, tapi juga kelompok yang termarjinalkan atau menjadi sub-ordinasi secara sosial seperti para buruh, gelandangan, kelompok difable, dan sebagainya. Berbagai perilaku negatif seperti rasisme, bahkan pembersihan etnis masih terus terjadi di beberapa negara.

Jika diskriminasi dari mayoritas terhadap minoritas ini tidak dihentikan, maka dunia akan terus dipenuhi dengan kekerasan. Ketika yang minoritas menjadi kelompok besar, maka mereka akan bergantian menindas yang kecil. Maka mata rantai diskriminasi ini harus diputus. Muhammadiyah memandang bahwa ukhuwah insaniyah sebagaimana terkandung dalam Al-Quran Surat Al-Hujarat ayat 13 menjunjung tinggi kemanusiaan universal tanpa memandang latar belakang etnis, agama, dan unsur primordial lain sebagai bagian penting dari ajaran Islam.

Kehadiran Islam merupakan rahmat bagi semesta alam. Berpijak pada Sunnah Nabi, Muhammadiyah juga memandang bahwa golongan yang besar atau mayoritas harus selalu melindungi dan menyayangi yang kecil dan minoritas. Demikian pula sebaliknya, kelompok yang kecil atau minoritas harus menghormati yang besar dan mayoritas. Karena itu, Muhammadiyah menganjurkan kepada seluruh institusi yang ada di bawahnya untuk selalu menjadi pelindung terhadap kelompok minoritas yang tertindas.

Pemanfaatan Teknologi Komunikasi

Dunia sudah memasuki era digital sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi yang sangat pesat. Manusia yang secara fisik terpisahkan oleh jarak geografis senantiasa terkoneksi satu dengan yang lain secara cepat. Informasi di suatu tempat tersebar ke seluruh pelosok penjuru dunia. Meskipun demikian, interaksi fisik antara sesama manusia menjadi sangat terbatas. Berbagai komunitas media sosial mampu mendekatkan manusia dalam dunia maya, tetapi mereka jauh antara satu dengan lainnya dalam dunia nyata.

Teknologi informasi sebagaimana teknologi lainnya memiliki manfaat dan madlarat bagi pemakainya. Umat Islam mutlak menguasai teknologi informasi, tidak sekedar menjadi pengguna yang pasif. Kemampuan menguasai teknologi akan bermanfaat untuk sarana dakwah dan penyebarluasan faham dan gagasan yang utama. Jejaring antar manusia dapat dikembangkan menjadi jejaring ideologi, advokasi, dan kerjasama yang membuana. Perlu dikembangkan etika virtual yang menjunjung tinggi kesopanan, penghargaan terhadap sesama, dan akhlak mulia sehingga relasi media sosial tidak liar dan tetap berada dalam koridor nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.

Mengatasi Masalah Pengungsi

Peperangan yang terjadi di beberapa kawasan telah menimbulkan penderitaan bagi rakyat yang tidak berdosa. Ribuan manusia meninggal dunia dan ratusan ribu lainnya terlunta-lunta sebagai pengungsi, terusir dari kampung halamannya. Banyak di antara mereka adalah umat Islam yang berasal dari Irak, Syiria, Yaman, Myanmar, Somalia, Eritria, dan sebagainya. Persoalan pengungsi ini semakin kompleks di tengah krisis ekonomi. Banyak negara yang menolak dan mengusir para pengungsi dari tanah air mereka.

Karena itu, terkait dengan penanganan masalah pengungsi ini Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan lembaga-lembaga kemanusiaan tingkat dunia perlu mengambil langkah cepat untuk menekan negara-negara anggota PBB memberikan pelayanan dan perlindungan bagi para pengungsi. PBB dan negara-negara adidaya tidak boleh terjebak pada sikap politik standar ganda dalam menghadapi negara-negara pelanggar hak asasi manusia. Harus ada peraturan yang menjamin pemenuhan hak-hak dan perlindungan para pengungsi sehingga mereka terbebas dari eksploitasi dan perbudakan manusia. Perlu ada sanksi tegas bagi Pemerintah yang melanggar Hak Asasi Manusia dan perdagangan manusia.

Kini Muhammadiyah selain bergerak di ranah nasional juga sudah membuana atau mengglobal. Dalam konteks globalisasi dan modernisasi abad ke-21 akan makin banyak masalah-masalah kemanusiaan universal yang datang silih berganti. Gejolak politik di Timur Tengah yang tidak ada habisnya, ekspansi politik negara-negara kuat ke negaranegara lemah dengan segala kepentingannya yang rakus, serta ketegangan antarkawasan akan semakin memproduksi masalah-masalah kemanusiaan universal. Maka bukan hanya dalam isu-isu pemikiran, tetapi juga dalam praksis kemanusiaan serta terlibat dalam membangun pusat-pusat keunggulan menjadi penting bagi Muhammadiyah.

Muhammadiyah dalam gerak kemanusiaan universal itu tentu harus tetap tampil sebagai pergerakan dakwah yang tersistem sebagai organisasi besar yang modern, bukan langkah perseorangan. Di sinilah pentingnya diskusi, dialog, dan musyawarah dalam menyikapi masalah-masalah kemanusiaan universal sehingga ditemukan solusi dan tindakan kolektif organisasi secara kelembagaan. Kekuatan Muhammadiyah justru terletak pada gerak sistem organisasinya, sehingga terdapat jaminan institusional yang melembaga, berkesinambungan, dan sistematik. Dalam kaitan ini gerak kosmopolitansi Muhammadiyah menjadi niscaya dalam alur sikap dan langkah sistem yang dalam Al-Qur’an disebut “kal-bunyan al-marshus”, seperti bangunan kokoh yang tersusun rapi!

Sumber: Majalah SM Edisi 19 Tahun 2017

Exit mobile version