Peran Strategis Muhammadiyah

Muhammad Busyro Muqaddas

Muhammadiyah, yang pada suatu sisi harus selalu merasa risi atau tergoda oleh statemen Allah SwT, dalam surat At-Taubah: 122 (keharusan, keberadaan dan keberfungsian alim ulama). Dan kini belum ada suatu perencanaan yang matang dan applicable mengenai pengkaderan ulama Muhammadiyah. Sementara pada sisi lain jumlah pimpinan Persyarikatan sampai tingkat majelis, demikian pula ortom-ortomnya kebanyakan berlatarbelakang pendidikan ilmu-ilmu umum yang tentu saja berpengaruh dalam kerangka analisa-analisa keagamaan dan sosial kebudayaan sebagai bagian dari gerakan Muhammadiyah.

Satu potensi dan peran strategis yang sangat besar ada pada Muhammadiyah, adalah adanya berbagai lembaga pendidikan formal. Dari ratusan Perguruan Muhammadiyah seluruh Indonesia sebagai sampel, jelas dari output lulusan yang ada, akan merupakan investasi dan sumberdaya manusia bagi kepentingan Persyarikatan, umat dan bangsa ini. Tapi, hal ini menuntut adanya kerangka dasar strategis pendidikan dengan berbagai komponen di dalamnya yang idealnya berlandas tumpu pada identitas Muhammadiyah. Sehingga, lulusan yang ada menyadari berbagai insan dakwah (da’i) dengan kemampuan akhlak akademisnya.

Jika kerangka dasar seperti ini bisa merupakan kesepakatan kolektif dari Majelis Dikti, Dewan dosen, Senat Universitas dan komponen-komponen lainnya pada Perguruan Muhammadiyah, maka melalui perguruan ini dapatlah kiranya diprediksikan akan adanya gambaran masa depan tentang peran apa yang harus ada dan bisa diambil dari Muhammadiyah.

Peran seperti ini, bukan saja akan mendukung hakekat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang sarat dengan pemikiran-pemikiran dan amalan-amalan Islam, tetapi akan merupakan investasi pembangunan umat dan bangsa.

Dalam kapasitas fungsi internal maupun eksternalnya maka Muhammadiyah kini dan lebih-lebih masa mendatang, bukan saja dihadapkan pada berbagai aliran-aliran dan pelaksanaan ajaran Islam sebagaimana yang kini ada, tetapi juga dalam skala nasionalnya, dihadapkan kepada kemampuan untuk menentukan alternatif di bidang sosial, politik, ekonomi, hukum yang berwawasan kemanusiaan sekaligus transendental. Hal ini memerlukan kajian dan penggunaan reflikasi filsafat yang mendasar dan integral. Dalam kualitas pendekatan filosofis ini, rasanya masih tetap berfungsi apa yang telah pernah dilakukan oleh pendiri Muhammadiyah ini, ialah dengan meletakkan Islam sebagai kerangka dasariahnya.

Apa yang merupakan nilai lebih dalam Muhammadiyah ialah bahwa organisasi ini, dalam hal pemimpin-pemimpin dan anggota-anggotanya, adalah terletak pada kegemaran berpikir menggali ide-ide Islam. Dan mewujudkannya berupa amal-amal konkret dan dapat dirasakan oleh masyarakat. Sementara masih ada kelompok lain, yang tetap saja pada tahap selalu mencari berbagai teori-teori sosial dan membandingkannya dalam forum ilmiah, kadang sampai pada tahap pengetrapannya tidak mengambil nilainilai etik sosial yang ada sebagai pertimbangannya.

Jadi di samping masalah-masalah yang kini dihadapi Muhammadiyah, namun bagaimanapun potensi dan infra struktur berupa sejumlah besar unitunit amal usaha Muhammadiyah yang tersebar di wilayah-wilayah ini, merupakan investasi dan sumber daya tersendiri. Masalahnya bagaimana meletakkannya dalam perspektif yang lebih Islami. (IM)

Sumber: Majalah SM Edisi 12 Tahun 2019

Exit mobile version