YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dalam upaya peningkatan dan membangun peran Indonesia di Kamboja, Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah (PPA) mendapatkan undangan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh, Kamboja untuk membuka kemungkinan kerjasama.
“Tujuan pertemuan ini adalah menjajaki kerjasama antara KBRI Phnom Penh dan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah dalam rangka pengembangan potensi, pemberdayaan, dan bantuan pengembangan diri masyarakat perempuan muslim di Kamboja,” ucap Lauti Nia Astri selaku Counsellor Fungsi Penerangan, Sosial, dan Budaya KBRI Phnom Penh dalam diskusi yang berlangsung secara virtual pada Rabu (14/10).
Dalam diskusi yang diikuti oleh segenap jajaran pengurus PPA ini Duta Besar RI untuk Kamboja, Sudirman Haseng menyampaikan kegembiraanya atas dapat berlangsungnya diskusi ini yang memang sudah lama dinantikan oleh KBRI. Dalam sambutannya, Sudirman memaparkan kondisi perkembangan Islam dan penduduk Muslim di Kamboja. Ia melihat bahwa masyarakat Muslim mempunyai tempat tersendiri secara politik pemerintahan.
“Secara politik dan pemerintahan, muslim di Kamboja mendapat tempat yang untuk ukuran beberapa negara di sekitarnya memiliki tempat istimewa karena di pemerintahan sekarang ini ada 11 setingkat Dirjen dan ada Menteri urusan Agama Islam. Tingkat Direktur ada 22 di berbagai kementrian, di parlemen ada 6 lelaki serta 2 perempuan.
“Akan tetapi menurutnya dari segi pendidikan, SDM, ekonomi, masyarakat Muslim di Kamboja masih memerlukan peningkatan. “Kebetulan kemarin ada salah satu kelompok wal muslimah mendatangi kita dan betul yang mereka butuhkan adalah bantuan yang bisa meningkatkan kapasitas pengembangan SDM, kualitas pendidikan dan manajemen pendidikannya, kesehatan dan yang berhubungan dengan sosial lingkungan,” papar Sudirman.
Sudirman memaparkan bahwa sudah banyak kelompok masyarakat negara lain seperti Malaysia, Singapura, Timur Tengah yang memberikan bantuan. Akan tetapi menurutnya masih minim kontribusi Indonesia terkait ini. Indonesia menurut Sudirman sangat dihargai oleh masyarakat dan juga pemerintahan Kamboja karena memiliki kontribusi besar dalam penyelesaian konflik yang pernah terjadi di Kamboja. Lebih lanjut masyarakat Kamboja juga menaruh harapan adanya kontribusi Indonesia dalam pengembangan masyarakat khususnya warga Muslim Kamboja.
Dari segi ini Indonesia memang masih belum dikenal dalam memberikan bantuan yang diberikan setara dengan potensi kemampuan di Indonesia. Padahal mereka sudah mengenal Indonesia menganut Islam terbesar, Indonesia memiliki organisasi besar yang membantu beberapa negara lain, Indonesia memiliki kelompok-kelompok muslim perempuan, mereka memang menanti dan mengharapkan suatu pengembangan kerjasama dengan kita.
Oleh karena itu Sudirman berharap diskusi ini dapat menjadi pembuka jalan bagi kemungkinan kontribusi ‘Aisyiyah bagi masyarakat Kamboja. “Melihat dan mempertimbangkan gerakan’Aisyiyah di bidang pendidikan, pengembangan SDM, kesehatan, sosial, dan sebagainya, kami sangat gembira bahwa rencana yang ada untuk menghubungkan dan menjalin kerjasama dapat mempunyai potensi untuk kita kembangkan,” katanya.
Sudirman juga sudah mengetahui perkembangan ‘Aisyiyah di negara-negara lain seperti Malaysia, Mesir, Belanda dan ia berharap Kamboja dapat menjadi tujuan potensial untuk dikerjasamakan dan nantinya juga dapat membuka kemungkinan pengembangan ke wilayah Indocina lainnya seperti Laos, Vietnam, dan Myanmar.
Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini menyambut dengan tangan terbuka penjajakan kerjasama ini karena ‘Aisyiyah Muhammadiyah selalu bergerak untuk kemanusiaan semesta. “Kami senang untuk bisa bekerjasama dan merintis beberapa hal, di Kamboja kita akan mulai dari sesuatu yang sangat mungkin dilakukan, Insya Allah kami sangat terbuka dan semuanya ini demi kebesaran Republik ini dan tanggung jawab ‘Aisyiyah Muhammadiyah dalam konteks kemanusiaan universal,” ungkap Siti Noordjannah.
Dirinya menyampaikan bahwa ‘Aisyiyah sudah banyak melakukan kerja-kerja pendampingan komunitas, ia berharap dapat mendiskusikan model pengembangan yang pas bagi masyarakat di Kamboja dengan KBRI Phnom Penh. “Tentu kami juga jika dimungkinkan bisa bekerjasama dengan masyarakat lain yang dapat memberi manfaat Muhammadiyah ‘Aisyiyah itu sifatnya inklusif dan ada banyak hal yang sifatnya kemanusiaan semesta itu bisa kita lakukan bersama-sama dan itu banyak sekali misalnya di bidang kesehatan, pendidikan, sehingga sangat memungkinkan.”
Noordjannah menambahkan bahwa harapan peningkatan peran-peran ‘Aisyiyah di dunia internasional juga sudah disampaikan oleh Menteri Luar Negeri RI, Marsudi Rini kepada ‘Aisyiyah beberapa waktu lalu. “Beberapa bulan lalu ibu Menlu menyampaikan harapan yang sama bahwa ‘Aisyiyah yang sudah ada di banyak tempat ini diharapkan ikut bersama dengan pemerintah dan KBRI di banyak negara membangun apa yang bisa dikerjasamakan dan mungkin ini saatanya kita mulai dengan KBRI di Kamboja ini.” Noordjannah menyampaikan ke depannya akan dibentuk task force untuk segera memutuskan langkah konkrit yang akan dilakukan dalam kerjasama ini.
Turut hadir juga dalam pertemuan ini adalah perwakilan dari salah satu organisasi perempuan Muslim di Kamboja yang jika diterjemahkan bernama Pintu Pemudi Muslimah. Mat Amiroh, salah satu pengurus organisasi yang hadir menyampaikan bahwa ia pernah berkunjung ke Indonesia dan sangat kagum dengan sistem pendidikan yang ada di Indonesia.
Amiroh dalam bahasa Kamboja dan didampingi translator memaparkan hal-hal yang masih dirasa kurang bagi warga muslim, termasuk minimnya pendidik dalam hal agama dan bagi penguatan perempuan muslim Kamboja. Jika kerjasama dengan ‘Aisyiyah dapat terjalin Mat Amiroh berencana membentuk institusi atau pusat belajar bagi perempuan Kamboja yang ingin ikut belajar berbagai hal khususnya terkait agama serta penguatan potensi bagi para perempuan. (Suri/Riz)