Empat Filosofi Sunda untuk Kemajuan UNISA Bandung

BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Sabtu, 29 Shafar 1442 H/17 Oktober 2020 M, ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. KH. Haedar Nashir, memberikan amanat dan taushiyah dalam grand launching Universitas `Aisyiyah Bandung.

Sebagai orang Sunda, Haedar Nashir selalu menyelipkan filosofi Sunda dalam setiap perhelatan yang digagas oleh orang Jawa Barat. Begitu pun dalam kesempatan peluncuran UNISA Bandung hari ini. Dalam amanat yang beliau sampaikan, disisipkan empat filosofi yang beliau kemukakan.

Cikaracak ninggang batu laun-laun jadi legok

Menurutnya pendirian UNISA ini tidak lepas dari semangat Aisyiyah dalam berkarya. Tak hanya sekedar berkarya namun usaha tersebut mendarat dan sampai pada tujuan yang maksimal. Bagaikan tetesan air yang bentuknya kecil atau sepele selama ia terus menetesi batu terus menerus, tak ayal batu besar pun bisa berlubang bahkan terbelah.

Hade gogog hade tagog

Artinya, dalam semangat menggapai cita-cita luhur mendirikan UNISA tentu harus dibarengi dengan performa dan penampilan yang meyakinkan. Tidak boleh hanya sekedar berwacana saja namun harus diikuti dengan usaha dan membuktikan karya yang besar dan megah serta mampu memberi warna bagi umat dan kehidupan. Dalam arti lain, kata dan perbuatan harus seimbang, tak hanya berkata namun harus bisa berbuat. 

Ulah pa aing-aing

Tidak boleh bekerja sendiri-sendiri karena tak ada keberhasilan kolektif yang dihasilkan dari jerih payah sendiri. Semua harus dikerjakan bersama-sama, seiring seirama, sesuai dengan tujuan dan visi bersama.

Ka cai jadi saleuwi, ka darat jadi salebak

Bersama-sama bekerja dalam satu langkah dan tekad menuju satu cita-cita. Semua bisa terwujud dalam gerakan yang kolektif, menafikan keunggulan diri dan memunculkan potensi bersama.

Pesan yang sangat sederhana di atas, ditampilkan sebagai landasan berpikir dan bergerak dalam kehidupan. UNISA dan para penggagas serta pendirinya harus mampu mengejawantahkan empat filosofi Sunda di atas. Hal tersebut merupakan sebuah keniscayaan yang harus terwujud karena UNISA berdiri di tatar Sunda dan digagas serta didirikan oleh para pemuka dan pemikir Pasundan.

Sederhana, namun memiliki nilai tinggi dan pesan moral yang luhur. Menjadi sebuah kewajiban bersama untuk mewujudkan UNISA di atas dasar empat filosofi tadi. Sebagai orang Sunda tentu akan menjadikannya sebagai pesan moral leluhur dan sebagai umat Islam tentu akan menjadi sebuah pegangan kebudayaan yang tidak menyalahi aturan dan syari`at Islam.(A_Kar)

Exit mobile version