Mengikis Pamer

riya

Ilustrasi Dok Outside Online

Dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), bagian akhlak kehidupan pribadi disebutkan, “Setiap warga Muhammadiyah dalam melakukan amal dan kegiatan hidup harus senantiasa didasarkan kepada niat yang ikhlas dalam wujud amal-amal shalih dan ihsan, serta menjauhkan diri dari perilaku riya…”

Ada dua yang potensial merusak nilai kebaikan di sisi Allah: riya (menampakkan kebaikan kepada orang lain) dan sum’ah (memperdengarkan kebaikan kepada orang lain). Riya dan sum’ah ini masuk kategori perilaku pamer. Perilaku mengharap pujian dan sanjungan dari sesama manusia.

Islam jelas melarang pamer. Yang dititahkan Islam ialah ikhlas. Ikhlas berarti melakukan sesuatu tulus karena dan untuk Allah semata. “Mereka tidak diperintah kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus” (Qs Al-Bayyinah [98]: 5). Pamer, dengan demikian, adalah wujud penipuan kepada diri sendiri dan Tuhan.

Namun, selalu saja manusia membangga-bangakan keberhasilannya. Seolah merasa diri paling segalanya. Dari situ, biasanya muncul benih-benih pamer. Ingin dianggap orang lain sebagai yang paling wah. Kita lupa bahwa memamerkan kepemilikan diri sesungguhnya adalah wujud sikap menutupi kelemahan.

Yang pamer kepintaran sebenarnya adalah orang bodoh, padahal kepintaran adalah dibuktikan oleh bobot karya keilmuan. Yang pamer kekuatan sebenarnya adalah orang lemah, karena kekuatan hanya dibuktikan oleh besarnya pengorbanan. Yang pamer kekayaan sebenarnya adalah orang miskin, karena kekayaan mestinya dibuktikan oleh terkikisnya keinginan. Yang pamer keberanian sebenarnya adalah pengecut, padahal keberanian adalah dibuktikan oleh gigihnya perjuangan.

Yang pamer kedudukan sebenarnya orang rendah, karena kedudukan harusnya dibuktikan dengan luasnya pergaulan. Yang pamer kerupawanan sebenarnya adalah orang jelek, karena kerupawanan adalah terjaganya kehormatan. Yang pamer kedermawanan sebenarnya adalah orang kikir, karena kedermawanan yang sebenarnya adalah meruahnya sumbangan.

Yang pamer kemenangan adalah orang kalah, karena kemenangan sejati adalah minimnya keegoan. Yang pamer keberhasilan adalah orang gagal, karena keberhasilan hanya bisa dibuktikan dengan meningkatnya ketaatan. Yang pamer kebaikan sebenarnya orang jahat, karena kebaikan mestinya dibuktikan dengan amannya lingkungan. Yang pamer kebahagiaan adalah orang melarat, karena bukti kebahagiaan sejati adalah kedamaian.

Di atas segalanya, hanya satu yang pasti: segala ucapan maupun perbuatan yang tidak tulus pasti tidak bertahan lama. Perjuangan yang bermotif pamer akan mudah goyah. Karena itu, ketulusan selalu berhubungan dengan istiqamah. Jika ingin mengenyahkan perilaku pamer, mari melakukan kebaikan secara terus menerus dan istiqamah.

M Husnaini, Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PCM Solokuro Lamongan

Sumber: Majalah SM Edisi 8 Tahun 2017

Exit mobile version