JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Masa kampanye Pilkada serentak saat ini memasuki tahapan yang krusial. Bagaimana menguatkan hati dan nalar pemilih dengan setting isu kampanye yang efektif agar menjawab kebutuhan masyarakat.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Lembaga Hukum dan Kebijakan Publik (LHKP) untuk kesekian kalinya menyatakan sikapnya untuk terus memberikan masukan positif kepada pemerintah. Hal ini merupakan bentuk dari kesadaran historis, kesadaran etis, dan kesadaran organisatoris Muhammadiyah.
Agenda-agenda yang diselenggarakan oleh LHKP menjadi salah satu tradisi dan karakter Muhammadiyah dalam upaya mengintegrasikan dan mengkontruksikan pemikiran-pemikiran keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan semesta.
Menaggapi wacana pemerintah yang terus berupaya menyelenggarakan pilkada di tengah situasi pandemi Covid-19, LHKP PP Muhammadiyah bersama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia mengadakan diskusi publik dengan tema “Evaluasi Metode dan Isu Kampanye Pilkada di Masa Pandemi” (21/10). Diskusi ini sebagai kepedulian Muhammadiyah kepada negara yang diharapkan dapat melahirkan sistem demokrasi yang sehat dan berkeadilan.
Hadir menjadi narasumber langsung yaitu Plh Ketua KPU RI Ilham Saputra, Ketua Bawaslu RI Abhan, dan Wakil Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah Titi Anggraini. Sementara itu Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah M. Busyro Muqoddas menyampaikan pengantar diskusi.
Busyro dalam sambutannya menyampaikan, idealisme dan kontemporalitas sosial, ekonomi, kebudayaan, keamanan, dan kesehatan menjadi dua faktor utama yang melekat pada isu kampanye dan segala pro-kontranya di masyarakat.
“Mengenai idealisme, tentu kita berharap bahwa pilkada benar-benar menjadi wahana atau sarana penghormatan dan implementasi negara terhadap nilai demokrasi dan kemanusiaan,” tegas mantan Ketua KPK tersebut.
Pada aspek kontemporalitas Busyro bersepakat bahwa hingga saat ini demokrasi di Indonesia belum dapat menghasilkan hasil yang memuaskan, khususnya dalam hal pencegahan praktek korupsi. “Korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan dari hari ke hari semakin mengakar, mensistem, dan mewabah di dalam tubuh bangsa Indonesia,” ujarnya.
Melihat realita yang seperti ini, pemerintah harus secara cepat melakukan pengawasan dan control dengan memberlakukan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) bagi seluruh pasangan calon yang sedang berkompetisi di daerah. Dengan demikian, LHKPN dapat menjadi sistem moral yang perlu dipahami dan diaplikasikan oleh pejabat pemerintahan terpilih nantinya.
“KPU, Bawaslu, dan bersama masyarakat sipil seperti Muhammadiyah perlu bersatu dan bergandengan tangan membuat suatu konsep bersama mengenai role model isu-isu kampanye yang berkaitan dengan LHKPN,” ungkap Ketua yang membidangi Hukum dan HAM PP Muhammadiyah itu.
Isu lain yang tidak kalah penting adalah mekanisme penggunaan APBD dan kebijakan tata ruang yang dianggap rawan terjadi pelanggaran. Isu kebijakan tata ruang ini dapat dikendalikan oleh para pemilik modal, sehingga kedaulatan rakyat atas tanah yang dimilikinya sering terganggu dan terusik.
“Isu kampanye dan pilkada ini mari kita setting dalam kerangka desain demokratisasi yang bersih, sehingga siapa pun yang terpilih menjadi kepala daerah adalah mereka yang betul-betul merepresentasikan kepentingan masyarakat luas, bukan mereka yang mewakili kepentingan parpol,” pesannya.
Sementara itu, Titi Anggraini menyampaikan bahwa Pemilihan di masa Pandemi memiliki berbagai dampak. “Pemilihan makin berat, rumit, kompleks, dan mahal sebagai dampak dari penyesuaian tata cara, prosedur dan mekanisme pengelolaan pemilihan sesuai protokol kesehatan,” ungkapnya.
Menurut Titi, perlu sinergisitas antar aktor pemilik otoritas. Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah satu persepsi dan komitmen. Demikian pula antara Bawaslu, KPU, Kepolisian, Satgas Penanganan Covid-19, dan Satpol PP (Pemda) harus sinergi, terkoneksi, dan saling memperkuat.
Selain itu yang sangat penting adalah pemilih perlu aktif mencari informasi dan mengkonfirmasi rekam jejak para calon. “Agar Pilkada yang berbiaya mahal dan beresiko ini tidak merugikan kita sebagai pemilih,” pungkasnya. (diko)