Pesan Haedar dalam Launching UM Papua

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah—Muhammadiyah telah hadir di bumi Papua sejak tahun 1926 dan diterima oleh saudara masyarakat Papua di setiap daerah. Tidak ada kecanggungan apapun bagi Muhammadiyah untuk hadir diberbagai masyarakat yang beragam. Hal ini merupakan bukti bahwa kehadiran Muhammadiyah memang untuk semua.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikannya ketika memberikan sambutan atas Launching Univeritas Muhammadiyah (UM) Papua yang berubah dari sebelumnya Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Muhammadiyah Jayapura pada Jumat (23/10).

 “Kehadiran Muhammadiyah tidak untuk satu golongan dan tidak untuk satu kelompok tertentu. Karena itulah kami berharap untuk terus bekerjasama, dukungan, back up dan sinergi dari berbagai pihak,” kata Haedar.

Menurutnya, kemajuan suatu bangsa salah satunya disokong oleh pilar strategis pendidikan. Kemajuan suatu peradaban bangsa dimanapun dimulai dari gerakan pendidikan. Pendidikan menjadi pilar penting yang mampu membawa peradaban suatu bangsa menjadi unggul dibanding dengan yang lain.

Dalam konteks kaum muslim, ungkap Haedar, terdapat tradisi literasi atau iqra’ yang merupakan tradisi utama yang perlu dipedomani, tradisi ini juga bisa berlaku secara universal bagi siapapun yang ingin peradabannya maju. Termasuk di Indonesia pada masa perjuangan, juga menempatkan pendidikan sebagai pilar yang ditancapkan dan dipedomani untuk menyongsong peradaban yang dicitakan.

 “Lembaga pendidikan Muhammadiyah selain bertujuan sama untuk mencerdasakan kehidupan bangsa, juga kepada seluruh anak didiknya termasuk di perguruan tinggi, ditanamkan semangat untuk Hubbul Wathan, yaitu semangat untuk cinta dan berkomitmen pada tanah air,” imbuhnya.

Semangat inilah yang kemudian melahirkan tokoh-tokoh pergerakan dari Rahim Muhammadiyah. Diantara sumbangsih kader Muhammadiyah adalah peran mengintegralkan laut dan daratan Indonesia menjadi satu kesatuan teritorial dengan deklarasi Juanda. Ir Juanda adalah DNA Muhammadiyah yang diberikan untuk Indonesia.

Haedar menambahkan, termasuk Presiden pertama RI juga kader Muhammadiyah, bahkan pernah menjabat sebagai ketua bidang pendidikan di Muhammadiyah Bengkulu selama masa penggasingannya di sana. Termasuk istrinya, ibu Negara, Fatmawati adalah sosok ‘Aisyiyah perempuan Muhammadiyah, yang ayahnya adalah konsul Muhammadiyah di Bengkulu.

 “Ini adalah komitmen Muhammadiyah untuk membangun sumber daya insani bagi kemajuan bangsa, tidak kenal lelah sejak pergerakkan ini lahir sampai hari ini, dan sampai di masa depan,” ucapnya.

Sehingga sinergi yang dilakukan oleh Muhammadiyah dengan pihak lain adalah upaya kolektif, bahwa Indonesia ini akan maju menghadapi tantangan persaingan yang berat. Menurut Haedar, Indonesia akan mampu mengarungi kompetisi di masa depan jika memiliki sumber daya insani yang kuat, tangguh, dan punya kekuatan untuk bersaing.

Lembaga pendidikan sebagai usaha untuk mencerdaskan akal pikiran juga berperan untuk mencerdaskan akal budi yang melahirkan karakter utama. Termasuk melalui hadirnya UM Papua ini selain sebagai anugrah juga mengandung tantangan bagi Muhammadiyah untuk terus menghadirkan lembaga pendidikan di bumi Papua.

Bersama dengan stakeholder terkait, Haedar berharap Muhammadiyah bisa mengakselerasi seluruh kegiatan pendidikan agar sumber daya insani di bumi Papua dan di negeri ini menjadi unggul dan berkemajuan. Dengan tidak meninggalkan karakter asli ke-Indonesiaan dan keragaman sesuai keadaan bangsa ini.

Selanjutnya menurut Haedar, selain bidang pendidikan yang mempengaruhi kelangsungan sebuah bangsa-negara itu tergantung pada persatuan, kebersamaan, dan keutuhannya sebagai sebuah nations. Pecahnya Negara-negara besar yang dahulu pernah ada dan kini menjadi terpecah belah juga disebabkan karena adanya perpecahan dan separatism.

 “Karena itu kita berharap dengan hadirnya lembaga pendidikan, kesehatan, dan berbagai gerakannya menjadi kekuatan perekat dan pemersatu bangsa. Tugas terberat kita saat ini satu diantaranya adalaha selain membangun sumber daya manusia yang unggul, yaitu juga tetap menjaga keutuhan dan persatuan nasional atau persatuan bangsa dari pusat sampai daerah,” ungkapnya.

Persoalan yang merundung bangsa Indonesia harus mampu menjadikannya lebih dewasa sebagai sebuah bangsa. Dan menyadari perbedaan harus dibalut dengan semangat bhineka tunggal ika, dengan semangat persatuan Indonesia itu harus tetap menjadi komitmen bersama. Persoalan bangsa seberat apapun menurut Haedar akan selesai manakala memiliki spirit kebersamaan.

 “Kebersamaan yang autentik, persatuan yang autentik. Persatuan yang bukan diatas kata-kata dan retorika, tetapi persatuan yang lahir dari jiwa yang tulus. Bahkan disaat kita berbeda, kita berusaha mencari titik temu bukan memperuncing perbedaan itu,” urai Haedar.

Hatta, jika tidak ditemukan titik temu maka harus tetap bisa dengan sikap bijaksana sepakat dalam perbedaan. Nilai-nilai luhur ini diwariskan para pendiri bangsa, termasuk dari tokoh-tokoh Muhammadiyah. Bekal legacy ini menjadikan lembaga pendidikan Muhammadiyah menjadi kekuatan perekat bangsa yang menyebarkan nilai-nilai damai, toleran, persatuan dan kebersamaan demi masa depan Papua, Indonesia, bahkan demi masa depan kemanusiaan semesta.

“Muhammadiyah lahir bukan hanya untuk Muhammadiyah, Muhammadiyah lahir bukan hanya untuk kaum muslim, Muhammadiyah lahir untuk bangsa, Negara dan kemanusiaan semesta,” pungkasnya. (ppmuh/riz)

Exit mobile version