M. Rofiq Muzakkir
Malam ini saya berduka sekali,
Sahabat terbaik saya baru saja Allah panggil.
Lidah saya kelu, air mata meleleh. Tidak pernah menyangka dia akan pergi secepat ini.
Ketika istri saya, saya kabari. Airmatanya pun meleleh. Ia sahabat kami yang sangat baik.
Akhir September yang lalu, Dzikron berkirim kabar sambil minta doa.
Katanya, ia sedang diuji Allah dengan sakit.
Syarat kejepit. Badan terasa lemas.
Penyebabnya kurang minum dan olahraga. Banyak terpapar AC.
Saat itu, saya jawab optimis: semoga Allah segera beri kesembuhan!
Qadarallah ma sya fa’ala.
Ini adalah takdir Allah, apa yang Dia kehendaki, Dia lakukan.
Allah memanggilnya.
Allah sayang padanya.
Dzikron sahabat saya sejak kecil. Kami bersama sejak di kelas tiga Tsanawiyah, 20 tahun yang lalu.
Saya mengenal Dzikron dari A sampai Z.
Semua anggota keluarga saya, bapak ibu saya, kakak dan adik-adik saya, termasuk mertua dan ipar-ipar saya, kenal Dzikron dengan baik.
Semua orang mengingatnya karena tutur bahasanya yang halus, lembut, sopan dan santun.
Tidak pernah ia menyakiti hati orang lain.
Ia rendah hati, murah senyum.
Ia teman yang merangkul, tidak pernah mencari musuh. Setiap orang yang berada di dekatnya selalu merasa nyaman.
Singkatnya, akhlak yang mulia ada padanya.
Ia juga teman yang memelihara silaturahmi.
Dalam kapasitasnya sebagai seorang pengusaha dan banyak berkeliling Indonesia,
Dzikron selalu menyempatkan diri menemui temannya di kota yang ia singgahi.
Sekedar minum kopi dan menyambung cerita lama.
Belum lama anak saya bertanya, “Daddy, who is your best friend?”
Saya jawab om Dzikron.
Kami kenal seluk beluk masing-masing.
Kami saling curhat dan membantu dalam semua urusan,
Dari belajar, mengajar, mencari jodoh, sampai urusan anak.
Dia membantu saya menemukan istri, saya juga membantunya menemukan istrinya.
Terakhir bertemu dengannya, ia datang mengantar saya ke bandara Adi Sucipto pada hari keberangkatan saya untuk melanjutkan kuliah.
Dzikron juga aktivis kum ulama.
Mengabdi di Muhammadiyah tanpa pamrih.
Ia adalah salah seorang yang berada di balik layak tafsir at-Tanwir Muhammadiyah.
Ia menyusun konsep, menulis dan mengedit naskah, mengirim undangan, menjadi moderator, sampai menceramahkan isi tafsirnya.
Tidak berlebihan kalau saya katakan.
Dzikron adalah khadimul Quran.
Dzikron adalah anak muda tulang punggung Tarjih
Dua bulan yang lalu ia mengontak saya,
Meminta agar PCIM AS membantu menerjemahkan fatwa-fatwa Tarjih tentang Covid-19
Saya jawab, baik.
Ketika naskah terjemahan akan saya kembalikan, ia jawab ia sedang cuti dari Majelis Tarjih.
Tak disangka ini adalah bentuk pengabdian terakhirnya untuk umat.
Dzikron,
Saya bersaksi engkau orang yang sangat baik.
Engkau adalah inspirasi,
Insya Allah engkau berada di tempat yang indah,
Allah anugerahkan rahmat di alam barzakh,
Cahaya terang menyinari kuburmu.
Akhlakmu, perangaimu, senyum mu,
Akan dikenang semua orang.
Namamu abadi.
Allahuma adkhilhul jannata ma’al abrar.
Arizona,
24 Oktober 2020
Pukul 9 malam