Sejarah adalah peristiwa, suatu kejadian, maupun sesuatu yang telah berlalu. Namun tidak semua riwayat dari peristiwa atau kejadian di masa lalu memiliki nilai sejarah. Adanya pelajaran sejarah menjadi ilmu tentang masa lalu yang berusaha menentukan dan mewariskan pengetahuan . Maka, jika benar pelajaran sejarah dihapus malah mengingkari sebagaimana presiden Soekarno pernah bilang “Jas Merah”, jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Maraknya isu mengenai penghapusan mata pelajaran sejarah mengkhawatirkan masyarakat. Apalagi kabar yang belum tentu benar tersebut muncul di bulan akhir bulan September ke Oktober di mana dulu ada peristiwa sejarah yang memilikan bagi bangsa Indonesia. Hal ini tentu saja memiliki implikasi dari agenda dan kepentingan politik pihak-pihak tertentu.
Munculnya isu penghapusan mata pelajaran sejarah berawal karena ada presentasi internal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang keluar ke masyarakat terkait permutasi penyederhanaan kurikulum. Dalam draf itu, pelajar pada jenjang kelas 10 SMA/sederajat pelajaran sejarah dileburkan bersama pelajaran IPS. Begitupun dengan rumpun eksakta seperti Fisika, Kimia, dan Biologi dileburkan jadi pelajaran IPA.
Begitu juga untuk jenjang kelas 11 dan 12 SMA/sederajat mata pelajaran sejarah menjadi mata pelajaran pilihan, bukan wajib. Bersama dengan mata pelajaran rumpun IPS lainnya, seperti Sosiologi, Ekonomi, Antropologi, dan Geografi. Bersama dengan itu, rumpun eksakta atau IPA juga menjadi pilihan, seperti pelajaran Biologi, Kimia, Fisika dan lainnya.
Dalam dokumen kurikulum pendidikan nasional, tujuan mata pelajaran sejarah dijabarkan dengan rinci, ironisnya tujuan ini seolah hanya menjadi referensi (Sayono, 2013). Mata pelajaran sejarah memiliki peran dalam membentuk karakter bangsa dan menumbuhkan sikap kebangsaan dan cinta tanah air.
Permendiknas No. 22 tahun 2006 menyebut mata pelajaran sejarah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan diantaranya membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan. Serta melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan.
Sejarah memiliki perpektif tergantung dari siapa dan dari mana sejarah itu didapatkan. Ada sejarah yang dilupakan, dipinggirkan, bahkan mengubah sejarah. Maka wajar ketika muncul kekhawatiran dari masyarakat tentang penghapusan pelajaran sejarah. Akan tetapi sejarah perlu dipertanggungjawabkan sesuai dengan kaidah keilmuan yang berlaku. Selain itu, adanya kaitan pelajaran sejarah dengan pembentukan karakter peserta didik terjamin dalam konstitusi serta turunannya.
Dalam klarifikasi terkait pelajaran sejarah dihapus sebagaimana Mendikbud Nadiem Makarim nyatakan bahwa sejarah adalah tulang punggung dari identitas nasional. Memang seharusnya pendidikan sejarah menjadi hal yang relevan untuk generasi muda dengan penggunaan media yang menarik untuk generasi baru kita agar bisa menginspirasi mereka. Identitas generasi yang nasionalis hanya bisa terbentuk dari sebuah kolektif memori yang membanggakan dan menginspirasi.
Sejarawan Anhar Gonggong pernah mengungkapkan betapa penting posisi pendidikan sejarah untuk menciptakan kesadaran sejarah dalam rangka membangun identitas nasional. Tanpa pemahaman sejarah kolektif (menjadi) bangsa, akan memungkinkan peserta didik tidak mengenal diri, karena tidak mengenal landasan identitas dirinya. Oleh karena itu, perlu usaha revitalisasi pendidikan yang berbasis nasionalisme.
Pelajaran Sejarah yang Menarik
Pelajaran sejarah mesti diajarkan secara menarik. Terlebih di era informasi dan teknologi saat ini jangan-jangan pelajaran sejarah sudah tidak relevan. Benar ungkapan metode itu lebih penting dari materi, karena materi sebaik apapun tanpa metode yang baik akan tidak efektif. Tidak dapat dipungkiri bahwa pelajaran sejarah lebih banyak menghafal dan membosankan.
Pada dasarnya masyarakat menyukai sejarah, seperti saat ini muncul beberapa media yang berbasis pengungkapan sejarah. Peristiwa sejarah yang terjadi pada tanggal yang sama di masa lampau dikaitkan dengan fakta-fakta hari ini dan dikontektualisasikan sesuai zaman sekarang. Dengan diskusi dan pengkajian yang sesuai dengan tingkatan peserta didik tentu akan mengasah sikap kritis dan memberikan keteladanan.
Tentunya penggunaan audio visual sebagaimana karakteristik generasi saat ini memiliki nilai tambah bagi pelajaran sejarah. Kunjungan ke tempat yang memiliki nilai sejarah juga perlu dipopulerkan minimal di daerah setempat. Selain itu, pelajaran sejarah bisa diaplikasikan dalam permainan drama, karena dapat menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah peristiwa sejarah.
Rizki Putra Dewantoro, Pegiat Literasi Iqro Movement