Suara Muhammadiyah – Jabir bin Abdullah berkisah. Suatu hari kami melihat keranda jenazah lewat. Nabi kemudian berdiri. Kami pun ikut berdiri bersamanya. Lalu kami mengatakan, “Wahai Nabi, itu jenazah orang Yahudi”. Beliau bersabda, “Kematian itu membuat kesedihan yang mendalam. Bila kalian melihat jenazah, berdirilah.”. Itulah penggalan contoh kemuliaan Nabi Muhammad sebagaima dinukilkan dalam hadis yang diriwayatkan Muslim.
Ketika belia, Muhammad membikin jejak emas kemuliaan yang bersejarah. Kala itu era Jahiliyah. Para kabilah Arab nyaris bertumpah darah karena berselisih siapa yang berhak mengangkat hajar aswad ke Kakbah. Saat itu ada renovasi Baitullah. Mereka akhirnya bersepakat, yang mengangkat adalah orang yang pertama kali masuk ke kompleks Rumah Allah itu. Ternyata Muhammad muda. Akhirnya dengan kearifan, Muhammad minta setiap kepala kabilah mengangkat ujung kain yang di atasnya diletakkan batu hitam itu. Lalu Muhammad meletakkan hajar aswad di sudut Kakbah. Itulah Muhammad sang pendamai dan anti kekerasan. Muhammad sang terpercaya, Al-Amin.
Tatkala Fathu Makkah tahu 630 M. Muhammad s.a.w. memberi jaminan keselamatan jiwa kaum kafir. Bahkan, ketika sebagian sahabat euforia denga mengatakan, “inilah hari laknat bagi kaum kafir”. Nabi mengingatkan agar diucapkan, “Hadza yaumul marhamah”, inilah hari kasih sayang bagi semua. Pembebasan kota bersejarah yang melibatkan lebih 10 ribu pasukan itu sama sekali tak meneteskan darah.
Nabi akhir zaman itu mempraktikkan sabdanya dalam tindakan,“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi). Sekaligus mewujudkan risalah Islam sebagai rahmat bagi semua, “Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya: 107).
Umat Muhammad pun tentu wajib meneladani kemuliaan dan uswah hasanah Nabi. Berbuatlah baik, sebarkan damai, dan jauhi kekerasan. Penghinaan terhadap Nabi tidak akan meruntuhkan keagungan baginda, meski kita selaku umatnya harus membelanya dengan cara beradab dan mulia. Lawan kemunkaran dengan kebaikan sebagaimana Nabi mengajarkan akhlak mulia dan rahmat bagi semesta.
Jadi, bagaimana mungkin Nabi yang mengajarkan dan mempraktikkan kemuliaan hidup bagi semua orang. Justru dihinakan oleh orang-orang yang mengaku insan modern berkeadaban maju. Nama dan sosok Muhammad menjadi bahan lecehan. Apalagi pelecehan itu terjadi di dunia pendidikan yang mestinya mengajarkan keagungan perilaku bagi siapa saja. Bukankah saat ini kita hidup di zaman peradaban tinggi? Rupanya, dunia modern masih perlu belajar alfabeta peradaban utama kepada Muhammad Sang Nabi mulia!