Antara DR Soetomo, Penistaan Terhadap Nabi Muhammad, dan Sikap NU
Oleh: Lukman Hakiem
Pada hari Senin sore pukul 16:30, tanggal 30 Mei 1938, tokoh nasional Dr Soetomo wafat. Keesokan harinya jenazah pendiri Boedi Oetomo itu dimakamkan di Surabaya.
Soetomo yang dilahirkan di Ngepeh, Nganjuk, pada hari Minggu, 30 Juli 1888, terlahir dengan nama Soebroto. Selain turut mendirikan Boedi Oetomo, Soetomo juga dikenal sebagai pemimpin Partai Indonesia Raya (Parindra), dan pemimpin redaksi surat kabar Bangoen.
Menista Nabi Muhammad
DI Koran Bangoen No. 8 dan 9 tahun 1937, keluar tulisan Sitti Soemandari berjudul “Huwelijks Ordonantie en Vrouwen Emancipatie”.
Dalam tulisannya itu, Soemandari menista Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menuduhnya pernah berzina, seorang tua bangka yang bengis, pemaksa, serta penggemar perempuan.
Segera sesudah Bangoen beredar, reaksi keras bermunculan, antara lain dari koran Mata Hari yang terbit di Surabaya. Sejumlah tokoh merancang protest meeting (aksi protes).
Berita Nadlatoel Oelama (BNO) edisi 28 Syawal 1356/1 Januari 1938 bereaksi sangat keras. “Kami tidak menganjurkan perpisahan di kalangan sebangsa, asalkan kamu masih menghendaki persatuan kita; akan tetapi kami merasa berhak ambil tindakan yang kupandang perlu, bilamana ada sebab-sebab yang memaksanya. Penghargaan kita pada persatuan nasional tidak sekali-kali membuta tuli, ridha mengorbankan kesucian agama kita, kehormatan Nabi besar, syari’at Islam kita, kebenaran kita, kemuliaan dan umat dan kebesaran masyarakat kita.”
Kepada umat Islam, BNO mengingatkan: “Kita harus memutuskan antero perhubungan kita dengan fihak yang clemer tangannya dan pihak yang membiarkan perbuatannya. Kita harus berdiri atas kaki sendiri, tidak lagi ma’mum pada partai-partai yang mempermainkan kita dan tidak mengakui hak kita sebagai manusia terhormat, berperasaan, dan berpikiran.”
Maklumat Redaksi Bangoen
Melihat reaksi keras umat Islam, yang tampaknya di luar dugaan kaum penista Nabi, redaksi Bangoen mengeluarkan Maklumat yang ditandatangani oleh Dr. R. Soetomo dan R. Soetedjo.
Maklumat itu pada intinya memberitahu pembaca bahwa dua orang yang dianggap bertanggung jawab atas pemuatan tulisan Sitti Soemandari –yang telah menggemparkan dunia Islam– yaitu R.M. Soetopo Wonobojo dan R. Soeroto telah diberhentikan.
Menanggapi Maklumat Bangoen itu, Pedoman Masjarakat (PM) seperti dikutip BNO (14 Dzulqa’dah 1356/15 Januari 1938) antara lain menulis: “Prinsipil Maklumat seperti di atas itu kita hargai, akan tetapi di samping itu tidaklah berarti bahwa bunyi surat Dr. Soetomo kepada Parindra Cabang Palembang itu batal dengan sendirinya, selama Soetomo sendiri belum membikin rechtificatie tentang bunyi suratnya yang menyatakan bahwa ia gembira melihat timbulnya protes orang terhadap tulisan Sitti Soemandari, yang dianggapnya sebagai tanda kesadaran rakyat Indonesia.”
Menurut PM lebih lanjut, pada mulanya Soetomo mengatakan bahwa majalah Bangoen ialah satu vrije tribune, tiap-tiap orang merdeka mengutarakan fikirannya di dalamnya dan anggota redaksi tidak bertanggung jawab terhadap isinya. Sekarang, sesudah alam Indonesia, kelihatan oleh Soetomo, gempar, dia keluarkanlah Maklumat seperti di atas.
PM menganggap langkah Soetomo memberhentikan Soetopo dan Soeroto cuma taktik saja.
Mengomentari pendapat PM, BNO menulis: “Kami tak hendak menguraikan lain pendapatan, sebab sebagai pendirian PM, inilah pendirian kami, sekalipun ada juga perbedaannya, ialah kami tidak sudi berunding dengan Soemandari cs, makhluk Allah yang amat durhaka itu!”
Orang Tua Soemandari Minta Maaf
Setelah muncul reaksi keras kaum Muslimin seperti tercermin dalam Pedoman Masjarakat, _Berita Nahdlatoel Oelama dan munculnya rencana aksi protes, akhirnya Soemandari secara terbuka mengakui kesalahannya dan meminta maaf.
Soemandari menulis: “Dahulu kami menulis karangan kami di dalam Bangoen itu dengan keyakinan. Kami mempelajari soal itu dari beberapa buku, mengumpulkan beberapa bahan. Dengan persediaan itu kami tulis artikel dengan segala kesucian hati. Akan tetapi setelah melihat reaksi-reaksi fihak Islam, 7setelah melihat teriakan umat Islam, kami fikirkan lagi soal ini. Kami pertimbangkan lagi tulisan itu dan pengaruhnya kepada kalangan umum. Datang sekarang kami keyakinan baru. Melihat sekarang kami kesalahan kami. Dan kesalahan ini kami akui di sini dengan perantaraan pers.”
Sementara itu, dari Madiun, ayah Sitti Soemandari, Sastrohoetomo, menulis surat terbuka yang menyesalkan tulisan anaknya itu.
“Sudah selayaknya jikalau seorang anak ada kesalahan, maka bapaknya pun turut merasa dan mengakui salah juga, sebab anak itu darah atau roh bapak, boleh dibilang anak dan bapak itu seolah-olah senyawa dan sejiwa.”
Pemimpin Besar
Ketika Dr. Soetomo wafat, BNO 2 Rabi’ul Akhir 1357/1 Juni 1938, menurunkan tulisan khusus satu halaman penuh di halaman depan.
BNO, menulis: “Walaupun dalam satu-dua hal, tindakan dan faham Tuan Dr tersebut kurang memuaskan kita, dan kadang-kadang mengecewakan, akan tetapi kita sebagai rakyat Indonesia tidak boleh melupakan atas jasa-jasa beliau yang besar, jasa beliau yang ditujukan untuk bangsa dan nusa Indonesia. Maka merasa atau tidak, kita berutang budi kepadanya.”
BNO mencatat jasa Dr. Soetomo pada saat berdirinya Nahdlatoel Oelama. Soetomo, menurut BNO, pernah memberikan tenaganya.
Menjelang akhir hayatnya, Dr. Soetomo hendak memberi sumbangan kepada umat dan agama Islam dengan mendirikan Kulliyyah Islamiyah (KI) di Surabaya. Dr. Soetomo sendiri akan memimpin sebagai Presiden KI. Sebelum cita-cita tersebut terwujud, ajal telah lebih dulu menjemput.
BNO yang dalam kasus Soemandari menjadi salah satu media yang mengeritik keras Dr. Soetomo menganjurkan kaum NO untuk bersama-sama mengadakan shalat gaib dan tahlil untuk ruh pemimpin besar itu. BNO juga mendoakan Dr. Soetomo agar diampuni semua dosanya serta dilimpahi rahmat sebanyak-banyaknya.
Nasabnya Bersambung kepada Nabi Muhammad
Menurut penelusuran BNO, Dr. R. Soetomo adalah putera R. Soewadji bin R. Kartodiwirjo bin R. Prawirosentono dari istrinya yang bernama R. Kalpikowati, ialah bekas istri Sultan Mataram III.
R. Kalpikowati adala putri Mas Prawirodipuro bin R. Renowidjojo bin R Soerjani bin Pangeran Paningger bin Pangeran Nrangkusumo bin Sunan Giri Prapen bin Sunan Giri Dalem bin Sunan Giri Kedaton bin Maulana Ishak bin Syaikh Jamadil Kubro bin Zainal Kubro bin Zainal Ali bin Zainal Abidin bin Sayidina Hasan bin Sayidatina Fathimah binti Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lukman Hakiem, Peminat Sejarah. Semenjak muda sebagai menjadi aktivis HMI, menulis berbagai buku dan artikel. Sempat menjadi staf M Natsir, staf ahli Wapres Hamzah Haz, dan agoota DPR. Karya bukunya yang terakhir adalah tentang Biografi M Natsir menjadi best seller. Kini menyepi di Sukabumi
https://republika.co.id/berita/qb6iow385/dr-soetomo-penistaan-terhadap-nabi-muhammad-dan-sikap-nu