YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia (PNMHII) kembali digelar dan kali ini, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menjadi tuan rumah.
Pertemuan yang diikuti oleh 56 universitas dari Sabang sampai Merauke ini merupakan yang ke-32 kalinya digelar. Jika pada tahun sebelumnya PNMHII digelar secara luring (luar jaringan) atau offline, pada tahun ini pertemuan ini digelar dengan metode daring (dalam jaringan) atau online.
Pertemuan yang mengangkat tema “Development Gap Among ASEAN: Problem and Agenda” ini memiliki beberapa agenda diantaranya adalah Sidang Forum, Presentasi Paper, Joint Statement Forum, Muhammadiyah Yogyakarta Diplomatic Course, Kompetisi Video, Dreamwork Summit, dan juga Press Corps yang akan dilaksanakan selama 5 hari sejak 3 hingga 7 November 2020.
“Meskipun digelar secara daring, hal ini tidak menyurutkan antusias dan semangat kompetitif dari para peserta dan juga panitia,” ungkap Fatihatur Rahmi Aziza, ketua umum Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (KOMAHI) UMY saat menyampaikan sambutan dalam upacara pembukaan PNMHII, Selasa (03/11).
Upacara pembukaan yang juga dihadiri oleh Rektor UMY, Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P., IPM., ini disiarkan langsung dari Ruang Sidang Lt.5, Gedung AR Fachruddin B, UMY melalui platform Zoom Meeting dan live streaming YouTube.
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno L.P Marsudi dan Ketua Asosisasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) Dr Yusran, turut hadir sebagai keynote speaker untuk memberikan materi kepada para peserta pertemuan. Dalam pemaparannya, Retno mengangkat Situasi Geopolitik Internasional dalam masa pandemi.
“Pandemi COVID-19 yang merupakan bencana global ini membutuhkan kerja sama antar negara dalam penanganannya, namun yang terjadi saat ini ialah rivalitas yang semakin tinggi terutama untuk dua negara dengan kekuatan besar yang semakin menyulitkan negara lain sebagai pihak ketiga,” ungkapnya.
Menurut Retno, prinsip politik bebas aktif yang dianut Indonesia sangat relevan dengan kondisi saat ini. Bebas berarti bebas menentukan mitra kerja sama dan aktif berarti aktif berkontribusi bagi perdamaian dan stabilitas dunia dengan satu kiblat yaitu kepentingan nasional Indonesia.
“Di tengah rivalitas dua negara berkekuatan besar, negara-negara ASEAN termasuk Indonesia memiliki komitmen untuk terus menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan ini,” tambahnya.
Di akhir pemaparannya, Retno memberikan pesan bahwa tantangan dunia semakin hari semakin besar terutama semakin meruncingnya rivalitas dua kekuatan besar, Indonesia akan berpegang teguh pada prinsip politik bebas aktif, dan sudah merupakan komitmen Indonesia untuk berkontribusi sebagai bridge builder terhadap perdamaian dan kesejahteraan dunia, serta Indonesia akan terus mendukung multilateralisme.
“Saya berharap para mahasiswa dan juga alumnus dari Hubungan Internasional akan terus menjadi penggerak untuk menginjeksi energi positif bagi Indonesia untuk membawa Indonesia menjadi lebih maju dan sejahtera,” tutup Retno. (ays)