Meski bukan keluarga Muhammadiyah, sejak kecil Sutopo sudah dikenalkan dengan Muhammadiyah. Tempaan di Madrasah Muallimin dan Pandu HW menjadikannya sebagai kader yang tidak kenal kata istirahat dalam berjuang. Semua hidupnya didedikasikan untuk Muhammadiyah.
Oleh: Muhammad Jamaludin Ahmad
Hari ini Jumat tgl 20 Robiul Awal 1442 H/6 November 2020 M, saya dapat kabar dari RSU PKU Muhammadiyah Cepu bahwa Pak Sutopo, tokoh dan sesepuh Muhammadiyah Cepu Wafat. Saya mengenal beliau sebelum saya tahu Cepat dan sebelum ditugaskan oleh PP Muhammadiyah sebagai team Direksi PKU Muhammadiyah Cepu.
Di Cepu, Muhammadiyah dirintis dan diperjuangkan oleh beberapa tokoh selain Pak Topo antara lain: Mbah Rozikin (ustadz Rozikin merupakan dai, mubaligh, ustadz sekaligus ideolog Muhammadiyah cepu yang menjadi rujukan kajian ke Islaman warga Muhammadiyah dan ummat Islam Cepu), pak Nafi dan Ibu, Pak Suwito dan ibu, dan tokoh sepuh lainya.
Pak Topo ketika masih sehat merupakan sesepuh terakhir yang masih mampu bercerita dan berkisah tentang Muhammadiyah Cepu dan seluruh Amal Usahanya. Sebelum pandemi Covid-19 saya sudah menugaskan Manager Bindatra RS PKU Muhammadiyah Cepu untuk mewancari Pak Topo untuk mejadi bahan penulisan kisah sejarah dan sejarah RSU PKU dan sejarah Muhammadiyah Cepu.
Sesepuh Terakhir Muhammadiyah Cepu
Mengapa Beliau yang pertama kali harus kami wawancarai ? Karena beliau orang yang paling tahu A hingga Z nya Muhammadiyah Cepu. Beliau salah satu pelaku sejarah Muhammadiyah Cepu dan RS PKU Muhammadiyah yang paling sepuh. Wawancara sudah berlangsung sekali dan kemudian dipending karena pandemi covid datang menyerbu Indonesia. Kesempatan untuk menulis sejarah RS PKU Cepu dan Muhammadiyah Cepu menjadi kurang bermakna narasumber utama telah mendahului kita dipanggil oleh Allah SWT.
Pertemuan terakhir saya dengan beliau sekitar dua setengah bulan yang lalu tepatnya tanggal 19 Agustus 2020 ketika sowan ke Pak Topo dan ibu untuk memenuhi undangan makan siang di kediaman Pak Topo. Sudah lama ingin memenuhi dawuh Pak Topo dan ibu untuk makan siang di kediaman beliau. Karena pandemi, keinginan silaturrahmi dan makan sian bersama beliau menjadi tertunda.
Dua pekan sebelumnya sebenarnya kami sudah silaturahmi dan bincang bincang dengan PakTopo dan Istri beliau tentang Muhammadiyah dan tentang orang Cepu untuk melengkapi penulisan kisah dan sejarah Muhammadiyah Cepu. Kami sowan ke Pak Topo Juga bermaksud melengkapi bahan untuk menulis profil dan kisah hidup Pak Topo.
Selesai silaturahim saya didawuhi beliau untuk datang ke rumah beliau lagi khusus makan siang bareng beliau berdua. Ketika akhirnya tanggal tersebut saya benar benar dapat sowan lagi untuk memenuhi undangan makan siang bersama beliau, nampak sekali wajah beliau dan ibu berbinar binar. Saya dianggap seperti anak sendiri. Ternyata pertemuan makan siang hari itu menjadi pertemuan terakhir saya dengan Pak Topo karena Hari ini Jumat enan November, Pak Topo telah dipanggil oleh Allah SWT.
Dusun Sudung Yang Sudah Terjangkau Mobil
Pak Topo lahir di dusun Sudung, kelurahan Wado kecamatan Kedung Tuban Blora Jawa Tengah. Tempat kelahiran nya merupakan desa terpencil bahkan ketika Indonesia sudah merdeka setengah abad yang lalu desa tempat kelahiran belum bisa dimasuki/ dilewati mobil roda empat. Alhamdulillah saat ini mobil roda empat sudah bisa masuk ke desa Sudung ini.
Pak Topo lahir sekitar tahun 1940 sehingga saat ini berusia 80 tahun, sedangkan Bu topo lahir tahun 1950. Beliau berdua menikah 50 tahun yang lalu, persisnya nanti tanggal 15 September 2020 pernikahan beliau genap 50 tahun.
Dari pernikahan ini Pak Topo dikaruniai empat Orang Putra. Putra pertama Beliau Adalah Mas Ir Amin atau sering dipanggil Mas Ut (alumni FT UII), kemudian Mbak Dr Ririn (Dosen PTN), Mas Eric (Sarjana Teknik Elektro) dan Dokter Lukman (dokter Spesialis Orthopedi di PKU Cepu).
Anak Masyumi Sekolah di Muallimin
Sutopo kecil lebih mengenal Masyumi dibanding mengenal Muhammadiyah. Melalui sosok ayahnya lah Sutopo mengenal Masyumi, dan kemudian menjadi lebih mengenal Muhammadiyah setelah disekolahkan oleh orang tuanya ke Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Betapa majunya pemikiran orang tua Pak Topo yang pada tahun itu berani menyekolahkan anaknya ke Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta.
Saya yakin tujuan orang tua Pak Topo menyekolahkan putranya ke Mu’allimin Yogyakarta adalah untuk kaderisasi agar bisa menjadi pejuang Islam melalui persyarikatan Muhammadiyah.
Sutopo remaja akhirnya sekolah sekaligus nyantri di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Tujuan orang tuanya untuk menjadikan Sutopo sebagai santri sekaligus kader persyarikatan nampaknya, dihayati oleh Sutopo. Ia belajar sungguh sungguh di Mu’allimin Muhammadiyah dan juga mengikuti semua kegiatan ekstrakulikuler terutama kepanduan Hizbul wathon atau kepanduan HW.
Putra beliau yang pertama, Mas Utomo atau mas Amin, disekolahkan ke Mu’allimin Yogya untuk jadi kader Muhammadiyah. Baru dua tahun sekolah di Muallimin, mas Amin pindah sekolah di SMPN Cepu. Setelah Lulus SMP di Cepu , terus melanjuntukan sekolah di SMA Muhammadiyah 1(MUHI) Yogyakarta.
Ketika sekolah di SMA Muhammadiyah 1, putra sulung beliau satu angkatan bahkan pernah satu kelas di SMA Muhammadiyah 1 dengan istri saya, juga sekaligus seangkatan dengan Izzul Muslimin yang pernah jadi Ketum PP IRM dan juga Ketum PP Pemuda Muhammadiyah. Setelah kami hijrah dari Jakarta ke Bantul, kami berniat untuk silaturahmi ke Mas Amin sekaligus sowan ke orang tuanya.
Akhirnya tahun 2014 kami sekeluarga silaturahim ke Cepu ke keluarga Pak Topo. Sejak itu kami jadi akrab dengan keluarga beliau, apalagi setelah saya ditugaskan PP Muhammadiyah ke RS PKU Muhammadiyah Cepu.
Rihlah Pandu Hizbul Wathon
Sewaktu kelas 2 Madrasah Mu’allimin Yogyakarta, Sutopo remaja dan rombongan pandu Hizbul Wathon ada tugas untuk rihlah dakwah ke beberapa PDM di kawasan Jawa Tengah bagian selatan dan barat. Sutopo sebagai santri Mu’allimin dan pandu HW ada tugas untuk rihlah dakwah naik sepeda dari jogja, magelang, Salatiga, Semarang, Demak, Kudus, Pati, rembang hingga akhirnya sampai ke Cepu. Perjalanan dari jogja hingga di rumah cepu dengan naik sepeda gowes ditempuh perjalanan llima hari lima mlm.
Di setiap kantor PDM rombongan pandu HW yang baru kelas dua Mu’allimin ini berhenti untuk silaturrahim dan mencari ilmu pada para pimpinan Muhammadiyah setempat. Bila malam tiba mereka menginap di masjid Muhammadiyah atau di rumah tokoh Muhammadiyah. Mereka juga harus siap tampil ketika tuan rumah meminta para santri untuk kultum atau menyampaikan pengajian.
Rihlah dakwah dengan sepeda dan dilakukan oleh santri yang baru kelas dua Mu’allimin. Bagi kita yang hidup jaman sekarang ndak terbayangkan. Sama dengan tidak terbayangkannya ketika ada anak muda berusia sekitar 15 tahun berangkat haji dan menuntut ilmu di tanah suci dan kemudian dlm usia sekitar 18 tahun ketika kembali ke Infonesia sudah punya pikiran dan pembaharuan untuk memajukan Islam dan memerdekakan Indonesia. Anak muda itu bernama Darwis.
Bagaimana dengan anak kita yang sekarang berusia 15 tahun? Sudh punya pikiran apa dan apa yang dicita citakan untuk Islam dan bangsanya? Mu’allimin waktu itu nampak mampu membuat para santri bersikap lebih matang dan berpikir dewasa. Terbukti anaka-nak remaja yang nyantri di Mu’allimin sudah siap jadi anak panah Muhammadiyah sejak dini. Sutopo remaja menjadi bagian dari sejarah Mu’allimin ini.
Lanjut ke IAIN Sunan Kalijaga dan Menjadi Hakim Agama
Setelah lulus dari Madrasah Mu’allimin Yogyakarta, Sutopo Muda kemudian melanjuntukan kuliah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ketika kuliah beliau banyak berguru pada tokoh tokoh Muhammadiyah dan juga menempa diri aktif di himpunan Mahasiswa Islam.
Lulus dari IAIN Sunan Kalijogo kemudian beliau diterims PNS di Kementrian Agama dan bertugas sebagai Hakim di pengadilan Agama. Beliau pernah bertugas di Boyolali, juga di Blora dan di beberapa kota lainya. Pak Topo dikenal sebagai pribadi yang tegas, tekun, pemberani serta sederhana.
Meskipun beliau bertugas sebagai hakim dan kepala pengadilan di beberapa kota, Pak Topo sering pulang ke Cepu. Tentu saja untuk ngurusi dan membenarkan Muhammadiyah. Jabatan terakhir beliau di Muhammadiyah adalah Ketua PDM Blora Jawa Tengah.
RumahTempat Menginap Para Ketua Umum PP Muhammadiyah
Hampir semua yang beliau miliki digunakan untuk memajukan Muhammadiyah. Rumah beliau menjadi tempat menginap semua Tokoh PP Muhammadiyah. Di antaranya Pak AR, Fakhrudin, Pak Amien Rais ,Pak Syafii Maarif dan semua pengurus PP Muhammadiyah yang hadir di Cepu.
Atas inisiasi, perjuangan dan Pengurbanan Pak Topo beserta tokoh tokoh Muhammadiyah generasi awal. Hari ini Muhammadiyah Cepu saat ini telah menjadi Muhammadiyah yang cukup maju dari aspek Amal Usaha. Muhammadiyah Cepu saat ini memiliki AUM berupa: 1. RS PKU Muhammadiya
2. TK ABA, 3. MI Muhammadiyah, 4. SD Muhammadiyah, 5. SMP MBS al Hikmah 6. SMA Muhammadiyah, 7.SMK Muhammadiyah 1, 8.SMK Muhammadiyah 2, 9. Masjid Al. Hikmah Kompleks PKU Cepu, 10 Masjid Kompleks MBS Al Hikmah, 11.Kantor PCM, 12.LaziMu PCM Cepu, 13. Ruko/Kios, 14. Toko Swalayan Surya Mart (sedang dalam tahap pendirian), 15.Panti Asuhan Yatim Piatu Muhammadiyah, 16. SLB Muhammadiyah Cepu
Semoga perjuangan dan pengorbanan Bapak Drs Sutopo menjadi amal sholih yang di ridloi oleh Allah SWT dan dianugerahi Syurga Firdaus. Selamat Jalan Pejuang yang gigih. Selamat menemui kekasihmu yang sejati.