Oleh: Preli Yulianto
Perjalanan bangsa ini tidak lepas dari perjuangan pahlawan bangsa dalam meraih cita-cita kemerdekaan. Terwujudnya kemerdekaan tidak lepas dari jerit payah tokoh terdahulu yang mengorbankan pemikiran, waktu, tenaga, harta, bahkan nyawanya untuk kata yang sakral yakni, “KEMERDEKAAN”.
Tujuh puluh lima tahun Indonesia merdeka sudah terlalui namun, bangsa ini jauh dari kesejahteraan. Menjadi catatan penting dihari 10 november hari pahlawan ini, kita jadikan refleksi bersama membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang beradap, kokoh, dan berkemajuan.
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang memiliki catatan penting dalam menorehkan tinta emas berkontribusi memajukan bangsa. Tokoh-tokoh Muhammadiyah ikut serta memperjuangkan kemerdekaan hingga ikut serta memperjuangkan dalam mempertahankan kemerdekaan.
Kata yang ternaung JASMERAH yakni, “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah” sejarah merupakan urat nadi bangsa ini, bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang tidak lepas dari perjuangan estapet yang pelik dari pendahulu bangsa ini.
Bung Karno pernah berkata, “Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta. Masa yang lampau sangat berguna sebagai kaca benggala daripada masa yang akan datang”. Jadikan catatan sejarah sebagai cermin kehidupan yang lebih baik, belajar dari sejarah maka bangsa ini akan tumbuh dan berkembang.
Sejarah Hari Pahlawan
10 November 1945 pada setiap tahunya diperingati sebagai hari pahlawan karena bermula terjadinya pertempuran besar di Surabaya yang terjadi antara tentara dari Indonesia dengan pasukan dari Inggris. Pertempuran tersebut kali pertamanya pasca kemerdekaan Indonesia.
Sebab musababnya Tentara Inggris yang tergabung dalam Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) datang ke Surabaya bersama dengan tentara Netherlands Indies Civil Administrat, on (NICA). Mereka bertugas melucuti tentara Jepang yang pada 14 Agustus 1945 telah menyerah kepada Sekutu dan memulangkan mereka ke negaranya. Namun, hal itu diiringi niat busuk mengembalikan Indonesia sebagai jajahan Belanda.
Hal tersebut memicu amarah warga Surabaya karena merasa Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. Ditambabah lagi insiden bendera Belanda kembali dikibarkan di Hotel Yamato pada 18 September 1945. Keesokan harinya warna biru pada bendera Belanda disobek sehingga yang berkibar Nampak bendera merah putih.
Pada tanggal 29 Oktober 1945, delegasi Indonesia menandatangani gencatan senjata dengan pihak dari tentara Inggris meskipun konflik terjadi. Puncaknya, ketika pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur, Brigadir Jend. Mallaby, terbunuh saat bentrokan pada 30 Oktober 1945 menimbulkan situasi memanas.
Pihak Inggris yang marah pada Indonesia kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjadikan Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh sebagai pengganti Mallaby. Beliau mengeluarkan ultimatum pada 10 November 1945. Berikut isi ultimamtum yaitu: Permintaan pada Indonesia untuk menyerahkan persenjataan; Instruksi menghentikan perlawanan pada tentara Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) dan administrasi Nederlands Indie Civil Administration (NICA); dan apabila pihak Indonesia tidak mematuhi tentara Inggris, pihak Inggris mengancam akan menggempur wilayah darat, laut, dan udara Surabaya; serta semua pimpinan bangsa Indonesia dan pemuda-pemuda Surabaya wajib datang paling lambat pada 10 November 1945 di tempat yang sudah ditentukan.
Semua ancaman yang dikeluarkan pihak Inggris tersebut tidak digubris masyarakat Surabaya, sehingga pertempuran tanggal 10 November 1945 tidak bisa terhindarkan. Pertempuran tersebut berlangsung kurang lebih tiga minggu. Puluhan ribu rakyat Surabaya menjadi korban dalam pertempuran tersebut. Ratusan ribu orang harus pindah dari Surabaya dan lebih dari 1500 prajurit Inggris tewas, hilang, dan luka-luka. Julukan “neraka” menjadi julukan bagi kota Surabaya kala itu karena kondisinya memang sangat mengerikan.
Sebagai bentuk penghormatan atas perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia itu, tanggal 10 November lantas ditetapkan pemerintah sebagai Hari Pahlawan dengan Keppres Nomor 316 tahun 1959. Sebagai catatan penting bagi bangsa Indonesia dalam menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan.
Peran Tokoh Muhammadiyah untuk Indonesia
Sejarah pun mencatat kontribusi Muhammadiyah melalui tokoh-tokoh yang berperan aktif dalam mengabdikan untuk kepentingan bangsa. Menjadi refleksi bagi kader-kader muda Muhammadiyah untuk meneladani dalam memberikan perubahan untuk menjadi lebih baik lagi.
Muhammadiyah melalui para kader-nya bergeriliya dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Seperti Kyai Haji Mas Mansur menjadi anggota Empat Serangkai bersama Ir Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara. Tiga tokoh penting Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusumo, Prof. Kahar Mudzakir, dan Mr. Kasman Singodimedjo bersama para tokoh bangsa lainnya mengambil peranan dalam mengusung dasar negara sebagai fundamental berdirinya suatu negara melalui Badan Persiapan Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Tiga tokoh tersebut, bersama tokoh bangsa lainnya melahirkan Piagam Jakarta.
Panglima besar Jenderal Sudirman yang merupakan kader Muhammadiyah membuktikan kiprahnya memimpin perang griliya dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Selanjutnya, tokoh fenomenal Insinyur Juanda yang merupakan tokoh Muhammadiyah yang menjadi pencetus Deklarasi Juanda tahun 1957, yang mendorong untuk kokoh menyatukan laut ke dalam kepulauan Indonesia, sehingga menjadi negara yang berintergritas dengan kesatuan yang utuh.
Kemudian, tokoh yang fenomenal K.H. Ahmad Dahlan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 657 tanggal 27 Desember 1961, karena kontribusinya sebagai tokoh tajdid yang memberikan peloporan dalam kebangunan umat Islam Indonesia, memberikan ajaran Islam yang murni, dan memelopori amal-usaha sosial dan pendidikan.
Siti Walidah karena memberikan kontribusi terhadap bangsa dengan memberdayakan kaum wanita melalui ‘Aisyiyah, mengkampayekan emansipasi agar terwujudnya kesetaraan gender. Nyi Walidah ditetapkan pula sebagai Pahlawan Nasional atas jasa-jasa beliau.
Berikut ini nama-nama tokoh Muhammadiyah yang mendapatkan gelar “Pahlawan Nasional” yakni: KH. Ahmad Dahlan, Siti Walidah, Fatmawati Sukarno, Ir. Suekarno, Jenderal Sudirman, Ir. Juanda, K.H. Fakhruddin, Gatot Mangkupraja, K.H. Mas Mansur, Ki. Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, Nani Wartabone, Abdul Kahar Muzakkir, dan A.R. Baswedan.
Preli Yulianto, Aktivis Universitas Muhammadiyah Palembang