Oleh: Preli Yulianto
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) terus berbenah menjadi organisasi yang senantiasa menebar manfaat kebaikan bagi umat. Tantangan yang dihadapi IMM bukan suatu yang mudah mulai dari dinamika internal sampai dinamika eksternal. Bagaikan kapal yang berlayar mengarungi samudera dibutuhkan nahkoda yang visioner dan crew kapal yang konsisten dalam menjalankan amanah dalam Ikatan.
Terkadang dalam menjalankan risalah perjuangan dihadapkan dengan berbagai sisi realitas organisasi yang perlu perhatian khusus, juga harus mawas diri terhadap situasi dan kondisi yang ada sehingga menjadi organisasi progresif apabila mampu membaca iklim secara akurat dan siasat atas hal tersebut.
Pradana Boy ZTF pernah berkata yakni: “Kritik maupun stigma, betapapun pedasnya, hendaklah menjadi momentum untuk membangun kembali daya kritis dan daya saing IMM. Sehingga pada akhirnya, kita bisa membuktikan bahwa jika suatu ketika kader IMM menduduki kedudukan-kedudukan penting bukan karena politisasi atau kronisme atau karena dasar like and dislike, melainkan benar-benar karena prestasi. Mari buktikan!”
IMM dalam Sisi
IMM menjadi organisasi yang senantiasa berperan aktif dalam mengawal perjalanan negeri ini. IMM dalam sisi organisasi diidentifikasi sebagai organisasi Islam yang senantiasa menjunjung tinggi gerakan yang secara garis besar dalam tiga unsur yakni: intelektualitas (kemahasiswaan), humanitas (kemasyarakatan), dan unsur religiusitas (aqidah agama Islam/keagamaan).
Dalam sisi lain, IMM tidak lepas dari problematika organisasi seperti, menurut Ahmadi dan Anwar (2014) yang menjelaskan bahwa persoalan yang kerap kali dihadapi tiap level pimpinan IMM adalah bentuk program dan kebijakan yang berubah-ubah dalam tiap periode pimpinan. Sehingga menimbulkan kesan IMM sebagai organisasi yang pragmatis (kejar jumlah program), bukan sebagai organisasi perkaderan yang mengkedepankan target dari sebuah program atau kebijakan.
Program kerja harus mampu menerapkan nilai dasar ikatan yang menjadi penting dalam ikatan sebagai jalan untuk menumbuh kembangkan ikatan agar tercapailah dengan tujuan IMM. Nilai dasar ikatan harus terjelmakan dalam gerakan IMM sebagai keselarasan dalam mewujudkan organisasi yang progresif.
Berikut ini merupakan Nilai Dasar Ikatan (NDI) yang tercatat dalam Sistem Perkaderan Ikatan (SPI) yakni: 1) IMM adalah gerakan mahasiswa yang bergerak tiga bidang keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan; 2) Segala bentuk gerakan IMM tetap berlandaskan pada agama Islam yang hanif dan berkarakter rahmat bagi sekalian alam; 3) Segala bentuk ketidak adilan, kesewenang-wenangan dan kemungkaran adalah lawan besar gerakan IMM perlawanan terhadapnya adalah kewajiban setiap kader IMM; 4) Sebagai gerakan mahasiswa yang berlandaskan Islam dan berangkat individu-individu mukmin, maka kesadaran melakukan syariat Islam adalah suatu kewajiban dan sekaligus mempunyai tanggungjawab untuk mendakwahkan kebenaran di tengah masyarakat; 5) Kader IMM merupakan inti masyarakat utama, yang selalu menyebarkan cita-cita kemerdekaan, kemulian, dan kemaslahatan masyarakat sesuai dengan semangat pembebasan dan pencerahan yang dilakukan Nabiyullah Muhammad SAW.
Selain itu juga, harus mengamalkan enam penegasan IMM yang dicetuskan di Kota Barat (Solo), 5 Mei 1965 sebagai pondasi gerakan yang harus dihelatkan agar gerakan IMM tidak berbelok dari tujuan awal dibentuknya. Gerakan IMM harus selalu selaras dengan fundamental nilai utuh historis sehingga dalam perkembangan zaman nilai itu tetap lestari dan khas organisasi akan tetap tumbuh dan berkembang.
Pentingnya menilik kembali garis-garis penting yang dapat penulis tarik untuk senantiasa mengimplementasikan mengingat hal yang sangat fundamental dalam Ikatan, “Profil Kader” yang harus menjadi kepribadian kader IMM yakni: 1) Memiliki keyakinan dan sikap keagamaan yang tinggi agar keberadaan di Ikatan di masa yang akan datang mampu memberikan warna masyarakat yang mulai meninggalkan nilai-nilai agamawi; 2) Memiliki wawasan dan kecakapan memimpin karena keberadaan kader ikatan bagaimanapun merupakan potensi kepemimpinan umat dan kepemimpinan; 3) Memiliki kecendekiawanan, mengingat spesialisasi dan profesionalisasi mempersempit cakrawala berpikir dalam sub-bidang kehidupan yang sempit; 4) Memiliki wawasan dan ketrampilan berkomunikasi, mengingat bahwa masa yang akan datang industri informasi akan mendominasi sistem budaya kita. Hal ini juga inhern dengan watak Islam yang dalam keadaan apapun juga selalu selalu siap melaksanakan amar maruf nahi mungkar sebagai essensi dari komunikasi Islamisasi.
Antara IMM dan Gerakan Lain
Tidak bisa dipungkiri gejolak politik bisa menyeret subjek yang dinamis dalam organisasi IMM untuk tergiur oleh donat yang mempunyai kenikmatan. Hal tersebut terjadi karena prinsip dasar kader yang tertangkup dalam profil kader belum melekat dalam sanubari dan urat nadi sehingga tergoda oleh kondisi tersebut.
Secara indentifikasi dalam (radix)gerakan lain hadir karena lemahnya monitoring hingga penjaringan bakal calon kader terkesan formalitas. Hal ini merupakan permasalahan penting dan PR besar bagi kawan-kawan Instruktur untuk dapat meng-block fenetrasi orientalis itu.
Menurut catatan Haedar Nashir (2006) dalam bukunya yang berjudul Manifestasi Gerakan Tarbiyah Bagaimana Sikap Muhammadiyah menjelaskan bahwa gerakan yang mengatasnamakan “Gerakan Tarbiyah” yang merupakan wajah lain dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk melakukan perekrutan anggota. Gerakan tarbiyah yang mulanya berawal dari kegiatan dakwah kampus melaksanakan perekrutan dengan pola tarbiyah dengan merujuk pada konsep tarbiyah Ikhwanul Muslimin (IM), yang lambat laun para aktivisnya mendirikan Partai Keadilan dan kemudian mengganti nama tahun 2004 menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
IMM merupakan gerakan yang secara tegas menyebutkan sebagai organisasi yang independen politik praktis. Hal ini lah yang menjadi ciri khas IMM sebagai organisasi yang yang bersih dari politik praktis. Politik praktis bukanlah tujuan dari perjuangan IMM dan Muhammadiyah sebagai wadah yang senantiasa mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Dalam setiap pimpinan IMM tentu memiliki dilema permasalahan dan yang perlu digaris bawahi menjadi biangkeladi munculnya permasalahan utama dalam ikatan bermuara pada kegagalan kaderisasi yang dapat dilihat dari pola-pola gerakan yang cenderung hanya event organizer, pembenahan internal yang tidak kunjung rampung, hingga tergiur godaan-godaan partai politik yang cenderung menenggelamkan tujuan hakiki ikatan.
Ditambah lagi permasalah yang pilu yang ditemui hampir dalam berbagai daerah bahwa munculnya gerakan yang meng-pressure yang cukup meresahkan dalam lingkungan kampus Muhammadiyah maupun internal organisasi yang membangun kekuatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Muhammadiyah.
Gerakan tarbiyah salah satunya, yang massif dalam Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dibanyak tempat. Membaca kondisi ini, PP. Muhammadiyah mengeluarkan Surat Keputusan PP Muhammadiyah nomor: 149/KEP/I.0/B/2006 tentang Kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, pada point ke-3 putusan ini menetapkan bahwa PKS merupakan partai politik yang memiliki kepentingan politik. Sehingga segala bentuk aktivitas yang tidak mencerminkan khittah perjuangan Muhammadiyah dilarang untuk difasilitasi dan sekaligus konsolidasi bagi semua unsur Muhammadiyah.
Jelas sebagai kader Muhammadiyah terutama kader IMM nanti pada waktunya, lahan aktualisasi mengarah pada kader persyarikatan, umat, dan bangsa. Jikalau ingin berkarya melalui jalan baru secara personal diberi kebebasan, seperti menurut Ahmadi dan Anwar (2014) menjelaskan keberadaan partai praktis bukanlah tujuan dari perjuangan Muhammadiyah, sehingga harus atau terlibat dalam percaturan politik. Kendati tetap memberikan kebebasan bagi kadernya yang memiliki kapasitas dan integritas untuk terlibat dalam politik praktis. Maka, disinilah pentingnya Khittah Muhammadiyah yang memposisikan Muhammadiyah akan selalu menjadi dirinya sendiri sebagai organisasi dakwah amar mahruf nahi mugkar.
Diaspora kader menjadi jalan baru mencari karunia Allah SWT dengan tujuan yang suci dan diabadikan untuk kepentingan rakyat dan semata-mata mencari ridho Allah SWT. Prinsip kader yang ber-diaspora harus cukup bekal dan kokoh dalam pendirian yang memiliki tujuan awal ialah tujuan Muhammadiyah, sejauh mana bertebaran di muka bumi akan senantiasa kembali menebar kebaikan.
Ber-diaspora harus kokoh dalam tujuan, harus mampu menebar kebaikan membuat arus bukan malah tergilas dan redup dalam dinamika lahan. Hal itulah, menjadi konsekuensi berdiaspora untuk terus tegak dimana pun berada melewati batas diri.