Antara Takabbur dan Akuntabilitas

Antara Takabbur dan Akuntabilitas

Antara Takabbur dan Akuntabilitas

Seorang teman yang menjadi wakil ketua MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Centre) PP Muhammadiyah dalam sebuah acara pernah menyampaikan bahwa beliau sering ditanya oleh koleganya dari berbagai negara tentang peran sertanya dalam penanggulangan bencana.

Pertanyaan yang sering mengemuka dari kolega manca negara tersebut terkait dengan apa yang bisa teman-temannya lakukan untuk membantu program dan kegiatan MDMC. Untuk itu, meraka minta agar teman saya tersebut selalu meng-update apa yang telah ia bersama MDMC lakukan sehingga informasinya diketahui oleh publik.

Namun, sayangnya, permintaan untuk aktif mengudpate kegiatan dakwah kemanusiaan tersebut belum sepenuhnya diterima oleh segenap aktivis persyarikatan. Kesadaran pentingnya menyampaikan informasi ke publik tentang aktifitas dakwah dan kemanusiaan juga belum bisa sepenuhnya diterima oleh kalangan umat Islam.

Tidak sedikit umat Islam yang berpandangan penyampaian informasi ke publik adalah bentuk takabbur, menyombongkan diri, dan berpotensi riya. Amal perbuatan yang mengandung unsur riya’ tidak akan diterima oleh Allah, sebab amal tersebut tidak dilakukan secara ikhlas. Begitu alasan yang sering dikemukakan. 

Betulkan mempublikasikan amal kegiatan ke publik salah satu bentuk riya’? Publikasi tersebut mungkin menjadi riya bila memang tujuannya untuk ‘ujub atau unjuk diri agar dianggap hebat oleh masyarakat luas. Agar tidak terjebak pada ‘ujub, maka niat publikasi itu yang perlu diluruskan.

Dalam konteks informasi publik, publikasi aktivitas, program dan kegiatan dakwah kemanusiaan sejatinya bisa dimaknai sebagai bentuk pertangungjawaban ke publik. Publikasi tersebut sebagai bentuk akuntabilitas lembaga atau individu kepada masyarakat luas bahwa program dan kegiatan yang dibiayai dari dana masyarakat tersebut dilakukan secara sungguh-sungguh, memenuhi standar dan kaidah etika publik.

Di era global dan informasi yang serba cepat ini, kegiatan dan program kerja sebuah ormas, lebih-lebih ormas Islam, harus harus dilakukan secara transparan. Karena itu umat Islam perlu cerdas dalam mengemas kegiatan agar bisa diketahui oleh masyarakat luas mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, hingga pelaporan.

Lembaga yang sembunyi-sembunyi dalam berorganisasi sering dicurigai sebagai lembaga yang tertutup; dan ketertutupan akan melahirkan kecurigaan. Era informasi dan keterbukaan menuntut setiap lembaga, institusi, dan organisasi untuk terbuka pada publik, akuntabel, dan transparan.

Jadi, publikasi dan berbagai cara penyampaian informasi ke publik melalui berbagai saluran media tersebut bukan bentuk riya atau takabbur, namun bentuk syiar dan akuntabilitas. Informasi yang benar dan valid yang disampaikan ke publik tersebut merupakan pengejawantahan akhlaq islami.

Ahmad Muttaqin, Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Sumber: Majalah SM Edisi 12 Tahun 2017

Exit mobile version