YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Dalam menyemarakkan Milad Muhammadiyah yang ke-108, prodi Ilmu Hadis Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan menyelenggarakan acara kuliah umum prodi pada hari Sabtu (21/11/20) secara online. Mengangkat tema “Menjaga Tradisi Kenabian di Era Milenial”, salah satu prodi di UAD yang terakreditasi A ini mengundang narasumber dari Universitas Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA) Brunei Darussalam. Beliau adalah Dr Lilly Suzana binti Shamsu, dekan Fakulti Usuluddin UNISSA.
Pada kesempatan itu, satu dari lima puluh wanita paling berpengaruh di Brunei Darussalam ini membincangkan isu-isu hadis yang perlu diperhatikan oleh kalangan milenial. Menurut Lilly, dengan adanya perkembangan teknologi yang begitu pesat, para pembelajar hadis harus cerdas dalam memanfaatkannya dalam rangka menjaga tradisi Nabi agar tetap relevan.
Hal ini juga ditekankan Dekan Fakultas Agama Islam UAD, Dr Nur Kholis, dalam sambutannya sebelum acara dimulai. Menurut Nur Kholis, tugas pembelajar hadis hari ini yang hidup di era milenial adalah bagaimana agar hadis sebagai sabda Nabi yang muncul 1400-an tahun yang lalu tetap relevan dengan zaman sekarang.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh para pembelajar hadis, seperti diungkapkan Lily, adalah muncul dan menjamurnya berita-berita hoaks tentang hadis di berbagai platform. Pembelajar hadis, menurutnya, memiliki kewajiban untuk menjaga otentisitas hadis di tengah masyarakat, dengan cara mengedukasi tentang pentingnya menyampaikan hadis dengan menjelaskan mulai dari kualitasnya hingga dari mana sumber hadis tersebut berasal.
Selain itu, yang tidak kalah penting menurut Lily, adalah terkait otoritas keagamaan di dunia maya. Alumni Universitas al-Azhar itu menyebut, para pembelajar hadis harus cermat apabila mengambil ajaran-ajaran agama terutama yang terkait dengan hadis melalui internet. Jangan sampai mengambil ajaran agama dari sumber yang tidak dapat dipercaya. Oleh karena itu, Lily menekankan pentingnya mengkaji dan memperkuat penguasaan turats terlebih dahulu sebelum belajar teori-teori lain. Mendalami berbagai teori baru sah-sah saja, menguasai teknologi-informasi juga merupakan hal yang baik, namun itu semua harus ditopang dengan tradisi kesarjanaan Islam yang telah mapan.
Apa yang disampaikan pakar hadis wanita dari Brunei tersebut selaras dengan spirit prodi Ilmu Hadis FAI UAD; selain harus menguasai turats, seorang pembelajar hadis juga harus memanfaatkan teknologi sebagai basis pendukung pengembangan hadis. Katua Program Studi Ilmu Hadis FAI UAD, Jannatul Husna PhD, yang pada kesempatan kuliah umum tersebut bertindak sebagai moderator mengamini penjelasan narasumber. Dalam rangka merealisasikan spirit itu, beberapa tahun belakangan ini prodi yang dikomandoinya terus melakukan pengembangan dalam berbagai bidang, mulai dari kurikulum hingga kerja sama. Sebagai informasi tambahan, kuliah umum ini juga merupakan salah satu buah dari pengembangan kerja sama tersebut. (ILHA)