Munas Tarjih Muhammadiyah Ke-31: Merespon Masalah Keagamaan yang Berkembang

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Sebagai agama wahyu, Islam hadir menjadi solusi di seluruh aspek kehidupan manusia. Mulai dari aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, pendidikan, hingga masalah perbedaan. Dalam bermacam hal, Islam datang untuk membangun akhlak mulia yang merupakan misi kerisalahan Nabi Muhammad Saw. Menghadirkan Islam sebagai nilai dan etika publik yang utuh, demi terwujudnya Islam yang mencerahkan.

Guna merespon seluruh permasalahan agama yang sedang berkembang dan menjadi problem tersendiri bagi masyrakat, Majelis Tarjih PP Muhammadiyah menyelenggarkan Musyawarah Nasional Muhammadiyah di Bidang Keagamaan yang akan berlangsung pada Sabtu, 28 November 2020. Sebagai forum tertinggi di lingkungan Muhammadiyah, Munas bertujuan menetapkan ketentuan atau kebijakan dalam masalah agama menurut perspektif Muhammadiyah.

Dengan tema “Mewujudkan Nilai-Nilai Keislaman yang Maju dan Mencerahkan”, Munas Tarjih ke-31 mengundang para ulama dan pakar untuk membahasa permasalahan yang telah ditentukan, antaranya, Fikih Zakat Kontemporer, Fikih Difabel, Fikih Agraria, Risalah Akhlak, Terminasi Hidup, Kriteria Waktu Subuh, dan Pengembangan Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah tentang Peribadatan Khusus.

Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam Konferensi Pers Munas Tarjih ke-31 menyampaikan bahwa tugas Muhammadiyah adalah berdakwah menyebar luaskan nilai-nilai Islam dan pencerahan. “Kami ingin ormas keagamaan seperti Muhammadiyah berada pada posisinya sebagai organisasi dakwah,” ujarnya (23/11).

Haedar menambahkan, bagaimana pun Islam akan tetap menjadi nilai yang bersifat fundamental bagi keberlangsungan hidup manusia di dunia maupun akhirat. Muhammadiyah terus berkomitmen dalam mewujudkan nilai agama yang memajukan serta mencerahkan, dan tidak terpaku pada simbol yang terkadang justru melemahkan Islam itu sendiri.

Untuk maju dan berkeadaban, umat Islam harus memiliki pusat-pusat keunggulan. Menampilkan Islam sebagai sebuah agama yang damai dan mencintai perdamaian. Bukan menekankan pada simbol yang akhirnya dan menimbulkan benturan atau disharmonisasi antarumat beragama. Pandangan keagamaan menurut Muhammadiyah bahwa simbolisasi agama yang menciptakan permusuhan, kebencian terhadap sesama umat beragama tidak dapat dibenarkan.

Membangun peradaban Islam yang maju dan mencerahkan merupakan agenda strategis Muhammadiyah. Menampilkan keteladanan di tengah-tengah umat, bukan menampilkan simbol belaka,” ungkap Haedar.

Syamsul Anwar, Ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah mengatakan, Islam merupakan sebuah nilai yang menciptakan perdamaian. Dalam sebuah hadits, Rasulullah menyampaikan bahwa seorang Muslim adalah sumber kedamaian, yang mana ia selalu menghindarkan diri dari kekerasan dan kebencian terhadap saudaranya. “Ciri-ciri seorang Muslim adalah selalu berorientasi kepada sesuatu yang terbaik, serta selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas dirinya agar lebih baik,” tegasnya di Gedung PP Muhammadiyah Jl. Cik Di Tiro No. 23 Yogyakarta. (diko)

Exit mobile version