Pada tahun 2006, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menerbitkan buku Fikih Antikorupsi (Perspektif Ulama Muhammadiyah), yangtelah dibahas dalam suatu Halaqah Tarjih, Agustus 2005. Penyusunan buku ini merupakan wujud partisipasi Muhammadiyah dalam upaya pemberantasan praktik korupsi di Indonesia melalui pengembangan wacana keagamaan. Buku ini menggali sumber Qur’an dan Hadis serta berbagai khazanah keilmuan tentang korupsi, dengan mendobrak kesadaran etik dan jiwa manusia untuk menghindari perilaku tercela tersebut.
Fikih Antikorupsi
Buku Fikih Antikorupsi menyebut korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan yang sangat memalukan. Korupsi terjadi sepanjang sejarah manusia dengan segala kompleksitas masalahnya. Dampaknya berupa kerusakan tatanan kehidupan, mengakibatkan kemiskinan, kebodohan, dan kemunduran.
Oleh karena itu, pemberantasan korupsi secara sistematis dan simultan merupakan kebutuhan sangat mendesak (al-hajat al-dharuriyah). Semua kita semestinya menggemakan jihad melawan korupsi hingga ke akar-akarnya. Agama bisa dijadikan kekuatan liberasi dan transformasi ke arah kemaslahatan hidup masyarakat luas.
Mengutip Syed Husein Alatas, buku Fikih Antikorupsi menyebut bahwa korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi. Penyebabnya bisa internal maupun eksternal. Setidaknya ada tiga motif korupsi. Pertama, corruption by greed (keserakahan). Dilakukan orang yamg berkecukupan dan tidak terdesak secara ekonomi. Kedua, corruption by need (kebutuhan). Dilakukan guna pemenuhan hak dasar hidup. Ketiga, corruption by chance (peluang).
Biasanya terjadi dalam suatu sistem pengawasan yang lemah dan keroposnya penegakan hukum. Buku ini menambahkan penyebab lain, berupa pengamalan agama yang tidak substantif, minimnya keteladanan pemimpin yang qona’ah, rendahnya upah pegawai/karyawan yang berakibat rendahnya tingkat kesejahteraan (hlm 16).
Korupsi menyebabkan ketimpangan dan pemusatan ekonomi pada segelintir elite. Menyebabkan diskriminasi kebijakan, terhambatnya pertumbuhan ekonomi, hingga menghasilkan produk kebijakan yang korup. Dampak paling nyata adalah terjadinya perubahan moral masyarakat.
Korupsi mampu mengubah pandangan hidup masyarakat yang mulanya berlandasakan semangat gotong royong dan kekeluargaan menjadi masyarakat yang berpaham kebendaan. Mengubah masyarakat yang suka menolong menjadi masyarakat yang selalu mengharap pamrih. Korupsi telah menciptakan moral masyarakat yang munafik, menyuburkan budaya menjilat, dan mendidik masyarakat menjadi penipu (hlm 36).
Islam mempunyai beberapa prinsip yang harus dijalankan dengan semestinya. Pertama, amanah, sesuatu yang harus dijaga dan disampaikan kepada yang berhak menerimanya. Kelestarian kemanusiaan tergantung pada amanah. Kedua, keadilan. Dalam Islam, amanah adalah sumber keadilan, dan keadilan adalah sumber keamanan, kesejahteraan, dan kebahagiaan hidup masyarakat. Tanpa adanya amanah dan keadilan, akan muncul kerusuhan, kekacauan, dan kemiskinan. Ketiga, amar makruf nahi munkar. Tugas ini harus dipikul dengan semangat memperbaiki tatanan menjadi lebih baik dan akuntabel.
Beberapa istilah yang terkait dengan korupsi dalam Islam antara lain: ghulul (pengkhianatan harta rampasan perang), risywah (suap), khianat, mukabarah (eksploitasi secara tidak sah atas benda dan manusia), ghasab (eksploitasi milik orang lain), saraqah (pencurian), intikhab (merampas/menjambret), aklu suht (makan hasil atau barang haram). Menurut Islam, pelaku korupsi ditindak dengan sanksi takzir, terberat: hukuman mati dan paling ringan berupa penjara. Ada juga sanksi akhirat, sanksi moral dan sosial, serta harus mengembalikan harta hasil korupsi. (muhammad ridha basri)
Sumber: Majalah SM Edisi 4 Tahun 2020