Hadits Sanksi Berat untuk Pembunuh
عَنْ أَبِى بَكْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: إِذَا التَقَى المُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالقَاتِلُ وَالمَقْتُولُ فِي النَّارِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا القَاتِلُ فَمَا بَالُ المَقْتُولِ قَالَ: إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ (رواه البخاري ومسلم)
Dari Abu Bakrah ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:“Apabila dua orang mukmin saling berhadapan dengan menenteng pedang mereka berdua, maka yang membunuh dan terbunuh sama-sama di dalam neraka. Lalu aku bertanya: “Wahai Rasulullah yang membunuh (bisa masuk neraka) tapi bagaimana dengan yang terbunuh?“ Beliau menjawab: “karena dia (yang terbunuh) juga sangat berambisi untuk membunuh rivalnya”. (HR al-Bukhari dan Muslim)
Pembunuhan merupakan dosa besar pertama yang terjadi dalam sejarah manusia. Aktor yang memelopori dosa ini adalah anak sulung nabi Adam (Qabil) yang tega mengeksekusi adik kandungnya (Habil) karena tersulut rasa dengki yang menguasai jiwanya. Amarah Qabil muncul disebabkan qurban yang dia persembahkan tidak diterima oleh Allah, yang menyebabkan dia gagal menikah dengan saudara kandungnya yang cantik. Qabil akhirnya menyusun rencana jahat untuk menghabisi saudaranya, dan ternyata dia berhasil mewujudkan rencana itu.
Qabil kebingungan untuk menguburkan jasad Habil yang sudah tidak bernyawa. Lalu Allah memberi petunjuk melalui dua ekor burung gagak yang saling bertarung sampai salah satunya mati. Burung yang masih hidup menggali lubang dengan patuknya, dan memasukkan burung yang sudah mati ke dalam lubang tersebut. Akhirnya Qabil pun paham cara menguburkan jasad saudaranya, melalaui perantaraan burung gagak tersebut. Kisah pembunuhan ini diabadikan oleh Allah dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 27-31.
Pembunuhan tidak berhenti hanya pada masa itu, tetapi terus terjadi seiring dengan bertambahnya populasi manusia di jagad raya ini. Model dan alat yang digunakan untuk membunuh pun kian bervariasi, dengan motif yang bermacam-macam pula. Ada yang membunuh karena ingin menguasai harta korbannya. Ada yang membunuh karena rasa dendam yang terpendam dalam hati. Ada pula yang membunuh karena saling merebut kekuasaan, dan berbagai motif lainnya.
Setiap terjadi pembunuhan di atas permukaan bumi ini, maka Qabil akan ikut menanggung dosanya, sebagai konsekuensi dari perbuatannya yang memprakarsai pembunuhan di muka bumi. Dia telah menjadi role model yang memperkenalkan pembunuhan kepada umat manusia. Rasulullah bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا، إِلَّا كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا، لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ القَتْلَ (رواه البخاري)
“Dari Abdullah ra, dia berkata: “Tidak satupun jiwa yang terbunuh secara zhalim melainkan putra Adam yang pertama ikut menanggung (dosa pertumpahan) darah itu karena dialah orang pertama yang melakukan pembunuhan”. (HR al-Bukhari)
Dewasa ini, berita tentang pembunuhan kerap menghiasi media massa, baik media cetak maupun elektronik. Kasus perampokan, penyekapan dan pembegalan yang berujung pada pembunuhan, tidak asing lagi di telinga publik. Biasanya korban dibunuh untuk menghilangkan jejak pelaku. Lebih tragis lagi, pembunuhan dengan cara si pelaku memutilasi anggota tubuh korban dan membuangnya secara serampangan.
Bahkan tak jarang, bayi yang masih merah menemui ajalnya di tangan orang tuanya sendiri, dengan dalih menutupi aib karena dilahirkan melalui hubungan yang tidak sah secara hukum agama. Ada juga yang dibunuh ketika janin masih dalam kandungan dengan cara aborsi. Padahal hewan saja tidak tega membunuh darah dagingnya sendiri.
Demikian juga aksi main hakim sendiri yang kadang dilakukan oleh sebagian oknum masyarakat tanpa pertimbangan dan crosscheck terlebih dahulu. Sangat disayangkan, ketika orang yang tidak bersalah harus meregang nyawa dengan cara yang sadis, menjadi korban kebrutalan massa yang tersulut api kemarahan.
Emosi yang berlebihan menyebabkan manusia kehilangan akal sehat, sampai melakukan hal yang tidak sewajarnya terjadi. Rasanya begitu murah harga sebuah nyawa, sehingga mudah sekali untuk menghilangkan nyawa orang lain tanpa pernah memikirkan akibat yang akan timbul dari perbuatan itu.
Padahal Allah sudah memberi ultimatum bahwa membunuh satu jiwa saja tanpa alasan yang dibenarkan, maka sama seperti membunuh manusia seluruhnya. Bila ditinjau dari perspektif agama, maraknya kasus pembunuhan mengindikasikan hari kiamat semakin dekat. Sinyalemen ini telah dikabarkan oleh Rasulullah Saw dalam hadits berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَكْثُرَ الْهَرْجُ قَالُوا: وَمَا الْهَرْجُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: الْقَتْلُ الْقَتْلُ (رواه مسلم)
“Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Tidak akan datang hari kiamat hingga banyak al-Harj,” Mereka (para sahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah! Apakah al-Harj itu? ”Beliau menjawab:”Pembunuhan, pembunuhan”. (HR Muslim)
Saking besarnya dosa pembunuhan, sampai-sampai Rasulullah menegaskan apabila ada dua orang yang sedang bertikai, lalu salah satunya mati terbunuh, maka keduanya diancam dengan hukuman neraka. Apakah ini sebuah ketidakadilan hukum? Mengapa yang terbunuh diancam dengan hukuman neraka padahal dia menjadi korban? Tentu umat Islam harus meyakini bahwa hukum yang ditetapkan oleh Allah adalah seadil-adilnya hukum.
Orang yang terbunuh itu sesungguhnya punya ambisi untuk membunuh, hanya saja nasib baik tidak berpihak kepadanya. Dia duluan terbunuh sebelum sempat membunuh rivalnya. Niat membunuh menyebabkan dia mendapat ancaman neraka. Berbeda halnya kalau yang terbunuh karena mempertahankan harta dan kehormatannya, tentu dia tidak mendapat ancaman neraka.
Dalam hukum Islam, pembunuh berhak dijatuhi hukuman qishas, yaitu dia dibunuh sebagai balasan atas perbuatannya menghilangkan nyawa orang lain. Akan tetapi, jika ahli waris orang yang terbunuh memberi maaf, maka dia harus membayar diyat kepada ahli waris korban.
Perkara pembunuhan adalah yang pertama dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di hari pembalasan kelak, kaitannya dengan hubungan antar sesama manusia. Hal ini membuktikan alangkahnya besarnya akibat pembunuhan di hadapan mahkamah ilahi. Rasulullah bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ فِي الدِّمَاءِ (رواه البخاري ومسلم)
“Dari Abdullah ia berkata: Nabi Saw bersabda: “Yang paling pertama diputuskan (dalam pengadilan Allah) pada perkara antar sesama manusia adalah masalah darah (yang ditumpahkan)”. (HR al-Bukhari dan Muslim)
Larangan membunuh tidak hanya terbatas pada pembunuhan terhadap sesama muslim, akan tetapi non muslim yang terikat perjanjian dengan umat Islam (kafir mu’ahad) pun tidak boleh dibunuh atau ditumpahkan darahnya. Membunuh mereka sama saja seperti membunuh sesama muslim. Ini membuktikan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kedamaian kepada segenap pemeluknya, dan Islam sangat menjaga hak-hak kemanusiaan. Rasulullah bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: مَنْ قَتَلَ نَفْسًا مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا (رواه البخاري و مسلم)
“Dari Abdullah bin Amr, dari Nabi Saw bersabda: “Barangsiapa yang membunuh seorang kafir yang memiliki perjanjian dengan kaum muslimin (mu’ahad), maka dia tidak akan mencium wangi surga, padahal sesungguhnya wanginya surga dapat tercium dari jarak empat puluh tahun perjalanan”. (HR al-Bukhari dan Muslim). Wallahu A’lam.
Safwannur, Alumnus Ponpes Ihyaaussunnah Lhokseumawe, Aceh dan PUTM) Yogyakarta. Pengajar Ponpes Darul Arqam Muhammadiyah Garut, Jawa Barat
Sumber: Majalah SM No 23 Tahun 2017