Al-‘Azîz merupakan salah satu nama terbaik Allah SwT yang menunjukkan kehebatan, keperkasaan, kekuatan, keperkasaan, dan kemantapan. Al-‘Azîz mengandung arti bahwa Dia Maha Mengalahkan siapa saja yang melawan-Nya, dan tidak akan terkalahkan oleh siapa pun.
Allah menyebut diri-Nya dengan al-‘Azîz karena dalam Dzat memenuhi tiga syarat. Tiga syarat itu, menurut Imam al-Ghazali, adalah peran dan kekuasaan-Nya yang sangat penting, keberadaan-Nya sangat dibutuhkan, dan sulit diraih atau disentuh.
Allah memiliki kewenangan, kekuasaan, dan kedigjayaan mutlak, termasuk dalam memberikan dan menahan rahmat-Nya untuk makhluk-Nya. “Apa saja di antara rahmat Allah yang dianugerahkan kepada manusia, maka tidak ada yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan-Nya, maka tidak ada yang sanggup melepaskannya setelah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana” (Qs Fathir [35]: 2).
Kemuliaan itu bisa diperoleh apabila hamba selalu tunduk dan taat kepada al-‘Azîz. Ketaatan kepada al-‘Azîz mengantarkan hamba kepada kedekatan, sedangkan kedekatan kepada-Nya membuatnya selalu menghamba, meneladani, dan memiliki jiwa al-‘izzah.
Nabi Muhammad saw bersabda, “Sesungguhnya Tuhan kalian berfirman setiap hari; Akulah al-‘Azîz (Yang Maha Mulia, Maha Perkasa), siapa yang menghendaki kemuliaan dunia dan akhirat, hendaklah dia taaat kepada al-‘Azîz” (HR al-Hakim, al-Dailami, dan Ibn Asakir dari Ibn Anas ra).
Dengan demikian, kekuatan dan kemuliaan manusia itu tidak terletak pada kedudukan sosial dan kekuasaan politiknya, melainkan tergantung pada kedekatan hubungan dan ketaatannya kepada Allah al-‘Azîz. Kedekatan dan ketaatan hamba menjadi penentu kekuatan dan kemuliaannya dalam mengarungi samudera kehidupan yang penuh gelombang dan angin kencang.
Jadi, sandaran vertikal hamba adalah al-‘Aziz. Hamba al-‘Azîz yang sejati pasti tidak akan pernah melacurkan diri dan kehormatannya demi kekayaan dan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Hamba al-‘Azîz pantang merendahkan dirinya dengan menjadi pengemis, peminta-minta jabatan, pemuas syahwat kekuasaan.
Kesadaran teologis semacam ini mendidik hamba untuk tidak bermaksiat dengan menuhankan hawa nafsunya. Sebaliknya, karena Allah itu al-‘Azîz,maka hamba selalu memodali hati dan pikirannya dengan iman, Islam, dan ihsan yang terbaik.
Iman, Islam, dan ihsan hamba al-‘Aziz selalu dipupuk dan diperteguh dengan ilmu yang bermanfaat, dan dibuktikan dengan amal shalih yang memberi nilai tambah bagi kemanusiaan dan keumatan. Hamba al-‘Aziz selalu berupaya menjadi khaira ummah, umat pilihan dan unggulan, yang selalu memainkan peran dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar di tengah kehidupan.
Muhbib Abdul Wahab, Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah, Sekretaris Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren PP Muhammadiyah.