GRESIK, Suara Muhammadiyah – Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Syamsul Anwar dalam sambutan pada pembukaan Munas (Musyawarah Nasional) Tarjih XXXI menegaskan, bahwa agama bukanlah barang jadi, barang siap pakai.
Menurutnya, agama merupakan kumpulan nilai-nilai dan asas-asas yang harus dipahami, dijabarkan, dan diinterpretasi dari waktu ke waktu untuk dapat menuruti kebutuhan masyarakat yang berkembang cepat.
“Apa yang kita rumuskan saat ini, mungkin beberapa waktu kedepan, sudah terasa kurang, bahkan kehilangan relevansi, karena perubahan-perubahan yang cepat di dalam masyarakat,” ungkap Prof Syamsul, Ahad (29/11).
Oleh karena itu, lanjut Syamsul, agama harus selalu di reinterpretasi untuk dapat menemukan relevansinya kembali, dalam konteks yang terus berubah. Karenanya ia sepakat, bahwa beragama dimaknai sebagai proses pencarian jalan tuhan yang tidak pernah berhenti. Maka sudah semestinya, proses ini dilakukan dengan sungguh-sungguh guna menemukan jalan ilahi tersebut.
Bagi Syamsul, agama adalah modal dasar sosial bangsa Indonesia untuk bisa memecahkan berbagai macam masalah. Baik itu masalah yang bersifat perenial maupun yang tidak terduga seperti pendemi covid-19 seperti sekarang ini. Masalah perenial yang tak kunjung selesai, Syamsul menyebutkan diantaranya, masalah korupsi, masalah hukum yang tebang pilih, masalah persengketaan tanah dan perebutan lahan, juga masalah kemanusian.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah mengatakkan, terkadang masalah kemanusiaan ini luput dari perbincangan umum, terlupakan oleh perhatian banyak orang. Yaitu seperti pemuliaan kaum yang tak berdaya, kaum senior dan orang sakit, juga kaum berkebutuhan khusus.
Permasalahan yang besar lagi kompleks yang menimpa bangsa ini bisa dicarikan jalan keluarnya atau bisa diselesaikan dengan baik, asal bangsa ini tidak melupakan agama. Sebab agama memiliki potensi yang besar untuk memecahkan semua masalah keumatan dan kebangsaan. Toh bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religus yang salah satunya tergambar dalam falsafah pancasila terutama sila pertama, Ketuhanan yang maha Esa. “Sila pertama ini meniscayakan kepada kita, agar tidak melupakan agama dalam memecahkan masalah juga dalam rangka membangun masa depan bangsa yang lebih baik, sesuai yang kita impikan” ucapnya.
Selanjutnya, dalam proses pencarian jalan ilahi, Syamsul mengingatkan akan penting dan dibutuhkannya pandangan yang bijaksana, sikap yang seimbang, dan tengahan. Karenanya pemahaman yang moderat menjadi suatu keniscayaan. (gsh)