Oleh : Haidir Fitra Siagian
Memang selama ini dalam kehidupan sehari-hari, hingga saat ini bagi sebagian masyarakat, bahwa orang Batak masih dianggap sebagai bukan beragama Islam. Ketika ada orang yang Batak yang menempelkan marga di belakang namanya, dianggap bukan Islam. Hal ini memang tidak bisa dipisahkan dari kenyataan bahwa dalam berbagai lini kehidupan masyarakat di seluruh penjuru tanah air. Jika ada orang Batak yang memiliki jabatan penting dalam bidang pemerintahan atau perusahaan, tokoh publik yang pupuler melalui televisi, akademisi, aktivis yang bergerak dalam bidang hukum dan komunikator politik, anak-anak muda yang merantau ke seluruh penjuru negeri, terdapat yang bukan beragama Islam. Inilah antara lain yang menyebabkan pandangan tersebut, sulit dihilangkan.
Pengalaman yang sering kami alami sebagai orang Batak yang beragama Islam, dimana beberapa kali terjadi situasi yang menganggap kami bukan beragama Islam. Atau bahkan jika ada orang Batak yang mengaku beragama Islam, ada kalanya dianggap sebagai sesuatu yang patut dipertanyakan kebenarannya. Mantan Menteri Sekretaris Kabinet era Presiden SBY, Sudi Silalahi, pernah menceritakan pengalamannya. Dimana pada saat dia akan diangkat sebagai Pangdam V Brawijaya Jawa Timur, pernah ditolak oleh kalangan ulama. Alasannya dia bukan Islam, dilihat dari marganya “Silalahi” sebagai orang Batak. Padahal beliau adalah seorang keturunan Batak yang mana orang tuanya adalah penganut agama Islam yang taat.
Seorang anggota keluarga saya yang bermarga “Pakpahan” pun pernah mengalami persoalan yang mirip. Sempat dipertanyakan keislamannya. Padahal nama awalnya sudah dapat menunjukkan identitas keislaman. Namun masih tetap dipertanyakan. Ketika itu pada awal tahun 1990-an, beliau diterima sebagai pegawai pada salah satu perusahaan negara yang berkedudukan di Bandung Jawa Barat. Beberapa saat setelah masuk kantor, pimpinannya yang beragama Islam, memanggilnya. Menanyakan berbagai hal, termasuk apakah dia itu benar-benar seorang Muslim atau bukan? Untuk menguatkan keislamannya, anggota keluarga saya ini, bersedia menjadi khatib Jum’at di masjid kompleks perusahaan tersebut. Sekedar informasi bahwa, beliau adalah anak dari seorang ulama dan pernah menjadi pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah di Pematang Siantar, Sumatra Utara.
Sedangkan saya sendiri pun, selama merantau di Sulawesi Selatan sejak tahun 1990, sering mengalami hal yang hampir mirip, meski dengan intensitas yang masih dapat ditoleransi. Di sekolah saat masih SMA, dilihat dari marga “Siagian”, ada yang menganggap saya adalah bukan Islam. Sebab selama ini jika ada orang Batak yang masuk sekolah atau pindah ke sekolah tersebut, biasanya bukan beragama Islam. Bahkan ketika saya akan menikahi seorang gadis Mandar tahun 2003, pernah pula tersiar kabar yang sedikit mempertanyakan keislaman saya. Beberapa anggota masyarakat di sekitar Majene, kampung calon Bapak Mertuaku, sempat meragukan dan menyampaikan pertanyaan ini kepada keluarga calon istriku.
Tokoh Batak Berkiprah dalam Organisasi Islam
Sebenarnya dalam pandangan saya selama ini, sudah cukup orang Batak yang menduduki jabatan penting pada organisasi keagamaan Islam tingkat pusat. Misalnya dalam Persyarikatan Muhammadiyah. Sebutlah di Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, dua orang ketua umumnya secara berturut-turut pernah dijabat orang Batak, masing-masing bermarga Daulay dan Simanjuntak, yakni Saleh Partaonan Daulay dan Dahnil Anjar Simanjutak. Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), pernah dijabat oleh seorang perempuan yang cukup energik, Siar Anggreita Siagian. Di Jakarta, Ketua Muhammadiyah pernah dijabat oleh seorang ulama yang bermarga Siregar. Namun untuk pengurus teras Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sampai saat ini belum pernah ada.
Bahkan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi kemahasiswaan Islam terbesar di negeri ini, didirikan oleh orang Batak yang yang sudah menjadi pahlawan nasional yakni Lafran Pane. Pernah pula ketua umumnya dijabat oleh orang Batak yakni Akbar Tanjung. Pada tingkat lembaga negara, terdapat pula orang Batak yang beragama Islam menjabat sebagai Menteri, Panglima TNI, bahkan Ketua MPRS. Jangan lupa pula bahwa Wakil Presiden RI, pernah dijabat oleh orang Batak Muslim yakni Adam Malik Batubara, meskipun dalam penulisan administratif, marga Batubara tersebut tidak selalu dilekatkan dalam namanya. Dua orang menteri zaman Presiden Soeharto, adalah beragama Islam yakni Hasrul Harahap dan Arifin Siregar. Satu orang pendakwah di tanah air yang cukup populer sekarang ini pun adalah orang Batak, yakni Ustadz Abdul Somad Batubara. Dan masih cukup pejabat lainnya.
Walaubagaimanapun ternyata dalam pandangan sebagian masyarakat Indonesia, sekali lagi tidak terkecuali di kalangan umat Islam sendiri, yang memandang bahwa orang Batak sering diidentikkan dengan bukan Muslim. Masih terpatri dalam benak mereka bahwa orang Batak adalah bukan Islam. Kehadiran Abang Dr Amirsyah Tambunan, MA, sebagai Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia, diharapkan dapat membantu dan semakin memperjelas identitas keislaman orang Batak. Selamat bekerja, Bang. Di tangan Abang, terdapat sebagian amanah besar; membina umat dalam mewujudkan masyarakat utama, adil dan Makmur, pun menjunjung tinggi akhlakul karimah dalam redha Allah Swt. Amiin (habis) *.
Wassalam
Keiraville, 30 Nopember 2020
Penulis adalah Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar / pernah menjadi Kepala Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan / saat ini sedang bermukim di Australia