Persinggungan Agama dan Politik (1)

Prof Dr Dadang Kahmad, MSi Dok SM

Prof Dr Dadang Kahmad, MSi Dok SM

Persinggungan Agama dan Politik (1)

Prof Dr KH Dadang Kahmad, MSi

Sekilas agama dan politik nampak sebagai dua wilayah yang terpisah, bahkan bertolak belakang. Namun, hakikatnya secara fungsional keduanya merupakan kekuatan yang mengemban peran sosial dalam masyarakat. Agama dengan segala nilai moralitasnya berperan sebagai penjaga aturan, harmonisasi, norma, serta nilai dalam masyarakat.

Di sisi lain, politik identik dengan kekuasaan dan peran regulasinya (regulation). Dalam tesis Herbert Spencers politik dan agama memainkan peran yang sama yaitu, regulating and restraining. Lebih lanjut dalam kajian perihal institusi, menurut Spencers kedua hal tersebut, yakni agama dan politk berperan ditengah masyarakat sebagai lembaga pengaturan dan mempertahankan nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat.

Uraian teoritis dari Spencers menjadi argumen dan definisi perihal peluang hubungan atau relasi yang terjadi antara institusi agama (Muhammadiyah) dan institusi politik. Spencer dalam uraiannya mengkategorikan prinsip-prinsip institusi (Principal Institutions) menjadi tiga kategori berdasarkan fungsi.

Herbert Spencer meletakkan persoalan agama dan politik dalam satu kategori. Spencer berasumsi demikian dengan meletakkan keduanya, agama dan politik dalam konteks pemetaan proses institusionalisasi dan perannya. Spencer membagi prinsip-prinsip institusi menjadi tiga. Yang pertama, institusi yang berfungsi mempertahankan dan melestarikan (Maintaining and Sustaining Institutions) diantaranya ialah perkawinan dan keluarga. Kedua, institusi produksi dan distribusi (Producing and Distributing Institutions) misalnya adalan institusi ekonomi. Dan ketiga, adalah institusi yang mengatur dan mengelola (Regulating and Restraining Institutions) yang bisa memerankan ini adalah agama dan politik.

Meski secara kategorial fungsi tersebut berbeda, namun pada realitanya institusi tersebut tidak berjalan secara terpisah. Institusi dalam masyarakat terintegrasi satu dengan yang lainnya. Setiap institusi mensuport secara mutualis antara institusi tersebut. Misalnya institusi keluarga mendukung institusi pendidikan dengan menyekolahkan anaknya. Demikian juga dengan institusi ekonomi yang mendukung dan terjalin sebuah kerjasama antar institusi (coordination of institution) dengan lembaga politik atau agama.

Relasi antara agama dan politik sudah sejak lama menjadi persoalan pelik di kalangan dunia Islam. Sejak redanya kolonialisme Barat pada paruh abad ke dua puluh, politik-politik Islam Turki, Mesir, Sudan, Maroko, Pakistan serta Aljazair mengalami kesulitan dalam upaya membangun hubungan yang memungkinkan (viable) antara agama (Islam) di satu sisi dan politik pada sisi lainnya.

Dalam arena politik tersebut relasi antara keduanya ditandai oleh adanya ketegangan-ketegangan tajam, bahkan mengarah menjadi permusuhan. Melihat posisi penting Islam di wilayah-wilayah itu, yakni sebagai agama yang dianut mayoritas penduduk, kenyataan itu sungguh merupakan sebuah realitas yang mengherankan. Pada gilirannya, hal tersebut mendorong para pengamat politik Islam untuk mengajukan pertanyaan apakah sebenarnya Islam sesuai atau tidak dengan sistem politik modern, dimana ide tentang politik-bangsa (nation state) merupakan salah satu unsur utamanya. (IM)

Sumber: Majalah SM Edisi 5 Tahun 2020

Exit mobile version