IMM Harus Berkomitmen

imm

Dok Ilustrasi

Oleh: Preli Yulianto

Salah satu karakteristik IMM sebagai organisasi yang menjadi pelopor, penggerak, dan penyempurna Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Hal ini menjadi hal yang penting agar aset Muhammadiyah sebagai media untuk berdakwah tetap lestari. Peran IMM harus mampu menjadi sukma bagai AUM guna menjalankan strategi dakwah sesuai dengan tujuan yang hakiki.

Selain menjadi kader yang mengawal pergerakan Muhammadiyah juga memiliki beban moral menjaga aset Muhammadiyah terutama AUM agar senantiasa tetap tertanam nilai-nilai Ke-Muhammadiyahan agar AUM tumbuh dan berkembang demi kemashalatan umat.

Menurut Prasojo (2014) menjelaskan bahwa kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah harus memiliki karakter yang kuat, yaitu: integritas, kejujuran, bertanggung jawab, dan kompetensi yang unggul secara konsisten. Kebutuhan bangsa saat ini adalah memiliki pemimpin “berbagai level maupun posisi” yang tidak hanya smart atau cerdas, tetapi pemimpin yang berkarakter kuat dan memiliki integritas yang tinggi terhadap amanah yang dipimpinnya.

Memang kini bangsa ini krisis akan sesosok pemimpin yang mampu menjadi lentera bangsa memperjuangkan nilai-nilai keadilan yang mempunyai tanggungjawab yang tinggi atas apa yang diamanahkan. Hal ini menjadi catatan penting bagi kader IMM sebagai lumbung pemimpin alias lumbung kader untuk senantiasa ikut serta dalam memajukan bangsa melalui konsep pengorbitan kader melaui jalan diaspora kader.

Kader IMM harus Istiqomah

Memang tidak mudah berjuang dalam Ikatan yang memiliki tugas berat dalam mengemban amanah yang terkadang terasa lelah dan ingin menyerah. Ditambah dengan kewajiban kader IMM sebagai civitas akademika yang sama dengan mahasiswa lainnya, yang banyak tugas dengan hinggar bingar dinamika bangku kuliah yang menyibukkan.

Tetapi percayalah IMMawan dan IMMawati jikalau itu diniatkan karena Allah SWT akan bernilai ibadah sesuai dengan kandungan yang tertuang dalam Q.S. Az-Zariyat ayat 56. IMMawan dan IMMawati harus amanah terhadap yang diemban, jangan menyerah harus istiqomah, karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi banyak orang.

Penulis Fathoni (1990) menjelaskan bahwa eksistensi sebuah organisasi akan ditentukan oleh konsistennya terhadap tujuannya. Persyarikatan sepak bola tidak mempunyai arti apa-apa untuk mengembangkan olahraga itu. Kalu para anggotanya lebih suka main ping pong (tenis meja) dan pengurusnya lebih disibukkan oleh angka “Porkas/SDSB” dari pada mengurus bola itu sendiri. Demikian juga kala itu menilai eksistensi IMM dewasa ini. Satu pertanyaan yang tepat dari Djasman Al-Kindi bilamana kita ingin melihat IMM.

Sebuah organisasi akan mencapai eksistensi bilamana organisasi tersebut mampu meng-singkrosasikan gerakan antara kepala pimpinan dengan seluruh anggotanya dalam mewujudkan visi organisasi. Dan IMM bukan merupakan organisasi yang hanya mencari momentum saja berupa gerakan sesaat, hanya kejar tayang (event organizer) alias pragmatis.

Gerakan IMM itu berkelanjutan, dan untuk mewujudkan eksistensi IMM tergantung pada subjek organisasi didalamnya untuk senantiasa istiqomah kuat dalam niat, dzikir hingga ikhtiar. Subjek organisasi itu dinamis, maka dibutuhkan regenerasi berupa pengkaderan yang berkesinambungan.

Pentingnya menilik kembali garis-garis gerakan yang termanifestasikan dalam pondasi gerakan awal IMM didirikan salah satunya yakni, “enam penegasan tahun 1965” menjadi arah gerakan IMM. Refrensi-refrensi itu sangat penting dalam menghelatkan IMM menjadi organisasi berkemajuan. Dan perlu juga menengok sepak terjang KH. Ahmad Dahlan dalam melebarkan sayap-sayap Muhammadiyah, hal ini penting karena IMM merupakan ortom Muhammadiyah.

Potensi-potensi kader harus senantiasa digali dan diorbitkan sehingga subjek organisasi mampu beraktualisasi hingga tumbuh dan berkembang mendongkrak kemajuan organisasi. Pentingnya kader IMM harus selaras dengan situasi yang ada, membaca zaman dengan memanfaatkan IPTEK guna bergrliya membumikan dakwah amar makruf nahi mungkar.

IMM harus Konsisten menjadi “oposisi Abadi”

Penulis pernah membahas dalam tulisan sebelumnya, terkait mahasiswa harus menjadi “oposisi abadi” dalam naskah “IMM Merawat Idealisme”. Dalam hal ini menjadi catatan peting bagi kader IMM yang memang memiliki tanggungjawab moral terhadap pergerakan meyuarakan kepentingan rakyat.

Menurut Ahmadi dan Anwar (2014) menjelaskan bahwa dalam kehidupan nyata pergerakan sejati tidak mengenal istilah “netral atau jalan tengah”. Sebab yang ada hanya dua pilihan, yaitu mendukung atau menolak. Merah atau putih. Tunduk atau melawan. Artinya, sejatinya dalam setiap pergerakan termasuk IMM tidak mengenal istilah abu-abu. Apalagi, menjadi bunglon yang suka mencari aman dan kenyaman. Tetapi, disini IMM bukan jenis gerakan mahasiswa ekstrimis dan fundamentalis. Melainkan sebagai gerakan mahasiswa ekstrimis dan fundamentalis. Melainkan sebagai gerakan mahasiswa yang menjunjung tinggi konsistensi moral dalam mengimplementasikan seruan amar makruf nahi mungkar.

Semangat merah marun sebagai kunci dalam aksi membela, dalam catatan penting IMM harus berkomitme tuntas lepas dari nilai keberpihakan kepada non kepentingan rakyat. Bukan maksud menghujat, jika kita lihat secara gamblang stigma yang terjadi dalam dinamika negara ini.

Kita lihat elit-elit bangsa ini yang menduduki posisi strategis di kancah legislatif, yudikatif dan eksekutif yang begitu enggan memperjuangakan suara rakyat. Mereka obral janji, jual isu, jual narasi hingga mendapatkan posisi penting tetapi, lekas dari situ hambar lepas dari keberpihakan kepada rakyat. Terlalu banyak kepentingan yang dibawa, hingga yang penting buat rakyat tertinggal. Suatu yang penting kehadiran mahasiswa untuk terlibat dalam menyuarakan kebenaran atas nama rakyat.

Kedaulatan tertinggi di tangan rakyat (people power) sesuai dengan bunyi UUD 1945 Pasal 1 ayat 2 yakni: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Hal tersebut secara gamblang bahwa rakyat memiliki posisi yang sentral dalam segala posisi. Penyambung lidah rakyat ialah “Mahasiswa” sebagai oposisi abadi. Dalam pasal tersebut, berkmasud bahwa antara hukum dan posisi rakyat diletakan sejajar berbanding lurus sehingga terumuskan prinsip “constitutional democracy” alias negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum.

Awal-awal dibentuknya IMM melakukan gerakan seperti yang sudah dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan yang dikenal dengan spirit Al-Maun yang juga mencoba IMM terapkan dengan narasi yang sering kita kenal ialah bahwa IMM berpihak kepada kaum tertindas/kaum lemah (mustadh’afin) yang merupakan refleksi dari kompetensi humanis (kemasyarakatan). Landasan keberpihakan kepada kaum lemah tersebut dalam tafsir surat Abasa ayat 1-11.

Hal ini lah yang menjadi sebuah keseharusan bagi mahasiswa untuk menjadi “oposisi abadi”, dimana disitu ada kesewenang-wenangan disitu harus ada panji perjuangan menegakkan keadilan atas dasar tahuid atas kepentingan umat. Sudah menjadi keharusan dan kewajiban bagi segenap mahasiswa nusantara untuk kritis dalam artian menguraikan ketidakadilan melalui aksi intelektual maupun aksi nyata. Mari Berkomitmen!

Preli Yulianto, Mantan Ketua Umum PK IMM FP UM-Palembang Periode 2018-2019

Exit mobile version