Komunikasi UNISA Yogya Peringati Hari Disabilitas Internasional

Komunikasi UNISA Yogya Peringati Hari Disabilitas Internasional

SLEMAN, Suara Muhammadiyah – Dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional tahun 2020, Program Studi Komunikasi Universitas Aisyiyah  (UNISA) Yogyakarta mengadakan seminar nasional dengan mengangkat tema Layanan Kesehatan Ramah Penyandang Disabilitas, Kamis (3/12).

Hadir sebagai narasumber Deputi 1 Koordinator Bidang Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko RI Tubagus Achmad Choesni, Wakil Ketua Majelis Pembina Kesejaheraan Umum (MPKU) Pimpinan Pusat Muhammadiyah dr Esty Martiana Rachmie, MKes dan Dosen Prodi Komunikasi UNISA Yogyakarta Wuri Rahmawati, MSc.

Dalam sambutannya, Rektor UNISA Yogyakarta menyampaikan bahwa problem layanan kesehatan khsusunya bagi penyandang disabilitas di masa pandemi ini harus kita perhatikan. Secara eksplisit dalam undang-undang, kelompok disabilitas memiliki hak yang sama dalam layanan kesehatan mulai promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. 

Semua institusi tidak hanya layanan kesehatan saja bahkan termasuk perguruan tinggi juga harus mengakomodir atau mengakomodasi hak-hak para disabilitas ini. Tidak hanya kebutuhan fasilitas fisik saja tetapi juga kebutuhan komunikasi dan informasi yang mudah diakses, imbuhnya.

Peringatan Hari Disabilitas

Pidato kunci Menko PMK Prof Dr Muhadjir Effendy, MAP yang dibacakan oleh Deputi 1 Koordinator Bidang Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko RI memaparkan bahwa peringatan HDI ini dimaknai sebagai bentuk  pengakuan terhadap disabilitas, pengukuhan komitmen seluruh bangsa dalam mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan disabilitass. Pemerintah, organisasi masyarakat sipil, institusi akademik didorong bermitra dalam merencanakan kegiatan dan aksi nyata yang manfaatnya dapat dirasakan oleh penyandang disabilitas.

Data Susenas  BPS tahun 2018 jumlah penyandang disablitas sebanyak   30juta orang (11,5%) dari masyarakat Indonesia. Dengan melihat ini kita yakini penyandang disabilitas sebagai bagian dari ragam masyarakat Indonesia yang tidak dapat terpisahkan. Komitmen pemerintah senantiasa fokus pada perbaikan kebijakan disebilitas. Wujud komitmen pemerintah tersebut melalui pengesahan Undang- Undang Nomor 19  tahun 2011 tentang Konvensi  Hak-Hak Disabilitas.

Hakikat dari kebijakan yang  perlu menjadi komitmen bersama  untuk senantiasa kita hormati dan lindungi antara lain tidak diskrimanif,persamaan kesempatan,kesempatan untuk berpartisipasi dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan bermasyarakat dan juga menghargai serta menerima perbedaan yang ada pada penyandang disabilitas sebagai bagian dari keberagaman bangsa. Hal ini juga merupakan bentuk pemenuhan hak kesehatan bagi penyandang disabilitas baik yang bersifat fisik maupun non fisik.

Penyandang disabilitas mempunyai hak untuk mendapatkan kemudahan dalam mengakses pelayanan kesehatan bersifat individual, termasuk juga kemudahan dalam berkomunikasi dengan petugas kesehatan secar efektif. Efektif dalam berkomunikasi antara penyandang disabilitas dengan petugas kesehatan diperlukan ketrampilan dan kompetensi petugas kesehatan. Keterbasan pengetahuan dan kemampuan petugas kesehatan menjadi kendala yang signifikan dalam mewujudkan komunikasi yang efektif tersebut. Petugas kesehatan mesti mengubah mindset pada penyandang disabilitas dengan memberikan pelayanan yang inklusif, berbeda dengan pelayanan secara umum sehingga komunikasi yang terjadi akan berjalan efektif. Kami berharap dari seminar nasional layanan kesehatan ramah disabilitas ini senantiasa dapat meningkatkan pemehaman, kesadaran dan keberpihakan  negara dan seluruh komponen masyarakat terkait disabilitas. Dengan harapan dapat memberikan gambaran secara komprehensif terkait kebijakan dan program pemerintah untuk penyandang disabilitas khususnya dalam layanan kesehatan, kondisi riil yang dialami peyandang disabilitas pada saat melakukan layanan kesehatan serta tantangan penyedia jasa layanan kesehatan dalam memberikan layanan ramah disabilitas baik dari aspek fasilitas maupun komunikasi.

Hak Disabilitas

dr.Esty Martiana Rachmie menyampaikan bahwa penting adanya pergeseran mindset khususnya para petugas kesehatan, bukan karena rasa kasihan akan tetapi karena penerimaan atas keterbatasan yang dimiliki disbilitas. Dimana disabilitas mempunyai hak-hak dasar yang harus dipenuhi sehingga mereka bisa mandiri. Salah satu hak dasar disabilitas dalam bidang kesehatan yaitu  memperoleh informasi dan komunikasi yang mudah diakses dalam pelayanan kesehatan.

Berbagai tantangan yang dihadapi penyedia jasa layanan kesehatan yaitu aspek bangunan fisik yang pada awal pembangunannya belum memperhatikn kebutuhan disabilitas, manajemen komunikasi dan informasi bagi penyandang disabilitas belum tersedia secara optimal sehingga pesan-pesan promotif dan preventif sebagai upaya penceahan belum tersampaikan secara optimal ke disabilitas, SDM kompeten untuk melayani difabel sangat kurang serta alur dan informasi rujukan yang belum tersedia baik di layanan kesehatan milik pemerintah maupun swasta

Sementara itu Wuri Rahmawati mengungkapkan, pelayanan ramah disabilitas penting memperhatikan ketersediaan fasilitas fisik yang mudah diakses, tersedia sumberdaya manusia petugas kesehatan yang kompeten, ketersediaan obat yang sesuai dengan kebutuhan disabbilitas serta ketersediaan layanan yang nyaman untuk berinteraksi dan bekomunikasi.

Fakta yang ada secara umum layanan kesehatan masih lebih fokus pada ketersediaan fasilitas fisik sedangkan berkaitan dengan SDM yang kompeten untuk memberikan layanan yang nyaman dalam interaksi dan komunikasi belum menjadi perhatian utama.

“Penyandang disabilitas dengan keterbatasan yang dimiliki memerlukan komunikasi yang berbeda-beda. Pada prinsipnya mereka ingin dilayani dengan ramah, sabar, tidak cemberut atau jutek, jelas saat memberikan penjelasan baik dalam komunikasi verbal maupun non verbal,” tutur Wuri

Disabilitas tuli yang mempunyai keterbatasan dalam kemampuan mendengar, menggunakan komunikasi non verbal dengan melihat ekspresi atau mimik wajah. Maka etika berkomunikasi dengan disabilias tuli yaitu tidak menggunakan masker tertutup tetapi menggunakan masker transparan. Sedangkan pada difabel netra dengan keterbatasan dalam kemampuan melihat maka menggunakan komunikasi verbal dalam bentuk lisan (suara) dan komunikasi non verbal  seperti cara menggandeng yaitu dengan meletakkan tangan disabilitas netra di pundak petugas kesehatan.

Ke depan agar pemerintah menjadikan “komunikasi sebagai mainstream” dalam pemenuhan hak kesehatan disabilitas, mendorong penyedia jasa layanan kesehatan untuk memberikan ketrampilan dasar komunikasi layanan disabilitas pada petugas kesehatan serta mendorong  perguruan tinggi menambahkan kurikulum khusus untuk komunikasi pada penyandang disabilitas. (Riz)

Exit mobile version