Pemerintah membuka opsi diperbolehkannya pembelajaran kembali di sekolah atau pembelajaran tatap muka. Masyarakat menyambutnya dengan beragam reaksi mulai dari yang ragu-ragu hingga yang merasa lega. Termasuk euforia sebagian warga, pendidik, dan peserta didik yang semakin jenuh dengan pembelajaran jarak jauh.
Akan tetapi perlu dicermati kembali Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19 yang menjadi dasar diperbolehkannya pembelajaran tatap muka. Di dalamnya memuat serangkaian persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk kembali belajar tatap muka di sekolah.
Pertama, pemerintah melakukan penyesuaian kebijakan untuk memberikan penguatan peran pemerintah daerah/kantor wilayah (kanwil) Kemenag sebagai pihak yang paling mengetahui dan memahami kondisi, kebutuhan, dan kapasitas daerahnya. Kendati demikian pemerintah daerah tetap harus menekan laju penyebaran virus korona dan memperhatikan protokol kesehatan.
Kedua, pemberian izin pembelajaran tatap muka antara lain tingkat risiko penyebaran Covid-19 di wilayahnya, kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan satuan pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran tatap muka sesuai daftar periksa. Selanjutnya, akses terhadap sumber belajar/kemudahan belajar dari rumah, dan kondisi psikososial peserta didik.
Ada anggapan bahwa terlalu lama tidak melakukan pembelajaran tatap muka akan berdampak negatif bagi anak didik. Kendala tumbuh kembang anak serta tekanan psikososial dan kekerasan terhadap anak yang tidak terdeteksi juga turut menjadi pertimbangan dalam pemenuhan layanan pendidikan selama pandemi Covid-19. Termasuk pengambilan kebijakan perlu melalui pertimbangan yang holistik dan selaras dengan kebijakan sektor lain di daerah.
Kesiapan Fasilitas
Kesehatan dan keselamatan warga sekolah, keluarga dan masyarakat mesti menjadi prioritas utama dalam menetapkan kebijakan. Meski pemerintah daerah diberikan kewenangan penuh, kebijakan pembelajaran tatap muka tetap dilakukan secara berjenjang, mulai dari penentuan pemberian izin oleh pemerintah, pemenuhan daftar periksa, serta kesiapan menjalankan pembelajaran tatap muka.
Pembelajaran tatap muka hanya diperbolehkan untuk satuan pendidikan yang telah memenuhi daftar periksa yakni ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan seperti toilet bersih dan layak, sarana cuci tangah pakai sabun dengan air mengalir atau hand sanitizer, dan disinfektan. Selanjutnya, mampu mengakses fasilitas pelayanan Kesehatan, kesiapan menerapkan wajib masker, hingga memiliki alat pengukur suhu badan (thermogun).
Kemudian yang paling penting adalah kesadaran dan keterbukaan informasi baik pemerintah daerah maupun sekolah. Warga sekolah harus dipastikan kesehatannya tidak memiliki gejala Covid-19 termasuk pada orang yang serumah dengan peserta didik dan pendidik. Dalam rangka menekan laju penyebaran Covid-19 dan memperhatikan protokol kesehatan.
Walaupun pembelajaran tatap muka di zona hijau sudah diperbolehkan, masih banyak sekolah yang tetap menerapkan pembelajaran jarak jauh. Orang tua memiliki hak penuh untuk menentukan menyetujui atau tiadkanaknya melakukan pembelajaran tatap muka. Siswa dapat melanjutkan pembelajaran dari rumah secara penuh.
Terlepas terjadi di sekolah maupun tidak, beberapa kasus penyebaran Covid-19 yang menimpa peserta didik patut menjadi pelajaran. Perlu kerja sama untuk memastikan anak dapat terus belajar dengan sehat dan selamat. Hal ini menjadi pertimbangan agar kebijakan yang diambil adalah suatu keputusan yang rasional dan bukan emosional.
Rizki Putra Dewantoro, Alumni Pascasarjana Kajian Ketahanan Nasional Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia