MALANG, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Cabang Nasyatul Aisyiyah (NA) Lowokwaru Kota Malang kembali menggelar Darul Arqam Nasyatul Aisyiyah (DANA) pada tanggal 06-07 Desember 2020. Kegiatan ini dilaksanakan secara daring dan luring.
Kegiatan luring dilaksanakan pada hari sabtu bertempat di RBC Malik Fadjar Institute tentu dengan menjalankan protokeler kesehatan yang dianjurkan pemerintah. Sedangkan kegiatan daring dilaksanakan pada keesokan harinya.
“Kegiatan ini seharusnya dilaksanakan pada bulan Februari 2020, namun karena adanya pandemi membuat kegiatan ini tertunda dan kembali bisa terlaksana pada bulan Desember ini,” ujar Reni Nur Farida dalam sambutannya sebagai Wakil Ketua Pimpinan Cabang Nasyatul Aisyiyah Lowokwaru.
Darul Arqam ini bertujuan untuk membina calon anggota pimpinan baru secara terprogram. Sehingga diharapkan terbentuknya kader-kader pelopor dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah sebagai gerakan Islam amar makruf nahi mungkar.
Pada DANA tahun 2020 mengusung tema, Inspirasi Gerakan Perempuan Berkemajuan. Dalam kegiatan ini ada empat pemateri yang didatangkan. Materi pertama disampaikan oleh Lailatul Fithriyah. Perempuan yang akrab disapa Bu Ela ini menyampaikan tentang Muslimah Inspiratif di Panggung Sejarah.
Lailatul mengungkapkan bahwa sebelum Islam datang nasib perempuan begitu tertindas. Dipaksa menikah lalu diceraikan sesuka hatinya. Dipoligami tanpa batas, dicerai kemudian dirujuk berkali-kali hingga diwariskan seperti barang. Namun saat Islam datang, perempuan haram diperlakukan seperti barang. Perempuan berhak mendapat perlakuan baik, dan ada beberapa perubahan mendasar yang menempatkan perempuan pada tempat manusia seutuhnya sebaimana laki-laki.
Selanjutnya dalam sejarah yang lain perempuan di masa Rasulullah seperti Khadijah yang kaya, Aisyah yang cerdas, dan masih banyak lagi, mereka adalah wajah muslimah inspiratif yang patut diteladan oleh seluruh perempuan muslim. Sementara di abad modern ada beberapa nama yang patut juga menjadi contoh, seperti Fatimah Al-Banjari yang menjadi pengarang kitab kuning, Nyai Walidah yang menjadi pejuang kesetaraan, dan masih banyak tokoh muslimah lainnya.
Materi kedua disampaikan oleh Ketua Perempuan Inspiratif Kota Malang, Uzlifah. Pada kesempatan tersebut ia menyampaikan tentang Kepeloporan Perempuan Berkemajuan. Pada tahun 1926 Nyai Walidah memimpin kongres Muhmmadiyah ke-15 di Surabaya. Beliau mencatatkan diri sebagai perempuan pertama yang memimpin kongres yang diikuti oleh beberapa perwakilan dari pemerintah dan organisasi kemasyarakatan. Beliau membuktikan bahwa perempuan juga bisa duduk sama-sama dengan kaum pria.
“Nyai Walidah adalah salah satu pelopor perempuan berkemajuan dimasanya, oleh karenanya perempuan sekarang tidak perlu minder apalagi takut untuk berpendapat, karena dengan berani berbicara artinya kita sudah berani mengalahkan ketakutan pada diri sendiri” Tegas Uzlifah.
Materi ketiga yang terlaksana secara luring disampaikan oleh Maharina Novia tentang Isu-isu Perempuan dalam Media. Pada penyampaiannya Maharina mengungkapkan beberapa Isu strategis Nasyatul Aisyiyah, seperti Keterlibatan Nasyatul Aiyiyah dalam upaya resolusi konflik berbasis SARA, media bagi syiar Nasyatul Aisyiyah, dan penyiapan kader Nasyatul Aisyiyah untuk peran pengambilan kebijakan publik. Diakhir penyampaiannya Maharina menegaskan bahwa perempuan harus mampu berinovasi dan membuat gerakan baru.
Ada pun materi terakhir tentang Konflik Sosial Perempuan dalam Masyarakat yang disampaikan oleh Tinuk Dwi Cahyani. Faktor penyebab konfilik dalam masyarakat adalah klaim kebenaran yang mutlak, adanyaan ketaatan buta terhadap sesuatu, dan juga adanya upaya untuk membenarkan segala cara dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
“Oleh karenanya peran perempuan diharapkan mampu menanggulangi kemiskinan yang ada, mendorong kesetaraan gender serta pemberdayaan perempuan, dan membangun kerjasama global untuk pembangunan peradaban”, tegas Tinuk pada akhir paparannya. (sindi/diko)